Setelah pembagian kamar selesai, mereka semua mulai membawa barang-barang masing-masing ke kamar yang telah ditentukan. Suasana cukup ramai, obrolan dan tawa mengisi lorong-lorong villa yang megah itu. Chloe dan Julia berbicara tentang bagaimana menata barang-barang mereka agar kamar terlihat rapi, sementara Julian dengan santai memanggil para lelaki untuk tidak terlalu ribut.
"Brandon, jangan taruh sepatu di sembarang tempat, dong!" protes Julian sambil memungut sepatu Brandon yang dilempar begitu saja di depan kamar mereka.
"Santai saja, bro. Kan masih liburan," balas Brandon dengan tertawa.
Di kamar lain, Nobu tampak sudah selesai mengatur barangnya dan langsung rebahan di salah satu tempat tidur. "Akhirnya, bisa istirahat. Aku capek sekali!" katanya sambil memejamkan mata.
"Belum apa-apa sudah tepar," komentar Ane yang sibuk menyusun pakaian di lemari. "Kau tidak mau lihat-lihat villa dulu?"
"Males. Nanti saja kalau aku sudah ada energi," balas Nobu singkat.
Di sisi lain, Fritz dan Froze saling berlomba untuk mengklaim tempat tidur favorit mereka. "Yang dekat jendela milikku!" teriak Fritz sambil melompat ke kasur.
"Hah, mimpi saja! Aku duluan yang ke sini!" Froze tidak mau kalah dan mencoba mendorong Fritz. Pertarungan kecil itu akhirnya berakhir dengan tawa saat keduanya menyerah.
Setelah semua selesai menaruh barang di kamar masing-masing, suasana mulai menyebar ke berbagai sudut villa. Beberapa murid memutuskan untuk mengeksplorasi tempat itu.
Chloe, Julian, dan Loomian berjalan-jalan di area dapur dan ruang makan, mengomentari desain klasik namun modern dari interiornya. "Ini dapurnya keren sekali, ya. Seperti di film-film," komentar Loomian sambil membuka salah satu lemari dapur.
"Dan peralatannya lengkap sekali," tambah Chloe sambil menyentuh permukaan meja dapur yang bersih.
"Memasak di sini sepertinya akan seru. Ada yang mau ikut memasak nanti malam?" tanya Julian dengan antusias.
"Tergantung, masaknya apa dulu," jawab Chloe sambil tersenyum tipis.
Di ruang TV, Brandon, Fritz, Froze, dan K sudah berkumpul di sofa besar, mencoba mencari film yang menarik di layar lebar. "Ayo dong, kita nonton film action!" pinta Brandon sambil meraih remote.
"Aku sih oke saja, asal jangan yang terlalu berat," kata Froze yang sudah nyaman dengan selimut di pangkuannya.
K, yang duduk di pojok, hanya mengangkat bahu. "Terserah. Aku cuma ingin duduk di sini sambil tidak memikirkan tugas."
"Wah, ini tempat yang pas untuk malas-malasan," komentar Fritz sambil tertawa kecil.
Sementara itu, Nobu dan Ane tampak memutuskan untuk menjelajahi lantai atas. "Coba kita lihat ruang gym. Pasti keren sekali!" ujar Nobu yang tampak sudah kembali bersemangat.
"Gym? Aku lebih penasaran dengan ruang yoga," jawab Ane dengan senyum lebar.
"Ya sudah, kita lihat dua-duanya saja," kata Nobu sambil menarik Ane menuju tangga.
Villa itu menjadi hidup dengan suara tawa, percakapan, dan langkah kaki yang bergema di dalamnya. Sementara siang terus berlalu, energi dan antusiasme mereka memenuhi setiap sudut ruangan. Hari baru saja dimulai, dan semua orang tampak siap menikmati liburan panjang mereka.
Di ruang TV, suasana semakin meriah. Semua murid tanpa terkecuali akhirnya berkumpul di sofa besar, karpet, bahkan beberapa duduk di lantai, menikmati film-film blockbuster seperti Marvel, DC, dan Star Wars. Suara tawa, sorak-sorai, dan komentar mereka mengisi ruangan sepanjang malam.
"Wah, lihat itu! Aku mau punya kekuatan kayak dia," seru Brandon saat menonton adegan pertempuran superhero.
"Kau? Dengan kekuatan itu? Kau bahkan belum bisa menguasai visimu dengan benar," ledek Nobu sambil mengunyah keripik.
"Hei! Setidaknya aku lebih keren dibandingkan kau," balas Brandon sambil melempar bantal kecil ke arah Nobu.
Froze menonton dengan santai sambil bersandar, sesekali menggigit cemilan. "Film ini keren, tapi efek esnya kurang realistis," gumamnya.
"Tentu saja kau bilang begitu," jawab Fritz sambil tertawa. "Tidak ada yang lebih tahu soal es daripada dirimu, kan?"
"Tentu saja," Froze menyeringai bangga.
Di pojok ruangan, K duduk tenang, matanya fokus ke layar. Chloe, yang duduk di sebelahnya, melirik ke arah K. "Kau tidak bosan menonton ini?" tanyanya.
"Tidak terlalu. Setidaknya ini lebih menarik daripada tugas-tugas itu," jawab K singkat.
