WebNovelOk..17.65%

2.Weird fuck.

K hanya terdiam di tempat tidur. Meski dunia di luar telah berubah, dan meski ia sempat terkejut dengan semua itu, hatinya tetap hampa. Ia merasa, apa pun yang terjadi di luar sana, tidak benar-benar ada hubungannya dengan dirinya. Dunia boleh berubah, tetapi dirinya tetap sama—sepi, kosong, dan tidak berarti.

Suara kakeknya memecah keheningan, memanggil dari luar kamar.

"K... Apakah kau sudah siap untuk pergi ke akademi?"

"Oh... Ya, Kek. Sebentar..." jawab K singkat.

Dengan enggan, ia beranjak dari tempat tidur. Tubuhnya terasa berat, seperti ada beban tak terlihat yang menekannya. Ia meregangkan otot-ototnya yang kaku, mencoba mengusir rasa lelah yang tidak pernah benar-benar hilang, sebelum akhirnya berjalan ke kamar mandi.

Air dingin mengalir dari pancuran, membasahi tubuhnya yang kurus dan penuh bekas luka kecil di beberapa tempat—jejak-jejak masa lalu yang tidak pernah ia ceritakan pada siapa pun. Saat mencuci wajahnya, ia menatap bayangannya di cermin kecil yang retak di sudut kamar mandi. Mata hitamnya kosong, tidak ada pantulan kehidupan di sana.

"Ini... sudah cukup baik," gumamnya, meyakinkan dirinya sendiri.

Setelah selesai, ia mengeringkan tubuhnya dengan handuk tipis yang sudah usang. Ia mengenakan pakaian sederhana: kaos abu-abu pudar, celana panjang hitam, dan jaket yang terlalu besar untuk tubuhnya. Pakaian itu mungkin tidak membuatnya terlihat menarik, tapi setidaknya cukup nyaman.

Saat membuka pintu kamar, aroma makanan sederhana menyambutnya. Di dapur kecil yang nyaris roboh, kakeknya duduk sambil memegang cangkir teh yang mengepul.

"Aku sudah selesai, Kek," kata K, berdiri di ambang pintu.

"Oh... Begitu. Baiklah," jawab kakeknya dengan suara serak. "Kau boleh pergi. Selamat jalan, K."

"Ya, Kek," balasnya singkat.

K melangkah keluar dari rumah kecil mereka, yang terletak di tengah gang sempit dan kumuh. Dinding rumah itu terbuat dari kayu yang sudah mulai lapuk, dengan atap seng yang bocor di beberapa tempat. Jalan di depan rumah penuh dengan genangan air yang kotor, sisa hujan semalam. Bau menyengat dari sampah di sudut gang memenuhi udara, tetapi K sudah terbiasa.

Saat ia mencapai jalan besar, pemandangan dunia baru itu membentang di hadapannya. Gedung-gedung tinggi berdiri megah, berlapis kaca hitam yang memantulkan cahaya sihir yang berkilauan. Tanda-tanda holografik muncul dan menghilang di udara, menampilkan berbagai informasi dalam simbol-simbol bercahaya. Jalur-jalur udara di atas dipenuhi kendaraan melayang, bergerak lancar tanpa roda atau suara mesin.

Trotoar tidak lagi hanya untuk berjalan kaki. Di sana, beberapa orang menggunakan peralatan sihir yang menyerupai papan melayang, yang berkedip dengan rune di sisinya. Sebuah gerai kecil di sudut jalan mengiklankan alat-alat sihir terbaru, seperti "Wand Kompak 4.0" dan "Crystal Core Charger". Setiap sudut tampak dipenuhi perpaduan antara teknologi modern dan kekuatan magis.

Di jalan besar, K melihat orang-orang sibuk dengan kegiatan mereka. Seorang pria tua melayang perlahan menggunakan papan bercahaya, sementara seorang wanita muda mengangkat belanjaannya dengan mantra telekinesis. Seorang anak kecil di depan toko es krim memanggil bola api kecil dari telapak tangannya untuk menghangatkan dirinya.

Sebuah layar besar di sisi gedung memutar berita pagi, menampilkan seorang pembawa berita yang berbicara sambil sesekali melambai dengan gerakan sederhana, membuat peta holografik muncul di sampingnya. Laporan itu membahas insiden "penyalahgunaan artefak" di distrik lain, di mana seseorang menggunakan kekuatan sihir untuk merusak sistem transportasi.

Namun, semua ini tidak menarik perhatian K. Ia hanya berjalan pelan, matanya menatap lurus tanpa ekspresi. Meski dunia di sekelilingnya tampak hidup dan penuh warna, ia tetap terasa seperti bayangan yang hanya lewat tanpa arti.

"Sihir, ya..." gumamnya dalam hati, menatap sekeliling. "Aku penasaran... Sihirku apa?"

Namun, ia segera mengalihkan pikirannya. Baginya, memikirkan hal itu terlalu melelahkan.

Langkah K bergema di trotoar yang ramai, namun ia merasa seolah-olah dirinya tidak benar-benar di sana. Akademi itu berdiri di kejauhan, menjulang seperti mercusuar di tengah kota. Bangunan megah dengan pilar-pilar besar yang terbuat dari logam bercahaya dan marmer putih, seolah menyatu antara desain modern dan sentuhan sihir kuno. Di bawah sinar matahari pagi, ukiran pada pilar-pilarnya memancarkan cahaya biru samar, berpendar seperti detak jantung.

