Kebenaran tersembunyi

Eryan dan Elyon berdiri di depan kristal bercahaya itu, jantung mereka berdetak cepat. Cahaya yang memancar darinya memanggil, seolah-olah berbicara langsung ke dalam jiwa mereka. Namun, ada sesuatu yang menahan mereka—ketakutan akan apa yang mungkin mereka temukan.

"Jika kau takut, Elyon, aku bisa melangkah dulu," kata Eryan, mencoba menyembunyikan kegugupan dalam suaranya.

Elyon menggeleng. "Kita melangkah bersama, Eryan. Apa pun yang terjadi, kita akan menghadapi ini bersama-sama."

Dengan hati-hati, mereka meletakkan tangan mereka di atas kristal itu. Sebuah gelombang energi menyapu tubuh mereka, mengangkat mereka dari tanah. Cahaya terang menyelimuti pandangan mereka, menghapus semua rasa waktu dan tempat. Ketika mereka membuka mata, mereka berdiri di sebuah dunia baru—tempat yang tidak mereka kenali, tetapi terasa akrab.

---

Sebuah Dunia Lain

Langit di atas mereka penuh dengan bintang, bercahaya terang seolah-olah setiap titik adalah mata yang mengawasi. Tanah di bawah kaki mereka terbuat dari permukaan hitam seperti kaca, memantulkan bayangan mereka dengan jelas. Di kejauhan, sebuah wujud besar berdiri, sosok bercahaya yang membentuk siluet manusia. Sosok itu mengangkat tangan, memberi isyarat kepada mereka untuk mendekat.

"Selamat datang di ruang di mana semua takdir terungkap," suara sosok itu menggema, terdengar dalam dan penuh kekuatan. "Aku adalah Penjaga Takdir. Apa yang kalian cari di sini bukan hanya kebenaran tentang dirimu sendiri, tetapi kebenaran tentang dunia yang kalian tinggali."

Eryan mengerutkan kening. "Dunia yang kami tinggali? Apa maksudmu? Kami hanya ingin tahu tujuan kami."

Sosok itu tersenyum samar. "Kau akan mendapat jawaban, tetapi kau harus memahami sesuatu terlebih dahulu." Ia melambaikan tangannya, dan pemandangan di sekitar mereka berubah. Mereka melihat dunia mereka dari atas, setiap lapisan kehidupan yang saling terhubung—langit, bumi, dan dasar yang gelap di bawahnya.

"Lapisan kehidupan ini dibangun dalam keseimbangan, tetapi keseimbangan itu rapuh," lanjut sosok itu. "Dan kau, Eryan, adalah kunci untuk mempertahankan atau menghancurkan keseimbangan itu."

Elyon menatap kakaknya, matanya penuh dengan kebingungan. "Apa artinya, Eryan? Apa yang dia maksud?"

Eryan membuka mulutnya untuk menjawab, tetapi sebelum ia bisa berkata apa-apa, pemandangan di sekitar mereka berubah lagi. Kali ini, mereka melihat seorang pria dengan wajah yang mirip Eryan—tetapi lebih tua, lebih suram, dengan mata yang dipenuhi amarah. Pria itu berdiri di atas tumpukan mayat, memegang pedang yang berlumuran darah. Di sekelilingnya, dunia terbakar, hancur dalam kekacauan.

"Itu bukan aku!" teriak Eryan, terkejut. "Aku tidak akan pernah melakukan itu!"

Sosok Penjaga Takdir menatapnya dengan tajam. "Itu adalah salah satu kemungkinan masa depanmu, jika kau tidak memahami kekuatan yang ada dalam dirimu. Kau bukan hanya seorang manusia, Eryan. Darah Nexus mengalir dalam dirimu—ras langit yang ditakdirkan untuk menjaga keseimbangan dunia ini."

Elyon tertegun. "Nexus? Itu mustahil. Mereka sudah punah."

"Atau setidaknya, itulah yang kau percayai," kata Penjaga Takdir. "Namun, darah mereka bertahan di dalam garis keturunan tertentu, tersembunyi selama berabad-abad. Eryan, kau adalah salah satu dari yang terakhir. Itulah mengapa organisasi Ketidakseimbangan mengejarmu. Mereka tahu bahwa hanya kau yang bisa menghalangi rencana mereka."

Eryan merasa gemetar. Seluruh hidupnya tiba-tiba terasa seperti kebohongan. "Jadi, apa yang harus kulakukan? Bagaimana aku menghentikan masa depan itu?"

Penjaga Takdir mengangkat tangannya, dan sebuah pedang bercahaya muncul di udara. "Pedang ini adalah milik Nexus, senjata yang hanya bisa digunakan oleh mereka yang menjaga keseimbangan. Namun, menggunakannya berarti kau harus menerima takdirmu—dan tanggung jawab besar yang datang bersamanya."

Elyon melangkah maju, memegang tangan Eryan. "Kakak, kita tidak harus melakukan ini sendiri. Kita bisa mencari jalan lain."

Eryan menatap Elyon, merasakan dorongan kekuatan dari adiknya. Ia tahu bahwa perjalanan ini bukan hanya tentang dirinya. "Aku tidak tahu apakah aku siap, tapi aku tidak akan membiarkan dunia ini hancur. Jika ini takdirku, aku akan menerimanya."

Ia meraih pedang itu, dan begitu tangannya menyentuh gagangnya, cahaya terang memancar, melingkupi mereka. Suara Penjaga Takdir menggema di sekeliling mereka.

"Takdirmu telah ditentukan, tetapi pilihanmu akan membentuk masa depan. Pergilah, dan bersiaplah menghadapi apa yang ada di depanmu."

---

Kembali ke Dunia Nyata

Ketika cahaya itu menghilang, Eryan dan Elyon menemukan diri mereka kembali di Menara Takdir. Pedang Nexus kini berada di tangan Eryan, dan kristal di hadapan mereka perlahan meredup, kehilangan cahayanya.

"Kita tahu kebenarannya," kata Elyon, suaranya bergetar. "Tapi itu baru permulaan, bukan?"

Eryan menggenggam pedangnya erat. "Ya. Apa pun yang menunggu kita di luar sana, kita akan menghadapinya bersama."

Namun, jauh di dalam hati Eryan, ia tahu bahwa menerima takdir ini berarti ia akan menghadapi pilihan yang lebih berat daripada yang pernah ia bayangkan. Dan bayangan masa depan yang telah ia lihat masih menghantuinya, seperti peringatan akan apa yang mungkin terjadi jika ia gagal.