"Kau benar juga," Chloe tersenyum tipis, lalu kembali menonton.
Julia dan Julian, yang duduk di sofa dekat layar, sibuk berdebat soal adegan.
"Adegan ini terlalu berlebihan," kata Julia sambil melipat tangan. "Bagaimana mungkin mereka selamat dari ledakan sebesar itu?"
"Namanya juga film. Nikmati saja," balas Julian santai sambil memakan popcorn.
Waktu berlalu tanpa terasa, hingga salah satu film berakhir. Nobu menguap lebar, melihat jam di dinding. "Hei, ini sudah jam 10 malam?! Kita belum makan malam!" serunya.
"Serius?!" Ane kaget. "Aku bahkan tidak merasa lapar karena terlalu fokus nonton."
"Yah, ada yang harus memasak sekarang," kata Julian sambil menatap K. "Bagaimana, K? Kau kan ahli masak."
K hanya menghela napas sambil bangkit. "Oke, aku masak. Tunggu saja di sini."
"Terima kasih, chef K!" ledek Brandon, diikuti tawa kecil dari yang lain.
K melangkah ke dapur dan membuka kulkas, mencari bahan yang mudah untuk dimasak. Dia mengeluarkan nasi, telur, dan sosis. "Masak yang simpel saja," gumamnya pelan.
Saat dia mulai mempersiapkan bahan, Chloe masuk ke dapur.
"Aku bantu," katanya tiba-tiba.
K meliriknya sekilas. "Tidak perlu. Aku bisa sendiri."
"Bukan soal itu. Kalau aku bantu, semuanya selesai lebih cepat. Semua orang sudah lapar, tahu," balas Chloe sambil mengikat rambutnya.
K hanya mengangkat bahu. "Terserah."
Mereka mulai bekerja sama. Chloe menggoreng sosis, sementara K menyiapkan nasi dan telur.
"Kau sering memasak?" tanya Chloe sambil membalik sosis di wajan.
"Lumayan," jawab K santai. "Lebih sering masak sendiri daripada beli makanan luar."
"Hebat juga. Aku jarang masak. Tapi aku suka mencoba," Chloe tersenyum kecil. "Masakanmu pasti enak, ya."
K hanya mengangguk. "Coba saja nanti."
Dalam waktu kurang dari 30 menit, mereka sudah selesai. Piring-piring berisi nasi, telur, dan sosis dengan saus siap diantar ke ruang TV. Chloe mengambil nampan besar, sementara K membawa dua piring tambahan. Mereka berjalan kembali ke ruang TV.
"Makan malam datang!" seru Chloe, membuat semua orang langsung bersemangat.
"Akhirnya! Aku sudah kelaparan!" kata Nobu sambil meraih piringnya.
"Terima kasih, chef K dan asisten Chloe!" canda Julian sambil mengangkat garpu.
"Jangan cuma berterima kasih, habiskan juga makanannya," jawab Chloe sambil duduk di sofa.
Suasana kembali ramai dengan suara sendok, garpu, dan obrolan.
"Kau benar-benar jago masak, K," komentar Froze sambil menikmati makanannya. "Sederhana, tapi rasanya mantap."
"Aku setuju," tambah Loomian sambil tersenyum. "Terima kasih sudah masak."
K hanya mengangguk pelan, sementara Chloe menyunggingkan senyum puas.
Setelah makan malam selesai, mereka mulai kembali ke kamar masing-masing. Nobu menggeliat sambil menguap lebar. "Ini hari yang panjang. Aku tidur duluan," katanya sambil berjalan ke arah tangga.
"Besok kita harus mulai menjelajahi tempat ini," kata Julia dengan semangat sebelum naik ke lantai dua.
"Setuju. Ini baru permulaan liburan," balas Ane.
Dengan perut kenyang dan hati puas, satu per satu mereka pergi ke kamar, meninggalkan ruang TV yang kini sunyi. Villa kembali tenang, hanya diisi suara angin dari luar dan gemerincing lembut gelas di dapur yang baru saja dibereskan.
Jam masih menunjukkan pukul lima pagi. Udara dingin menusuk dari celah-celah jendela villa yang besar. Chloe terbangun karena mendengar suara pintu kamar lain terbuka pelan. Matanya yang masih mengantuk mencoba menyesuaikan diri dengan gelapnya ruangan. Dari celah pintu kamarnya yang sedikit terbuka, dia mendengar langkah kaki pelan menuju tangga.
"Siapa yang sudah bangun sepagi ini?" gumam Chloe dalam hati. Rasa penasaran mengalahkan kantuknya, dan dia memutuskan untuk keluar mengecek. Mengenakan jaket tipis dan sandal, Chloe membuka pintu dan berjalan ke balkon lantai dua, mengintip ke arah pintu depan.
Dari atas, dia melihat bayangan Cramaric membuka pintu villa dan melangkah keluar. Chloe mengernyit, heran melihat teman sekelasnya yang biasanya riang itu bangun sepagi ini. "Apa yang dia lakukan?" pikirnya.