Gerbang akademi adalah lengkungan besar dari besi tempa hitam, dihiasi rune bercahaya yang bergerak pelan di permukaannya. Di sana, puluhan—tidak, ratusan—murid berkumpul, menciptakan pemandangan seperti pasar sibuk. Beberapa mengenakan seragam akademi yang rapi dengan lambang sihir berwarna emas di dada, sementara yang lain masih berpakaian santai, mungkin murid baru seperti dirinya.

K memperhatikan sejenak. Seorang murid lelaki mengangkat tangan dan menciptakan bola air kecil yang berputar di udara, memukau teman-temannya. Tidak jauh darinya, dua murid perempuan tertawa kecil sambil melayang di atas papan sihir, berlomba siapa yang bisa terbang lebih cepat. Ada juga murid yang duduk di bangku taman, mempelajari buku dengan simbol-simbol bercahaya di tiap halamannya.

Namun, bagi K, itu semua seperti pemandangan yang jauh. Ia tidak merasa terlibat, hanya menjadi penonton. Ia melangkah melewati mereka, bahkan ketika beberapa orang menatapnya dengan rasa ingin tahu. Rambut hitamnya yang sedikit berantakan dan jaket longgar membuatnya terlihat berbeda di antara yang lain, tetapi ia tidak peduli.

Bangunan utama akademi tampak lebih besar dari dekat. Pintu masuknya adalah lempengan kaca raksasa yang memantulkan bayangan K, membuatnya seolah melihat orang asing di dalam cermin. Di belakang pintu itu, lorong-lorong bercahaya terlihat bergerak seakan mengundang. K melangkah masuk tanpa suara.

Begitu berada di dalam, ia merasa kecil. Lorong utama itu dipenuhi murid-murid yang berjalan dengan tujuan, suara langkah kaki mereka menggema di lantai marmer putih mengkilap. Lampu-lampu kristal tergantung di langit-langit, memancarkan cahaya lembut yang berubah warna sesuai waktu. Di sepanjang dinding, ornamen magis berbentuk bunga mekar dan layu dengan ritme tertentu, seperti hidup.

Tanda holografis melayang di udara, menunjukkan peta bangunan dan informasi kelas. K memperhatikan sebentar, membaca lokasi ruang "1-C" dengan cepat sebelum melanjutkan langkah. Ia melewati beberapa murid yang tampak sedang memanipulasi benda-benda kecil di udara—pulpen, kertas, bahkan kantong makanan melayang tanpa disentuh tangan.

Naik ke lantai tiga melalui tangga berkarpet ungu yang terasa terlalu mewah untuk langkahnya, K akhirnya tiba di depan pintu dengan plakat logam kecil bertuliskan "1-C". Pintu itu tampak seperti pintu biasa, tetapi aura magisnya terasa. Ukiran pada gagangnya mengeluarkan sinar tipis saat K mendorongnya.

Di dalam, ruang kelas itu lebih luas daripada yang ia bayangkan. Barisan meja dan kursi tertata rapi, dengan layar besar di depan yang memancarkan cahaya lembut. Langit-langitnya tinggi, dihiasi lampu-lampu kristal kecil yang bergerak pelan, seperti bintang yang terapung. Dinding-dindingnya dipenuhi papan tulis magis, yang kadang menampilkan catatan dan gambar dengan sendirinya sebelum menghilang kembali.

Hanya ada beberapa murid di dalam, duduk di tempat masing-masing. Beberapa dari mereka sibuk dengan buku mereka, sementara yang lain hanya menatap ke arah jendela besar yang memanjang dari lantai hingga langit-langit. Jendela itu memberikan pemandangan kota yang menakjubkan—gedung-gedung tinggi yang dilapisi panel-panel kristal, jalanan yang dipenuhi kendaraan melayang, dan trotoar yang ramai dengan pejalan kaki serta makhluk sihir kecil yang melintas seperti bayangan.

K memilih kursi di pojok dekat jendela, tempat yang memberinya cukup ruang untuk menghindari tatapan siapa pun. Ia menarik kursinya, duduk dengan punggung yang sedikit membungkuk, dan meletakkan tasnya di lantai. Matanya segera tertuju ke luar jendela.

Pemandangan kota itu seolah tidak nyata baginya. Pesawat-pesawat kecil berlapis sihir melintas di udara, memancarkan cahaya hijau dan ungu. Di sisi lain, manusia biasa tampak berjalan di sepanjang trotoar, beberapa memanipulasi objek sederhana seperti telepon atau layar holografis dengan sihir dasar. Di sudut jalan, seorang pria berjas tengah menyalakan cerutunya dengan ujung jarinya yang menyala, sementara seorang wanita menutup payungnya dengan mantra kecil yang menghilangkan tetesan air.

"Sekarang… aku harus apa?" gumam K, nyaris tanpa suara.

Tangannya yang dingin menyentuh kaca jendela, merasakan permukaannya yang halus dan dingin. Refleksinya sendiri kembali menatapnya, wajah kosong yang sama seperti selalu ia lihat. Di dunia yang penuh warna dan kehidupan ini, K merasa seperti noda abu-abu yang tidak pernah cocok.

Waktu seolah berhenti saat ia tenggelam dalam pikirannya. Tidak ada suara di dalam dirinya, hanya keheningan yang mencekam. Dunia telah berubah, tetapi dirinya tidak. Dan itu, entah mengapa, membuatnya merasa lebih terasing daripada sebelumnya.