Pagi itu, suasana kelas 1-C mulai dipenuhi dengan suara langkah kaki para murid baru. Beberapa di antara mereka tampak antusias, dengan wajah dipenuhi rasa penasaran, sementara yang lain tampak canggung, menundukkan kepala seolah enggan berinteraksi dengan yang lain. Meskipun ruangan itu kian riuh oleh percakapan murid, ada satu sudut yang tetap sunyi—tempat K duduk, terasing dari keriuhan. Dia memalingkan wajah ke jendela, menghindari tatapan orang-orang di sekelilingnya.
Dalam keramaian itu, suara pintu kelas yang tiba-tiba terbuka mengalihkan perhatian semua murid. Seorang wanita muda dengan senyum cerah memasuki ruangan, membawa serta aura energik yang seketika menyelimuti suasana. Ia mengenakan seragam sederhana dengan rambut panjang yang tertata rapi.
"Selamat pagi semuanya!" sapanya dengan semangat yang menggebu. "Maaf ya aku telat. Namaku Yang, aku wali kelas kalian sekaligus guru olahraga. Salam kenal, semuanya!"
Beberapa murid terkekeh melihat antusiasme yang ditunjukkan oleh Guru Yang, sementara yang lain menyambutnya dengan tatapan datar namun penuh rasa ingin tahu.
"Baiklah, sebelum kita mulai hari ini, aku ingin tahu siapa saja yang ada di kelas ini. Bagaimana kalau kita berkenalan dulu? Ayo, mulai dari absen pertama ya. Ane, kamu duluan."
Berikut adalah versi revisi dengan lebih banyak interaksi antar murid, dialog yang lebih banyak, dan detail yang membuat cerita lebih hidup dan seru:
(1. Ane)
Ane, dengan rambut sebahu dan senyum ceria, berdiri. Gelembung-gelembung bercahaya melayang di sekitarnya.
"Halo semuanya! Namaku Ane, dan kekuatan sihirku adalah Bubble!" Ia tertawa kecil, suaranya riang. "Jangan khawatir, gelembungku tidak akan meledak dan membuat kalian basah!"
Ric, dari tempat duduknya, berseru, "Wah, keren banget! Kayak di pesta ulang tahun!"
Chloe, yang biasanya pendiam, sedikit mengangkat sudut bibirnya. "Memang terlihat menyenangkan," gumamnya, hampir tak terdengar.
(2. Brandon)
Brandon, tinggi dan atletis, berdiri dengan tenang.
"Namaku Brandon," katanya, suaranya dalam dan berwibawa. "Kekuatan sihirku adalah Penglihatan. Aku bisa melihat lebih jauh dari yang kalian bisa bayangkan." Ia melirik ke arah Dinding. "aku bahkan bisa melihat Partikel di dinding tau"
(3. Cramaric (Ric))
Ric, mungil dan energik, berkelebat cepat di depan kelas dan kembali ke tempat duduknya.
"Namaku Cramaric, tapi panggil saja Ric! Kekuatan sihirku adalah kecepatan!" Ia terengah-engah karena usaha itu, wajahnya memerah.
Ane tertawa, "Cepat sekali! Kayak kelinci!"
Julia, dengan anggun, berdeham pelan, "Impressive, Ric. Tapi aku rasa kecepatanmu masih kalah cepat dengan pedang sihirku."
Julian mengangguk setuju. "Kakakku benar."
(4. Chloe)
Chloe, cantik dan dingin, membuat nyala api kecil di ujung jarinya. Api itu kemudian padam.
"Chloe. Api," katanya singkat.
Nobu menyeringai. "Api? Lemah. Kekuatan api tak ada apa-apanya dibandingkan kekuatanku."
Chloe menatap Nobu dengan tatapan tajam. "Kita lihat saja nanti," balasnya, dingin.
(5. Eno)
Eno berdiri dengan lesu. "Aku Eno. Kekuatan sihirku... tanaman." Ia menguap.
Loomian tersenyum, "Senang bertemu denganmu, Eno! Kita bisa bertukar informasi tentang tanaman."
Eno hanya mengangguk lesu.
(6. Fritz)
Fritz, ramah dan bersahabat, tersenyum.
"Namaku Fritz, dan kekuatan sihirku adalah kayu. Aku suka membuat patung kayu kecil," katanya sambil tersenyum ramah.
Ric berseru, "Aku mau! Buat patung kelinci untukku!"