Chloe turun perlahan ke lantai bawah, langkahnya hati-hati agar tidak membangunkan yang lain. Ketika dia membuka pintu depan, hawa segar pagi langsung menyambutnya. Chloe memandang halaman villa yang luas dan mendapati sosok Cramaric sedang berlari di sana. Namun, yang membuatnya terkejut bukanlah fakta bahwa dia berlari, tetapi kecepatan luar biasa yang hampir mustahil untuk diikuti matanya.
Cramaric bergerak seperti kilat. Setiap langkahnya meninggalkan jejak samar berupa kilauan cahaya kuning yang melesat ke segala arah. Chloe bahkan tidak bisa melihat sosoknya dengan jelas, hanya bekas cahaya yang terus berpindah tempat.
"Apa-apaan itu?!" Chloe tertegun, hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Cramaric?!" teriaknya, mencoba memastikan.
Gerakan Cramaric tiba-tiba berhenti. Dia kini berdiri di depannya dengan napas yang sedikit memburu, tetapi wajahnya tetap penuh senyuman. "Oh, kau sudah bangun, Chloe?" sapanya santai.
Chloe memandangnya dengan mulut sedikit terbuka. "Apa yang baru saja kau lakukan? Kau bergerak… seperti kilat! Aku bahkan tidak bisa melihatmu dengan jelas!"
Cramaric terkekeh kecil, menggaruk bagian belakang kepalanya dengan sedikit malu. "Ah, itu... Ya, begitulah. Tapi ini rahasia ya."
"Rahasia apa?" Chloe masih mencoba memproses apa yang terjadi.
Cramaric menyeringai lebar, matanya berbinar-binar penuh semangat. "Aku baru saja membangkitkan tahap kedua kekuatan superku!"
Mata Chloe membelalak. "Yang benar saja? Kau membangkitkan tahap kedua?! Sejak kapan?!"
"Baru kemarin malam, saat kita tiba di villa ini," jawab Cramaric sambil mengangguk bangga. "Aku merasa ada perubahan besar pada tubuhku. Jadi pagi ini aku mencoba kekuatan baruku, dan hasilnya luar biasa!"
"Jadi sekarang apa kekuatanmu?" Chloe bertanya, masih belum percaya.
Cramaric tersenyum lebar, mengangkat tangannya seolah memberi isyarat untuk mendengarkan baik-baik. "Aku menyebutnya Voltia. Sekarang aku bisa berlari dan bergerak secepat sambaran petir! Kecepatanku meningkat berkali-kali lipat, Chloe! Aku seperti angin badai dengan listrik yang mengalir di setiap gerakanku!"
Chloe melangkah mundur, mencoba mencerna informasi itu. "Yang benar saja… Kau murid pertama di kelas kita yang mencapai tahap kedua. Ini luar biasa, Cramaric."
"Tentu saja! Tapi jangan bilang siapa-siapa dulu ya. Aku ingin ini jadi kejutan untuk yang lain," kata Cramaric sambil mengedipkan mata.
"Kau yakin? Ini berita besar," balas Chloe sambil melipat tangan di dada.
Cramaric mengangguk cepat. "Aku ingin melihat ekspresi mereka saat aku menunjukkan kemampuan ini nanti. Bisa kau bayangkan betapa terkejutnya Nobu? Atau bagaimana K akan bereaksi?"
Chloe tertawa kecil, membayangkan skenario tersebut. "Ya, aku yakin itu akan jadi kejutan besar. Tapi kau harus hati-hati. Jangan sampai kekuatan ini membuatmu ceroboh atau sombong."
"Tenang saja," Cramaric menepuk dadanya dengan percaya diri. "Aku akan menggunakannya dengan bijak. Dan hei, siapa tahu aku bisa melindungi kalian jika ada masalah di sini."
Chloe tersenyum tipis. "Itu sikap yang baik, Cramaric. Baiklah, aku janji tidak akan memberitahu yang lain."
"Terima kasih, Chloe. Kau memang teman yang bisa diandalkan," ujar Cramaric sebelum berlari lagi, meninggalkan jejak cahaya kuning yang indah di halaman.
Chloe memperhatikan gerakan kilatnya, kali ini dengan senyum kecil di wajahnya. "Cramaric benar-benar tak terduga," gumamnya sebelum kembali ke villa.
Di dalam hatinya, Chloe merasa bangga sekaligus kagum pada Cramaric. Dia pun bertanya-tanya kapan murid lain, atau bahkan dirinya sendiri, akan mencapai tahap kedua. Hal ini memotivasi Chloe untuk terus melatih kekuatannya. Pagi itu, semangat baru pun mulai tumbuh di dalam dirinya.
Chloe membuka lemari dapur, mencari bahan-bahan untuk menyiapkan sarapan. Dia baru saja mengambil beberapa butir telur ketika suara langkah pelan terdengar di belakangnya.
"Selamat pagi," suara familiar K memecah keheningan, membuat Chloe sedikit tersentak. Dia menoleh dan mendapati K berdiri di pintu dapur dengan rambut acak-acakan, tampak seperti baru saja bangun.
"P-pagi juga," jawab Chloe sedikit gugup, mencoba menyembunyikan keterkejutannya.
K menatap meja dapur yang sudah penuh dengan bahan-bahan makanan. "Kau sedang apa?" tanyanya dengan nada datar seperti biasa.
