VEIL OF THE DEEP

Cahaya kuning dari lampu tua menerangi koridor yang telah berubah, semua bagian yang mengelupas langsung menghilang seperti debu yang tertiup angin. Tidak ada ancaman yang terasa akan datang, Haidar dan Henry sedikit rileks serta menyadari celah dibelakang tempat mereka berdua masuk sudah menghilang, berganti menjadi dinding yang kokoh. Henry sudah tidak terkejut dengan keanehan tersebut, dia hanya mendekati dinding dan menepuk-nepuknya ringan memastikan apa yang dilihatnnya benar-benar terjadi.

“Kita baru saja keluar dari the border” Ucap Haidar

“lalu bagaimana dengan Helena?”  Tanya Henry dengan panik

Haidar memasukan glow stick miliknya pada saku holster, dia mendekati Henry dan memberikan border compass padanya dalam keadaan tertutup.

“Bayangkan istrimu fokuskan pikiran dan kemudian buka kompasnya” Ucap Haidar memberikan istruksi

Henry memegang dengan erat kompas tersebut sembari memikirkan Helena, lalu saat dia sudah siap, langsung lah dibukanya kompas tersebut. Terlihat jarum biru pada kompas tidak banyak bergerang langsung menunjuk lurus ke arah depan sesuai dengan jalur koridor.

“Arah yang sama seperti saat aku pegang, tapi lebih stabil” Ucap Haidar

“Helena tidak berada di the border?” Tanya Henry sedikit tenang

“Ya, entah apa yang direncakanan makhluk itu tapi sepertinya makhluk yang membawa madam Helena hanya melewati the border untuk kemari” Ucap Haidar memberikan penjelasan

Haidar pun meminta kembali border compass miliknya, namun Henry menolaknya.

“Bukannya lebih baik jika aku yang memegang kompas ini, kau yang bilang lebih stabil padaku” Ucap Henry

“Oh tentu, tapi perhatikan juga jika kau merasa kompas seperti bergetar dan jarum merah mulai aktif, karena seperti yang kau tahu itu adalah tanda bahaya” Ucap Haidar

“Ya baik, bahkan lebih mudah untukmu bukan?, jadi kau tidak perlu setiap waktu melihat pada kompas” Ucap Henry yang kemudian berjalan mengikuti arah kompas

Haidar menghalau Henry menghentikannya dari berjalan lebih jauh

“Perlu diketahui juga kompas itu memiliki titik buta, seperti bagaimana jika sesuatu muncul tepat di bawah atau di atas mu pak Henry” Ucap Haidar menjelaskan

Henry melihat pada Haidar dengan serius

“Yang tersisa adalah kompas itu akan terasa bergetar sebagai tanda ada ancaman, tapi aku penasaran apa kau bisa bereaksi dengan tepat pak Henry?” Lanjut Haidar di akhiri dengan pertanyaan retorikal

Henry mulai merasa ragu-ragu

“Kau tidak siap pak Henry, sementara aku sendiri yakin bisa berekasi dan melawan balik jika ada ancaman. Ditambah jika kau tertangkap seperti madam Helena sambil membawa kompas itu, aku tidak bisa mencarimu nantinya dan kau tidak bisa keluar sendiri meski kau tahu harus berjalan kemana” Ucap Haidar menjelaskan dengan serius

“Sigh… ” Henry menghela napas dan mengembalikan border compass pada Haidar

Haidar menerima kembali kompas miliknya dan menyimpannya di saku. Mereka berdua kemudian melanjutkan perjalanan. Sepanjang koridor belum ada kejutan yang terjadi, namun kesiagaan mereka tidak menurun, terutama Henry yang terliaht gelisah sambil sering memeriksa kebagian belakang.

“Jalannya bercabang” Ucap Henry

Mereka menemukan dua buah jalan berbeda, yang satunya lorong lurus melanjutkan lorong yang mereka lalui, yang satu lagi adalah lorong yang berbelok ke kiri. Haidar kemudian berjalan pada bagian tengah menuju dua jalan tersebut dan mengeluarkan Border Compass. Ketika Haidar membuka kompasnya, jarum biru pada kompas menunjuk pada jalan yang berbelok ke kiri. Haidar menutup kembali dan memasukan kompas kedalam sakunya, kemudian dia menunjuk pada koridor yang kiri mengisyaratkan jalan yang harus dilalui kepada Henry.