Fritz tertawa, "apaansih, Ric... Permintaan mu aneh."
(7. Froze)
Froze, dengan rambut putih dan senyum santai, membuat beberapa kepingan es kecil muncul di tangannya.
"Namaku Froze, dan kekuatan sihirku adalah es. Seperti yang kalian lihat, aku cukup keren," katanya sambil tertawa.
Ane bertepuk tangan, "Keren banget! Mungkin kau bisa membuatkan es krim untuk kita semua?"
Froze tertawa, "Ide bagus! Tapi kita harus menunggu sampai istirahat."
(8 & 9. Julia & Julian)
Julia dan Julian, saudara kembar dengan pedang sihir, memperkenalkan diri secara bersamaan.
Julia: "Namaku Julia, dan kekuatan sihirku adalah senjata sihir."
Julian: "Dan aku Julian, dengan kekuatan yang sama."
Brandon berkomentar, "Kalian berdua memang cocok. Seperti kekuatan yang saling melengkapi."
(10. K)
K berdiri dengan canggung. "Namaku K. Kekuatan sihirku... Mungkin pintar.... doang?"
Beberapa murid tertawa kecil, merasa sedikit geli dengan jawabannya.
Ane hanya menatap, "Kau aneh.."
(11. Loomian)
Loomian memperkenalkan dirinya dengan ramah.
"Namaku Loomian, dan aku bisa berinteraksi dengan hewan." Seekor burung kecil hinggap di pundaknya.
Ric dan Ane berseru kagum, dan Loomian tersenyum ramah.
12. Nobu
Suasana kelas terasa lebih hangat setelah giliran Loomian, yang baru saja duduk kembali dengan senyum tenang.
Guru Yang melirik absen dan tersenyum kecil.
"Berikutnya, Nobu."
Semua mata langsung tertuju pada seorang gadis di pojok ruangan. Nobu berdiri perlahan, seolah ingin menikmati perhatian yang diberikan. Rambut hitamnya yang tergerai dihiasi ujung merah gelap, kontras dengan jubah merah yang menutupi jaket hitamnya.(Padahal harusnya pakai seragam),Topi dengan hiasan emas bertengger di kepalanya, memberikan kesan bahwa dia lebih cocok menjadi pemimpin perang daripada murid akademi.
"Namaku Nobu," katanya dengan suara lantang, penuh percaya diri.
"Aku adalah yang terkuat, dan akan selalu menjadi yang terkuat! Kekuatan sihirku adalah Demonic Authority!"
Setelah mengucapkan kalimat itu, Nobu mengangkat tangannya. Udara di kelas tiba-tiba berubah, menjadi dingin dan berat. Sebuah aura hitam pekat dengan kilatan merah muncul di sekeliling tubuhnya, menyelimuti ruang kelas dengan atmosfer yang menekan.
"Hahahaha! Kalian semua, bersiaplah untuk tunduk di bawah kekuatanku!" serunya sambil tertawa keras.
Beberapa murid tampak terkejut dan gugup. Bahkan Chloe, yang biasanya tetap dingin, mengerutkan dahi melihat kehadiran aura Nobu.
"Oi, oi! Tenang, Nobu! Ini hanya perkenalan, bukan duel kekuatan!" seru Guru Yang sambil melambaikan tangan, berusaha mencairkan suasana.
Namun, Nobu hanya tersenyum sinis, menurunkan tangannya perlahan. Aura itu pun menghilang, meninggalkan keheningan di ruangan.
Ric, yang duduk di depan, berbisik pelan pada Fritz, yang berada di sebelahnya.
"Orang ini serius banget, ya?"
"Ya... agak menyeramkan juga," balas Fritz, mencoba menyembunyikan rasa cemasnya.
Loomian, di sisi lain, hanya menghela napas pendek sambil berbisik sendiri.
"Demonic Authority? Semoga dia tidak jadi masalah..."
Tapi Nobu mendengar itu. Ia melirik Loomian dengan tatapan tajam, seolah ingin menantangnya.
"Kau bilang sesuatu, Loomian?" tanyanya dengan nada mengintimidasi.
Loomian mengangkat kedua tangannya sebagai tanda damai.
"Tidak, tidak. Aku hanya memuji kekuatanmu. Sangat... mengesankan," katanya dengan nada tenang, meski keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya.
Nobu mendengus kecil, lalu kembali duduk dengan ekspresi puas.