"Menyiapkan sarapan. Aku pikir, karena aku sudah bangun lebih dulu, aku bisa memulai duluan," jawab Chloe sambil mengembalikan fokusnya ke telur yang dipegangnya. Setelah beberapa detik berpikir, dia menoleh lagi. "Apakah kau mau membantu?"
K mengangkat bahu, lalu berjalan ke arahnya. "Ya… boleh saja. Apa yang harus kulakukan?"
Chloe sedikit terkejut. "Benarkah? Aku pikir kau akan bilang tidak."
K menyandarkan punggungnya ke meja sambil menguap. "Aku juga lapar. Kalau membantu mempercepat, kenapa tidak?"
Chloe tersenyum kecil, lalu menyerahkan mangkuk berisi beberapa telur kepadanya. "Baiklah, pecahkan telur-telur ini ke dalam mangkuk. Tapi hati-hati, jangan sampai ada kulitnya masuk."
K menerima mangkuk itu tanpa ekspresi berlebihan. "Mudah," gumamnya sambil mengambil telur pertama. Dia memecahkannya dengan gerakan kaku, dan kulit kecil jatuh ke dalam mangkuk.
"Kau bilang mudah, tapi lihat ini," Chloe terkekeh, mengambil sendok kecil untuk mengeluarkan pecahan kulit dari adonan telur.
"Hei, ini masih latihan," balas K dengan nada datar, tapi ada sedikit rasa jengkel dalam suaranya.
Chloe terkikik. "Baiklah, coba lagi. Kali ini lebih pelan."
Setelah beberapa kali mencoba, K akhirnya berhasil memecahkan telur dengan benar. Chloe tersenyum puas. "Bagus, kau cepat belajar."
K mengangkat alis. "Tentu saja. Kau pikir aku bodoh?"
"Tidak, aku tidak bilang begitu," Chloe tertawa kecil sambil mengambil wajan. Dia mulai memanaskan mentega, sementara K tetap berdiri di sampingnya, menonton setiap gerakannya.
"Jadi, kau sering masak?" tanya K tiba-tiba, mencoba mengisi keheningan.
Chloe mengangguk sambil menuangkan adonan telur ke dalam wajan. "Ya, aku suka memasak. Rasanya menyenangkan, terutama ketika orang lain menikmatinya. Bagaimana denganmu? Apa kau pernah masak sebelumnya?"
K menggeleng. "Jarang. Tapi aku pernah membuat mie instan."
Chloe tertawa mendengar jawaban itu. "Mie instan? Itu hampir tidak bisa disebut memasak, K."
K hanya mengangkat bahu lagi. "Hei, itu cukup untuk bertahan hidup."
Setelah beberapa menit, sarapan sederhana mulai terbentuk: telur dadar, roti panggang, dan sosis yang digoreng dengan sempurna. Chloe mengatur makanan di atas piring dengan rapi, sementara K membantu membawa piring-piring itu ke meja makan.
"Kurasa ini cukup untuk semua orang," kata Chloe sambil melihat hasil akhirnya.
K mengangguk pelan. "Ya, setidaknya ini lebih baik daripada tidak makan apa-apa."
Satu per satu, teman-teman mereka mulai bangun dan menuju ruang makan, tertarik oleh aroma harum makanan yang memenuhi villa. Nobu adalah yang pertama muncul.
"Hah?! Chloe dan K yang masak?!" serunya dengan mata lebar. "Aku tidak percaya K bisa masak!"
"Hei, aku hanya membantu," balas K tanpa emosi, tapi Chloe bisa melihat sedikit rasa bangga di matanya.
Cramaric menyusul sambil menggosok matanya. "Apa ini? Telur dadar? Wah, ini terlihat enak!"
Brandon menepuk bahu K dengan senyum lebar. "Kau ternyata punya bakat tersembunyi, K. Aku tidak tahu kau bisa masak."
K hanya mendengus. "Aku tidak sehebat itu. Chloe yang melakukan sebagian besar pekerjaan."
Chloe hanya tersenyum, tidak mengatakan apa-apa, tetapi merasa senang mendengar semua pujian untuk usaha mereka.
Saat semua orang duduk untuk sarapan bersama, suasana menjadi lebih hidup. Mereka berbicara tentang rencana mereka untuk hari itu, tentang tempat-tempat di sekitar villa yang ingin mereka jelajahi, dan bahkan saling menggoda tentang siapa yang bangun paling siang.
Meskipun sederhana, pagi itu menjadi momen kecil yang menyenangkan bagi mereka semua, terutama Chloe dan K yang tanpa sadar mulai saling memahami lebih baik.
Chloe memasuki dapur villa, bersiap menyiapkan sarapan untuk teman-temannya. Saat dia sedang memeriksa isi lemari dapur, suara langkah pelan terdengar dari belakang.
"Selamat pagi," suara familiar K memecah keheningan.
Chloe sedikit terkejut, tapi segera menoleh. "Pagi juga," jawabnya, menatap K yang terlihat lebih segar dari biasanya meski rambutnya sedikit acak-acakan.
"Apa yang kau lakukan di dapur sepagi ini?" tanya K sambil menyandarkan tubuhnya ke meja dapur.