Mereka berdua menyusuri jalan yang dipilih, tidak jauh saat mereka berbelok masuk terdapat sebuah pintu besi yang tertutup di sebelah kiri. Haidar tidak menghiraukan pintu tersebut dan terus berjalan lurus, membuat Henry berhenti ingin mengkorfimasi sesuatu.

“Tidak perlu di cek oleh kompasmu?” Tanya Henry sambil menunjuk pada pintu besi

“Tidak, jarumnya mengarah lurus ke ujung” Ucap Haidar sambil terus berjalan

Setelah cukup menjauhi pintu besi, Haidar dan Henry merasakan hembusan angin lembut dari arah depan. Hembusan angin tidak terasa satu arah, melainkan seperti sesuatu sedang bernapas. Haidar dan Henry dengan waspada melanjutkan berjalan kedepan. Di ujung koridor mereka mendapati sebuah tangga besar menuju bawah tanah, hembusan angin yang mereka rasakan berasal dari dasar lorong tempat tangga itu menuju.

“Apa yang menunggu kita di bawah sana?” Tanya Henry keapada Haidar sambil terlihat gelisah

“Kita akan segera tahu” Jawab Haidar memegang erat kapak miliknya.

"Fwoosh!" Tiba-tiba dari dasar bawah yang dalam, dari ujung tangga dan sisi-sisinya, muncul cahaya api obor yang menyala secara beruntun sampai tangga paling atas tempat masuk dimana Haidar dan Henry berada. Cahaya obor memberikan penerangan yang sedikit redup, memperlihatkan ruang yang masif dibalik lorong masuk tangga dengan suasana yang mistis ditambah ada aroma dupa yang tercium.

Seakan sesuatu seolah mengundang Haidar dan Henry untuk masuk lebih jauh ke dalam. Tidak banyak piliha untuk menemukan Helena, mereka berdua pun berjalan dengan penuh kewaspadaan menuruni tangga ya lebar dan panjang menuju bagian dasar ruangan. Alangkah terkejutnya mereka ketika melihat tangga yang mereka lalui berjarak cukup jauh kedasar tangga dan memberikan Kesan ruangan yang masif, di dalam hati mereka bertanya-tanya tempat apa yang sebenarnya mereka masuki.

Di dasar ruangan, dua lorong terbentang ke arah berbeda. Haidar langsung membuka kompas miliknya dan jarum berwarna biru menunjuk kepada dirinya, Haidar berusaha mengubah posisinya dan jarum itu ternyata menunjuk ke arah tangga yang membuatnya heran. Sementara itu Henry merasa familiar dengan kedua jalan tersebut, lebih terpatnya kepada jalan yang sebelah kanan.

“Aku lihat lorong itu di mimpiku tadi” Ucap Henry

Haidar pun melihat ke lorong sebelah kanan yang di sebutkan Henry

“Maksudmu memori dari residu korban?” Tanya Haidar

“Ya, apa kau tidak merasa familiar dengannya?” Ucap Henry

“Aku lihat persamaannya, tapi pada memori yang aku lihat dindingnya masih seperti tanah lembab tidak sebagus ini, maksudku seluruh ruangan ini nampak tidak terlalu lama dibangun dan dindingnya kau lihat sebesar apa batu-bata yang menyusunnya” Ucap Haidar

Henry mendekati dinding dan lorong kanan

“Ya, kau benar setelah aku perhatikan dinding ini lebih baik dari yang aku lihat pada memori” Ucap Henry sambil meraba dinding

“Haidar, kita tidak sedang berada di bawah mansionku bukan?” Lanjut Henry bertanya

“Mungkin memang ini lah wujud mansionmu yang asli pak Henry” Jawab Haidar

Haidar pun mendekati lorong, sambil melihat pada kompas miliknya. Saat berada di tempat masuk lorong, Haidar menyadari bahwa jarum biru kompas tidak mengarah pada tangga melainkan pada sesuatu dibaliknya, lebih tepatnya pada sebuah ruang yang kemungkinan ada dibalik dinding besar dimana tangga menempel menyandarkan pondasinya.