"Bagus. Kau tahu cara berbicara dengan orang yang lebih kuat."
Sebelum suasana semakin tegang, Guru Yang menepuk tangan keras untuk mengalihkan perhatian.
"Oke, oke! Nobu, terima kasih atas... perkenalannya yang luar biasa. Sekarang aku akan menjelaskan tentang kelas ini dan lainnya ya..."
Kelas mulai kembali tenang, meskipun beberapa murid masih mencuri pandang ke arah Nobu dengan campuran rasa kagum dan waspada. Nobu sendiri hanya menyilangkan tangan, bersandar dengan santai di kursinya, seolah dia tidak peduli pada apa pun.
Guru Yang menutup buku absen dengan senyuman ceria, meskipun jelas dia sedikit kelelahan setelah menghadapi berbagai kepribadian unik di kelas 1-C.
"Yahaha! Jadi itulah kalian semua. Kelas ini memang kecil, hanya ada 12 murid, tapi aku yakin ini akan menjadi pengalaman yang seru untuk kalian."
Beberapa murid mengangguk pelan, sementara yang lain tampak sibuk dengan pikiran mereka sendiri. Nobu, seperti biasa, bersandar santai di kursinya, dengan senyum percaya diri yang masih menghiasi wajahnya.
Guru Yang melanjutkan, "Aku harap kalian bisa saling mengenal lebih baik. Tapi sekarang, sebelum aku selesai di sini, ada satu hal lagi yang ingin aku sampaikan."
Semua murid menoleh ke arah Guru Yang.
"Aku mau kalian memilih tempat duduk permanen untuk semester ini. Pilihlah dengan bijak, karena kalian akan berbagi meja dan lingkungan dengan orang-orang di sekitar kalian."
Mendengar itu, beberapa murid langsung bergerak mencari posisi yang mereka anggap nyaman. Chloe berjalan tanpa bicara ke arah meja dekat pintu. Loomian memilih duduk di barisan tengah, sementara Ric dan Fritz tampak berbisik sebentar sebelum duduk bersama di barisan depan. Julia, dengan elegan, memilih duduk di samping Julian, saudara kembarnya.
Di sudut ruangan, K tetap di kursi dekat jendela yang dia pilih sejak awal. Dia mengamati semua orang tanpa banyak bicara, seolah-olah sedang menilai mereka dari jauh. Nobu melangkah mendekat, berdiri di samping meja K.
"Kau tidak akan keberatan jika aku duduk di sini, kan?" tanya Nobu dengan nada setengah memerintah.
K hanya mengangkat bahu.
"Terserah."
Nobu tertawa kecil sebelum menarik kursi dan duduk di sampingnya.
"Bagus. Kau tampaknya tipe orang yang tahu kapan harus diam. Aku suka itu."
K tidak merespons, hanya menatap keluar jendela. Namun, dalam hatinya, dia merasa waspada. Nobu mungkin terlihat tenang, tetapi auranya membawa kesan bahaya yang tidak bisa diabaikan.
Setelah murid-murid memilih tempat duduk mereka, Guru Yang kembali menarik perhatian kelas.
"Baiklah, sebelum aku pergi, aku ingin memberikan sedikit pengumuman. Hari ini kita hanya akan memperkenalkan diri, jadi setelah ini kalian bebas untuk pulang lebih awal. Tapi..." Guru Yang melirik mereka dengan senyuman misterius.
"Besok, ada tes sihir dasar untuk menilai kemampuan awal kalian. Tidak perlu terlalu tegang. Ini hanya untuk mengetahui sejauh mana kemampuan kalian sekarang."
Mendengar kata "tes" beberapa murid tampak bersemangat, sementara yang lain terlihat khawatir. Loomian mengangkat tangan.
"Bu, bagaimana kalau ada yang belum menemukan sihirnya?"
Guru Yang tersenyum lembut.
"Tidak masalah, Loomian. Tes ini dirancang untuk membantu kalian menemukan potensi kalian juga. Jadi tidak ada tekanan, oke?"
Nobu mendengus kecil.
"Hah, tes seperti itu tidak ada artinya bagiku. Aku akan memimpin di atas semuanya, seperti biasa."
Chloe melirik Nobu dari sudut matanya.
"Kita lihat saja nanti."
Atmosfer di kelas mulai terasa tegang lagi, tapi Guru Yang segera melambaikan tangannya.