"Menyiapkan sarapan. Kupikir karena aku bangun lebih dulu, aku bisa membuat sesuatu untuk kita semua," jawab Chloe sambil tersenyum kecil. "Kau mau membantu?"
K mengangkat alis. "Tentu saja. Aku bahkan bisa masak lebih baik daripada kau."
Chloe terkekeh, lalu menantangnya. "Oh? Kau terdengar percaya diri sekali. Kalau begitu, buktikan."
K mengambil celemek yang tergantung di dinding dapur dan memakainya dengan santai. "Kau akan melihat seni memasak yang sesungguhnya."
Chloe mengamati K dengan rasa ingin tahu. "Baiklah, juru masak hebat. Apa rencanamu?"
K mulai mengumpulkan bahan-bahan dengan cekatan: telur, sosis, nasi dingin dari kulkas, dan beberapa bumbu sederhana. "Kita buat nasi goreng dengan telur dan sosis. Cepat, mudah, dan cukup untuk semua orang."
Chloe terkesan dengan ketangkasannya. "Kau terlihat seperti sering memasak."
K menyalakan kompor sambil tersenyum tipis. "Setiap hari. Aku tidak punya pilihan selain belajar masak sendiri."
Chloe sedikit tertegun mendengar nada serius dalam jawabannya. Tapi dia tidak bertanya lebih jauh, memilih untuk fokus membantu. "Kalau begitu, aku akan memotong sosisnya."
"Pastikan ukurannya seragam," kata K sambil menuangkan minyak ke dalam wajan yang sudah panas.
Dalam beberapa menit, dapur mulai dipenuhi aroma harum dari nasi goreng yang dimasak dengan sempurna. Chloe memperhatikan K mencampur bumbu dengan ketelitian yang luar biasa. Gerakannya begitu alami, seolah memasak adalah hal yang sudah biasa dia lakukan.
"Wow, kau benar-benar jago," kata Chloe, sedikit kagum.
K hanya mengangguk sambil terus mengaduk nasi di wajan. "Aku bilang, bukan? Ini seni."
Setelah selesai, mereka menyajikan nasi goreng di beberapa piring besar, masing-masing dihias dengan telur mata sapi dan sosis goreng. Chloe membantu membawa piring-piring itu ke meja makan di ruang tengah.
Beberapa teman mereka sudah mulai bangun, tertarik oleh aroma makanan yang lezat.
"Apa ini? Nasi goreng?" seru Brandon yang baru saja muncul dengan rambut acak-acakan. "Kok aromanya kayak dari restoran mahal?"
"Itu karena aku yang masak," jawab K dengan nada datar, tapi Chloe bisa melihat ada sedikit kebanggaan di matanya.
"K? Masak?!" Nobu terlihat tak percaya. "Kau serius?!"
Chloe tersenyum sambil duduk di kursi. "Dia benar-benar jago. Kau harus coba dulu sebelum berkomentar."
Cramaric yang sudah duduk mengambil suapan pertama dan langsung berseru, "Gila! Ini enak banget! K, kau harus buka restoran!"
"Terlalu merepotkan," jawab K sambil menyantap sarapannya sendiri.
Semua orang akhirnya berkumpul di meja makan, menikmati sarapan bersama sambil bercanda dan berbicara tentang rencana mereka untuk hari itu.
Brandon menunjuk K dengan garpu. "Kau harus masak lagi nanti malam. Kalau sarapan ini sebaik ini, aku penasaran bagaimana kau memasak makanan lain."
"Jangan mimpi. Aku masak sekali saja sudah cukup," balas K.
Nobu mendengus. "Chloe, pastikan dia tetap masak. Kalau perlu, ancam dia!"
Chloe tertawa kecil. "Aku tidak akan memaksa. Tapi siapa tahu, mungkin dia akan berubah pikiran."
Sarapan itu menjadi momen kecil yang hangat, membuat semua orang merasa lebih dekat satu sama lain. Dan meski K terlihat acuh seperti biasanya, ada sesuatu dalam caranya memasak yang membuat Chloe merasa dia bukan orang yang sekeras yang dia tunjukkan.
Mereka selesai sarapan sekitar pukul setengah enam pagi, dan suasana di villa mulai ramai dengan suara obrolan yang ringan. Julia berdiri di ruang tengah, sambil tersenyum ke arah semua orang yang sudah berkumpul.
"Hei, semua! Aku tahu tempat keren di sekitar sini," kata Julia, penuh semangat. "Ada halaman luas dengan udara segar dan bunga-bunga indah. Kita bisa berjalan-jalan ke sana sebelum memulai kegiatan hari ini."
"Halaman? Apa spesialnya?" tanya Nobu dengan ekspresi skeptis, sambil menyilangkan tangan.
"Percayalah, kau tidak akan kecewa. Lagipula, kita perlu bergerak setelah makan besar tadi, bukan?" Julian menimpali sambil merentangkan tangan seperti sedang meregangkan otot.
Brandon, yang sudah mengenakan sepatu olahraga, mengangguk setuju. "Aku setuju! Lagipula, udara di sini enak banget buat jalan-jalan pagi."