“Jika sesuai dengan apa yang kita lihat di memori, maka di akhir lorong ini adalah tempat ritual itu” Ucap Haidar

“Guci merah, makhluk yang menggantung dan wanita-” Ucap Henry sambil dia seperti menyadari sesuatu.

Henry segera berlari dan dihentikan oleh Haidar yang menahan tangannya.

“Lepaskan!, kau tahu apa yang terjadi di residu memori itu kan?” Ucap Henry sambil menghempaskan tangan Haidar

“Aku tahu tapi situasinya berbeda, mungkin saja ada jebakan nanti” Jelas Haidar

“Tidak, Helena dalam bahaya!” Ucap Henry dengan gelisah dan langsung berlari menyusuri koridor

“Pak Henry!” Teriak Haidar sambil mengejar Henry

Mereka berdua berlari ke ujung koridor yang merupakan sebuah pintu ganda besar, berbahan kayu dengan sebuah simbol telapak tangan yang terlihat jelas. Henry langsung berusaha membuka pintu tersebut. Dengan tergesa-gesa dia mendorong pintu itu dan tanpa usaha besar pintu ganda itu dapat terbuka dengan sekali dorongan.

“GGRRREEEEAAAKK…” Henry masuk ke tempat dibalik pintu ganda, di ikuti oleh Haidar di belakangnya. Sebuah ruangan masif telah ditampakkan kepada mereka, pilar-pilar besar kokoh menyangga atap, obor-obor menyala redup menerangi ruangan yang luas seperti sebuah aula pemujaan yang ada pada residu memori. Di Tengah aula tersebut terlihat sebuah altar batu dan di atasnya seorang wanita terbaring.

“Helena!” Teriak Henry sambil berlari menghampiri altar

Henry memeriksa Helena khawatir terjadi sesuatu, dia juga berusaha membangunkannya. Perlahan Helena membuka matanya dan melihat wajah Henry dengan ekspresi yang bercampur antara gelisah dan senang.

“Henry?” Ucap Helena dengan lemas

Tampak wajah Henry menjadi cerah dan tenang, Helena pun perlahan bangun dibantu oleh Henry untuk duduk. Tidak bisa menahan rasa gembiranya Henry memeluk dengan erat Helena sampai membuatnya terkejut dan sedikit sesak.

“Waah... tunggu Henry…Sesak” Ucap Helena sambil menepuk-nepuk kecil punggung Henry

“Ah maaf, aku berlebihan, kau tidak apa?” Ucap Henry sambil melepaskan pelukannya, memandangi wajah Helena dengan haru bercampur khawatir

“He he, sebenarnya ada apa ya?” Ucap Helena seperti tidak tahu situasi yang dihadapinya

“Kau tidak ingat apa-apa” Tanya Henry

“Seingatku, di ruang tamu ada yang jatuh dan saat di Aula- aww” jawab Helena sambil sedikit kesakitan pada kepalanya

“kau tidak apa, tidak perlu memaksakan diri” Ucap Henry khawatir

Helena sedikit menenangkan diri dan melihat sekitar

“Ya tidak apa, maaf. Hmmm? Tempat ini…” Ucap Helena seperti menyadari sesuatu ketika melihat sekitar

Di lain hal Haidar sangat waspada, dia merasa ada sesuatu yang janggal dan tidak seharusnya berlama-lama disini, dia berniat untuk memberitahu Henry dan Helena untuk segera pergi. Namun dia tiba-tiba merasakan sesuatu pada kompasnya, dia kemudian mengambil kompasnya yang ternyata bergetar dengan hebat. Saat dibuka jarum merah pada Kompas berputar dengan cepat tidak karuan ke segala arah dan tidak fokus, kadang juga jarum berputar berlawanan arah sebelumnya.

“pak Henry” Ucap Haidar memanggil Henry

Helena dan Henry melihat pada Haidar

“Ada apa?” tanya Henry dengan sedikit ketus

“Kita belum aman” Ucap Haidar dengan serius sambil menunjukkan Kompas miliknya

Henry terkejut melihat reaksi Kompas itu, dia segera bangun dan berusaha menopang Helena

“Kita harus segera pergi Helena” ucap Henry dengan panik

“Ada apa?” suara Helena meninggi, matanya menatap Henry penuh kebingungan dan rasa takut.