"Yahaha, jangan ribut, ya. Ingat, kita semua di sini untuk belajar, bukan berkompetisi. Oke, aku pergi dulu. Sampai jumpa besok!"
Guru Yang keluar dari kelas dengan langkah ringan, meninggalkan para murid untuk berbincang atau mempersiapkan diri untuk pulang.
Saat Guru Yang pergi, beberapa murid mulai saling berbicara. Loomian mendekati Chloe, mencoba memulai percakapan.
"Sihir api, ya? Itu pasti sangat berguna di banyak situasi."
Chloe hanya mengangguk pelan. "Ya. Kalau sihirmu sendiri?"
"Aku bisa berkomunikasi dengan hewan. Tidak sekuat api, tentu saja, tapi cukup membantu."
Di sisi lain, Julia mulai berbicara dengan Brandon.
"Hei, Brand, kau bermain basket? Aku punya lapangan di rumah. Mungkin kita bisa bermain bersama suatu hari nanti."
"Tentu, kapan-kapan."
Sementara itu, K tetap diam di tempatnya, memperhatikan dinamika kelas. Nobu, yang duduk di sampingnya, menoleh dengan tatapan penasaran.
"Kau benar-benar tipe yang pendiam, ya?"
K menghela napas pelan. "Aku hanya tidak punya banyak hal untuk dikatakan."
"Hmph, tidak masalah. Kadang-kadang, kata-kata hanya membuang waktu. Tindakanlah yang berbicara." Nobu menyeringai. "Tapi aku penasaran, apa yang sebenarnya bisa kau lakukan, K? Apa sihirmu?"
K terdiam, menghindari tatapan Nobu. "Aku tidak tahu."
Nobu menaikkan alisnya. "Hah? Serius?"
"Aku serius," jawab K singkat.
Nobu mendengus kecil, tapi kali ini tanpa nada mengejek. "Baiklah, kita lihat saja besok. Kalau kau gagal, aku akan mengingatnya."
Berikut kelanjutan cerita dengan teks yang lebih panjang, detail, dan realistis seperti permintaan Anda:
Belum lama setelah Guru Yang meninggalkan kelas, suasana kelas menjadi sedikit gaduh. Beberapa murid mulai berbicara satu sama lain, sementara yang lain sibuk dengan ponsel atau hanya diam. Nobu, yang masih bersandar di kursinya, melirik K.
"Sepertinya kita akan dapat guru baru lagi. Kuharap dia tidak membosankan seperti yang tadi."
K hanya mengangguk samar. Dia belum benar-benar memahami Nobu, tapi dia merasa gadis itu terlalu percaya diri.
Tak lama, suara pintu yang terbuka perlahan menghentikan obrolan di kelas. Semua murid menoleh ke arah pintu, dan seseorang yang tidak biasa masuk.
Seorang pria dengan pakaian kasual yang sama sekali tidak mencerminkan suasana akademi. Dia mengenakan kaos hitam polos yang terlihat kusut, jaket kulit yang sudah usang, dan celana jeans robek. Kacamata hitam besar menutupi sebagian wajahnya, dan dia membawa sebungkus rokok serta pemantik api di tangan. Dia tampak seperti seseorang yang baru saja keluar dari bar, bukan seorang guru.
Dengan langkah santai, pria itu berjalan menuju meja guru, mengabaikan tatapan heran dari para murid. Dia melempar tasnya ke atas meja, lalu duduk dengan santai sambil menyalakan rokok.
"Ehem..." salah satu murid, Loomian, mencoba berbicara. "Pak, Anda siapa?"
Pria itu mengangkat alisnya dari balik kacamata hitam, menghembuskan asap rokok, lalu berkata dengan suara serak, "Aku? Namaku Vanther. Itu saja yang perlu kalian tahu."
Semua murid saling berpandangan, kebingungan.
"Guru bidang apa, Pak?" tanya Julia, yang duduk di barisan depan.
Vanther tidak menjawab. Sebaliknya, dia memejamkan mata, menyandarkan tubuhnya ke kursi, dan bergumam, "Sisanya terserah kalian. Aku mau tidur dulu."
Semua murid tercengang. Mereka tidak percaya bahwa guru yang baru saja masuk ini benar-benar berniat tidur di kelas, apalagi saat jam pelajaran berlangsung.
"Serius, guru macam apa ini?" Fritz berbisik kepada Ric, yang hanya mengangkat bahu sambil menahan tawa.