Chloe yang sedang membantu membersihkan meja hanya tersenyum kecil. "Aku suka bunga. Jadi, aku ikut."
"Aku juga, aku juga!" teriak Cramaric penuh semangat. "Mungkin aku bisa lari di sana, siapa tahu aku bisa lebih cepat lagi!"
K, yang sedang bersandar di dinding dengan tangan di saku, menghela napas. "Berjalan ke lapangan pagi-pagi? Kedengarannya melelahkan."
Julia memutar mata sambil menatap K. "Kau baru saja makan enak, K. Sedikit aktivitas tidak akan membunuhmu."
"Belum tentu," balas K dengan nada datar, tetapi dia tetap mengikuti mereka yang mulai bersiap-siap keluar villa.
Mereka memulai perjalanan pukul enam pagi, berjalan santai menyusuri jalan setapak kecil yang dikelilingi oleh pohon-pohon pinus tinggi. Udara pagi yang dingin terasa menyegarkan, dan suara kicauan burung mengiringi langkah mereka.
"Tempat ini terasa seperti dunia lain," kata Loomian sambil mengamati burung kecil yang bertengger di dahan pohon. "Damai sekali."
"Setuju," tambah Froze. "Jauh dari kebisingan kota. Rasanya seperti liburan yang sesungguhnya."
Di depan, Nobu berjalan dengan langkah cepat, mencoba mendahului semua orang. "Cepat, kalian lambat sekali! Aku ingin sampai duluan dan melihat seperti apa tempat itu."
"Santai saja, Nobu," kata Chloe sambil tertawa kecil. "Kita masih punya banyak waktu."
Cramaric tiba-tiba melesat ke depan dengan kecepatannya yang seperti kilat, meninggalkan jejak samar seperti sambaran petir. "Aku duluan, hahaha!" teriaknya.
"Hei! Itu curang!" teriak Nobu dengan kesal, berlari mengejar Cramaric meskipun tahu dia tidak akan bisa menyusul.
K berjalan di belakang, dengan langkah pelan sambil memasukkan tangannya ke dalam saku. Chloe memperhatikan K dari samping dan tersenyum kecil.
"Kau benar-benar lamban, ya," kata Chloe dengan nada menggoda.
"Aku hanya menikmati perjalanan," balas K santai. "Kenapa terburu-buru?"
Julia, yang memimpin kelompok, menoleh ke belakang dan mengangkat tangan. "Hei, semua! Kita hampir sampai! Bersiaplah untuk pemandangan yang luar biasa."
Mereka tiba di lapangan luas itu sekitar pukul 6:24 pagi, dan semua langsung terdiam sejenak, kagum dengan apa yang mereka lihat.
Lapangan itu begitu luas, seakan tidak ada ujungnya. Bunga-bunga liar berwarna-warni tumbuh di setiap sudut, dikelilingi rerumputan hijau yang lembut. Udara terasa begitu segar, dengan embusan angin sepoi-sepoi yang membawa aroma manis bunga. Langit biru cerah tampak lebih dekat dari biasanya, dan awan-awan putih menggantung rendah, seolah bisa dijangkau dengan tangan.
"Ini... luar biasa," kata Chloe dengan suara pelan, matanya berbinar melihat bunga-bunga yang bergoyang lembut tertiup angin.
"Seperti di dalam mimpi," tambah Loomian, yang langsung duduk di rerumputan, membiarkan hembusan angin menyentuh wajahnya.
Cramaric, yang tidak bisa diam, mulai berlari-lari di antara bunga-bunga. "Lihat ini! Lapangannya sempurna untuk balapan!"
Brandon mengangguk setuju. "Kita bisa main basket di sini kalau ada ringnya."
Froze berjalan ke tengah lapangan sambil merentangkan tangan. "Aku bisa tinggal di sini selamanya."
Nobu menghela napas sambil meletakkan tangannya di pinggul. "Oke, ini memang bagus. Tapi kita ngapain sekarang?"
Julia tersenyum sambil menoleh ke Julian. "Kita nikmati saja. Duduk, main, atau apapun yang kau mau. Ini momen untuk bersantai."
K, yang masih berdiri di tepi lapangan, hanya menatap langit. Chloe mendekatinya dan menoleh ke arah yang sama.
"Kau tidak ingin bergabung dengan yang lain?" tanyanya.
"Aku menikmati pemandangan dari sini," balas K singkat.
Chloe tersenyum kecil. "Kadang-kadang, aku lupa kalau kau juga bisa menghargai hal-hal sederhana."
K menatap Chloe sebentar, lalu kembali melihat ke langit. "Aku hanya suka tempat yang tenang."
Beberapa saat kemudian, suara tawa dan obrolan teman-temannya memenuhi udara. Mereka semua mulai menikmati lapangan itu dengan cara mereka masing-masing, menciptakan momen kebahagiaan yang akan mereka kenang selamanya.
Lapangan luas itu menjadi pusat tawa dan keceriaan. Semua orang bermain dengan caranya masing-masing, bahkan mulai menggunakan kekuatan mereka untuk saling unjuk kemampuan. Suara angin yang bertiup lembut berpadu dengan suara riuh penuh semangat.
Brandon dan Cramaric sudah memulai balapan di sepanjang lapangan. "Kali ini aku pasti menang!" teriak Brandon penuh percaya diri.