“Aku jelaskan nanti—kita harus keluar sekarang!” jawab Henry tergesa-gesa

Haidar menguatkan cengkramannya pada kapak, memasukan Kompas kembali ke saku dan bersiaga. Henry menopang Helena untuk berjalan menjauh dari altar, menuju pintu ganda tempat Haidar dan Henry masuk. “GGRRREEEEAAAKK…” namun tiba-tiba pintu ganda itu menutup rapat dengan sendiri, seperti ada kekuatan yang menggerakkannya, Haidar menghela napas mempersiapkan diri untuk apa yang akan datang kemudian berbalik melihat pada Henry. Terlihat wajah Henry penuh ketakutan, secara bersamaan obor-obor yang menerangi ruangan berdesis berubah warna menjadi api merah yang mengerikan dan membuat merinding. Di ikuti transisi perubahan pada ruangan aula tersebut, yang mana muncul seperti sebuah akar berwarna merah menjalar memenuhi lantai dan dinding termasuk altar. Akar-akar itu nampak hidup bergerak seperti ada sesuatu yang mengalir didalamnya.

Haidar terus waspada dan akhirnya lubang-lubang dari gumpalan daging muncul di beberapa titik ruangan mengelilingi Haidar dan yang lainnya, namun lubang yang muncul kali ini tidak sebesar seperti sebelumnya. Haidar mengangkat kapaknya bersiap dengan apa yang akan muncul, Henry dan Helena juga mendekat di belakang Haidar, mereka memahami situasi buruk yang sedang terjadi.

Dari lubang-lubang itu kemudian muncul sebuah makhluk berbentuk manusia penuh dengan luka jahitan, yang kepala mereka dibungkus oleh suatu kantung hitam yang di ikat menggunakan tambang sabut pada lehernya. Makhluk-makhluk itu bergerak dengan patah-patah memberikan Kesan yang aneh dan mengerikan, dengan kepala yang terus bergeleng-geleng. Terlihat juga cakar pada tangan mereka yang panjang dan tajam disemua jari.

“whrrrraaaaghhh…” tidak cukup dengan makhluk yang muncul dari lubang, tiba-tiba dari belakang Haidar dan yang lain muncul teriakan yang memekikkan telinga. Perlahan Haidar dan yang lain melihat kebelakang, nampak di atas altar di bagian plafon muncul makhluk yang ada di residu memori, sebuah makhluk tidak berambut dengan tubuh berlumuran cairan merah dan seperti tidak memiliki kulit sedang tergantung menyatu dengan plafon. dengan pose tangan seperti sedang bersemedi, makhluk itu membuka matanya yang berwarna hitam dengan titik merah langsung mengarahkan pandangan pada Haidar, mulutnya menggertakan gigi seperti sedang kesal sampai membuat cairan merah keluar dari sela-sela giginya.

Makhluk itu kemudian menggunakan kedua tangannya untuk menadahi cairan merah yang keluar dari mulut, cairan merah itu menggumpal menjadi sebuah bola daging yang menggelikan, yang ketika sudah cukup besar, makhluk itu langsung melemparkannya pada Haidar dan yang lain.

Gumpalan bola itu meluncur, “Bang!” dengan cepat Haidar mengambil revolver miliknya dan menembak ke arah gumpalan bola tersebut. "SPLRRAK!" gumpalan itu pecah meledak terkena peluru yang terus melesat dan menggores pipi makhluk yang ada di plafon. Semua tiba-tiba menjadi hening, “whrrrraaaaghhh…” makhluk di plafon kemudian terlihat semakin Kesal dan meronta-ronta, makhluk itu mengeluarkan suara yang tidak jelas seperti sebuah tantrum, dia berteriak mengarah berkali-kali pada makhluk yang muncul dari lubang dan kemudian menunjuk pada Haidar sambil berteriak dengan sangat kencang memekikkan telinga.

Makhluk-makhluk yang kepalanya terbungkus kantung hitam kemudian langsung berlari ke arah Haidar dan yang lain, mereka berlari seperti hewan buas sambil membentangkan cakarnya yang panjang. Haidar mempersiapkan diri dengan kapaknya dan membidik makhluk yang sudah dekat kepadanya, pelatuk pun setengah ditarik ketika ujung bareng revolver hampir menempel pada kepala makhluk itu.

Bersambung