Chloe, yang duduk di dekat pintu, menghela napas panjang. "Ini benar-benar membuang waktu. Aku bisa menghabiskan waktu ini untuk hal yang lebih berguna."
"Hah, ini menarik," gumam Nobu sambil melirik Vanther dengan senyum kecil. "Akhirnya seseorang yang tidak terlalu sok serius."
Sementara itu, K hanya duduk diam di kursinya, mengamati Vanther dengan tatapan kosong. Dalam hati, dia bertanya-tanya bagaimana orang seperti itu bisa dipekerjakan sebagai guru.
Waktu berlalu, tapi Vanther tetap tidak bergerak. Dia benar-benar tertidur di mejanya, dengan rokok yang sudah padam di tangan.
Pada satu titik, seorang guru lain masuk ke kelas, tampak kesal karena Vanther tidak menjalankan tugasnya. Guru itu mengenakan jas rapi dan membawa tumpukan buku di tangannya.
"Vanther! Apa yang kau lakukan di sini? Ini jam pelajaran!" kata guru itu dengan nada marah.
Vanther mengangkat kepalanya sedikit, menguap, lalu berkata dengan nada malas, "Ini jamku. Kalau kau ingin mengajar, cari kelas lain."
"Apa? Ini sudah diatur dalam jadwal—"
Sebelum guru itu bisa menyelesaikan kalimatnya, Vanther melambaikan tangan dengan gerakan mengusir. "Pergi saja. Aku sedang sibuk tidur."
Semua murid menahan tawa, kecuali Chloe yang tampak semakin kesal. Guru itu mendengus kesal sebelum akhirnya menyerah dan pergi.
"Wow," gumam Brandon. "Dia benar-benar tidak peduli."
Setelah insiden itu, para murid mulai menerima bahwa mereka tidak akan mendapatkan pelajaran apa pun hari ini. Beberapa dari mereka memanfaatkan waktu ini untuk berbicara satu sama lain, sementara yang lain memilih untuk melakukan hal lain.
Julia dan Julian sibuk berbicara tentang bisnis keluarga mereka, sementara Fritz dan Ric berdiskusi tentang strategi permainan kartu. Loomian terlihat mencoret-coret sesuatu di buku catatannya, mungkin rencana untuk berinteraksi dengan hewan baru.
Di sisi lain, Chloe membaca buku tentang teori sihir dengan serius, sementara Nobu mulai tertidur di kursinya, meniru Vanther.
K, seperti biasa, tetap diam. Dia membuka buku catatannya dan mulai menulis sesuatu, meskipun dia sendiri tidak yakin apa yang dia tulis.
Ketika bel istirahat berbunyi, sebagian besar murid meninggalkan kelas. Hanya beberapa yang tetap tinggal, termasuk K dan Nobu.
K melirik Nobu, yang terlihat nyaman tidur di kursinya.
"Kau tidak lapar?" tanya K, mencoba memulai percakapan.
Nobu membuka satu mata, tersenyum kecil, lalu berkata, "Aku lebih lapar akan tidur daripada makanan."
K mengangguk pelan, lalu melanjutkan menulis di buku catatannya. Dia tidak tahu kenapa, tapi dia merasa ada sesuatu yang menarik tentang Nobu, meskipun dia tidak bisa menjelaskan apa itu.
Sementara itu, Vanther masih tidur di meja guru. Beberapa murid yang kembali ke kelas berusaha membangunkannya, tapi tidak berhasil.
"Pak, bel sudah berbunyi. Anda tidak mau bangun?" tanya Loomian dengan sopan.
Vanther hanya bergumam pelan, "Biarkan aku tidur..."
Jam pelajaran terakhir akhirnya selesai, dan bel pulang berbunyi. Para murid mulai mengemasi barang-barang mereka dan bersiap untuk meninggalkan kelas.
Vanther, yang baru saja terbangun, menguap lebar sebelum berkata, "Baiklah, kalian bisa pergi. Jangan lupa datang besok."
"Guru macam apa yang mengatakan itu?" gumam Fritz sambil berjalan keluar.
Di pintu, Nobu berhenti sejenak, menoleh ke arah K. "Hei, jangan lupa pelajaran besok. Aku ingin tahu sejauh mana kemampuanmu."
K hanya mengangguk sebelum berjalan keluar kelas.
Malam itu, di rumahnya, K mencoba merenungkan semua yang terjadi hari ini. Dia merasa seperti dunia ini semakin aneh, But who give a fuck nigga.