Cramaric hanya tertawa kecil, lalu melesat seperti kilat, meninggalkan jejak kuning samar di belakangnya. "Kau serius? Aku sudah di garis finish!"
Brandon berhenti di tengah jalan dengan napas tersengal-sengal. "Aku menyerah. Kau curang dengan kecepatan petirmu itu."
"Bukannya curang, itu bakat!" balas Cramaric sambil terkekeh, lalu berlari kembali untuk memulai balapan lagi dengan Froze, yang mencoba melapisi lintasan dengan es.
Di sisi lain lapangan, Julia dan Julian tengah memamerkan kekuatan mereka menciptakan senjata sihir. Julian mengayunkan pedang bercahaya biru, sementara Julia dengan elegan memegang busur sihir.
"Kita adu tembakan, ya," kata Julia, membidik target imajiner di kejauhan.
Julian menggeleng sambil tersenyum kecil. "Jangan menangis kalau kalah."
Panah sihir Julia melesat cepat, menghantam sebuah batu kecil yang langsung hancur menjadi serpihan. Julian, tak mau kalah, melempar pedangnya seperti bumerang, menghancurkan batu lain yang lebih besar.
"Kurasa aku menang," ucap Julian santai.
"Jangan sombong," balas Julia, tetapi senyum tipis di wajahnya menunjukkan bahwa ia menikmati persaingan ini.
Di dekat sebuah pohon besar di tepi lapangan, K duduk bersandar dengan tangan disilangkan di dada. Ia menikmati suasana damai di tengah keramaian teman-temannya, matanya tertuju pada langit biru yang tenang.
Chloe, yang sedang memperhatikan dari kejauhan, akhirnya mendekat sambil membawa segelas air. "Hei," sapanya pelan.
K menoleh sebentar, lalu kembali menatap langit. "Apa kau butuh sesuatu?" tanyanya dengan nada datar.
Chloe menggeleng, lalu duduk di sampingnya. "Tidak, aku hanya ingin tahu kenapa kau duduk di sini sendiri. Kau tidak bosan?"
"Tidak. Ini gaya hidupku," balas K tanpa ekspresi.
Chloe terkekeh kecil. "Kau benar-benar aneh."
"Kau lebih aneh. Kenapa malah mengganggu orang yang ingin diam?" K menoleh sedikit, menatap Chloe dengan alis terangkat.
"Karena aku ingin," jawab Chloe santai, lalu menyandarkan kepalanya ke pundak K.
K tampak bingung sesaat, lalu kembali menatap langit. "Kau benar-benar keras kepala."
"Dan kau terlalu pendiam," balas Chloe cepat. "Tapi, aku suka sisi itu darimu."
K tidak menjawab, tetapi matanya berkedip sebentar, menunjukkan sedikit keheranan sebelum ia kembali ke ekspresi datarnya.
Di sisi lain lapangan, Nobu dan Ane sedang bermain gelembung sihir yang dibuat oleh Ane.
"Coba kau masuk ke dalamnya!" tantang Ane sambil menciptakan sebuah gelembung besar.
Nobu menatap gelembung itu skeptis. "Kau yakin aku tidak akan terperangkap selamanya?"
"Percaya saja. Aku mengendalikan ini."
Nobu akhirnya melompat masuk, dan gelembung itu mengangkatnya beberapa sentimeter dari tanah.
"Wah! Aku merasa seperti terbang!" teriak Nobu dengan semangat, membuat Ane tertawa.
"Kau seperti anak kecil," kata Ane sambil menggoyangkan gelembung itu sedikit.
"Hei, jangan goyangkan! Aku bisa jatuh!" balas Nobu, tetapi tawanya tidak bisa ditahan.
Mereka semua menikmati momen ini dengan caranya masing-masing. Loomian duduk di rerumputan sambil berbicara dengan seekor burung kecil, sementara Froze mencoba membuat jalur es untuk bermain ski. Nobu akhirnya keluar dari gelembung dan mulai bermain adu argumen dengan Brandon soal siapa yang lebih keren.
Jam demi jam berlalu tanpa mereka sadari. Chloe masih duduk di samping K, kini berbicara tentang hal-hal kecil seperti pemandangan bunga-bunga di sekitar mereka.
"Aku suka tempat seperti ini," kata Chloe tiba-tiba. "Damai, indah... Seperti mimpi."
"Hn," gumam K singkat. "Tempat ini memang lumayan."
Ketika matahari mulai tinggi di langit, Julian akhirnya berdiri dan berseru. "Hei, teman-teman! Sudah hampir jam satu. Kita harus kembali ke villa sebelum kelaparan menyerang."
Semua orang mulai berkumpul kembali, meski beberapa masih enggan meninggalkan lapangan itu. Mereka berjalan perlahan kembali ke villa dengan senyum puas di wajah mereka, membawa kenangan indah dari pagi yang luar biasa itu.
Pemandangan lapangan luas yang mereka tinggalkan berganti dengan suasana restoran klasik terbuka yang penuh kehangatan. Meja-meja kayu tertata rapi di bawah naungan pohon rindang, dengan pemandangan pegunungan di kejauhan dan angin sepoi-sepoi yang membuat dedaunan bergoyang lembut. Burung-burung berkicau, menambah harmoni alam yang begitu damai.
"Akhirnya! Makanan!" seru Fritz sambil menjatuhkan diri di salah satu kursi kayu. Ia segera menatap menu dengan mata berbinar. "Aku mau mencoba semuanya!"
Julia menghela napas sambil membuka menu. "Kau ini selalu lapar. Jangan sampai uang kita habis gara-gara nafsu makanmu."
"Hei, aku kan butuh energi buat bertahan hidup," balas Fritz santai.
"Energi atau alasan, ya?" gumam Nobu sambil tertawa kecil.
Sementara itu, Cramaric masih asyik pamer kecepatan. Ia berlari bolak-balik dari restoran ke villa untuk menunjukkan betapa cepatnya ia sekarang.
"Lihat ini, aku bisa kembali ke villa dalam waktu kurang dari lima detik!" serunya, melesat secepat kilat dan kembali sebelum mereka sempat berkedip.
Ane, yang duduk di sebelah Loomian, memegang kepalanya. "Astaga, aku jadi pusing melihat dia bergerak. Bagaimana mungkin dia bisa setenaga itu pagi-pagi?"
Loomian tertawa kecil sambil meminum teh herbal yang baru saja disajikan. "Biarkan dia menikmati. Dia pasti sangat bangga dengan kekuatan tahap keduanya."
Di sudut lain meja, K duduk diam sambil menatap pemandangan luar. Chloe, seperti biasa, tidak ingin melewatkan kesempatan untuk berbicara dengannya.
"Kau memesan apa?" tanya Chloe sambil mencondongkan tubuh sedikit mendekat.
"Apa saja yang cepat selesai," jawab K datar tanpa menoleh.
Chloe mengangkat alis. "Kau ini, bahkan dalam urusan makanan, malas memilih. Kalau begitu, aku pilihkan untukmu, ya?"
K hanya mengangguk kecil, membuat Chloe tersenyum tipis. "Dasar. Kau ini terlalu santai."
"Dan kau terlalu cerewet," balas K singkat, tapi nada suaranya terdengar lebih ringan dari biasanya.
Di tengah keramaian, Brandon sibuk berbicara tentang pertandingan basket yang ia tonton kemarin.
"Kalian tahu? Aku yakin kalau aku punya kekuatan kayak Cramaric, aku bisa jadi atlet tercepat di dunia. Bayangkan, layup sambil melesat seperti kilat!" katanya dengan penuh semangat.
Froze, yang sedang memotong roti panggangnya, mendengus kecil. "Dan lapangan basketnya akan terbakar karena gesekan sepatumu. Ide buruk."
"Hei! Itu tidak mungkin terjadi. Aku akan pakai sepatu khusus."
"Atau mungkin, kau akan dilarang bermain karena curang," tambah Chloe, yang mendengarnya dari kejauhan.
Brandon memasang wajah sok serius. "Kalian ini tidak mendukung cita-citaku."
Pesanan mulai datang satu per satu, dari roti panggang hangat dengan mentega, steak yang matang sempurna, hingga jus segar dari buah lokal. Aroma makanan memenuhi udara, membuat perut semua orang bergejolak.
"Wow, lihat ini!" seru Nobu sambil menatap steak yang ada di hadapannya. "Aku sudah lapar banget. Ayo makan!"
Semua mulai menikmati makanan dengan penuh semangat. Julia mengunyah pelan sambil memandangi pemandangan luar. "Tempat ini benar-benar indah. Aku ingin tinggal di sini selamanya."
Julian, yang duduk di sebelahnya, mengangguk setuju. "Iya. Kalau tempat ini ada di kota, pasti sudah penuh orang."
Ane menambahkan, "Tapi itulah yang membuat tempat ini istimewa. Damai, jauh dari keramaian."
Saat mereka selesai makan, burung-burung kecil mulai mendekati meja mereka, mencari remah-remah makanan. Loomian, yang memiliki kemampuan berbicara dengan hewan, dengan senyum kecil mulai berinteraksi dengan mereka.
"Hei, mereka bilang tempat ini memang sering jadi tujuan burung-burung karena aman," kata Loomian sambil menunjuk burung pipit yang berkicau ceria.
Fritz menatap dengan kagum. "Kau serius? Kau benar-benar bisa bicara dengan mereka?"
Loomian mengangguk. "Tentu saja. Tapi mereka hanya mengerti hal-hal sederhana."
Jam menunjukkan pukul satu siang, dan mereka semua terlihat puas dan tenang.
"Oke, waktunya kembali ke villa," seru Julia sambil berdiri. "Kita masih punya sisa hari untuk menikmati tempat ini."
Semua bangkit dari kursi mereka dengan senyum lebar, siap melanjutkan hari yang penuh dengan tawa dan kebahagiaan. Pemandangan indah, udara segar, dan kebersamaan membuat pengalaman itu terasa sempurna.
Semua berjalan seperti biasa,Hingga malam, beberapa orang menonton tv,Dan ada juga yang sudah tidur.
Di bawah langit malam yang bertabur bintang, K duduk bersandar di bawah pohon besar di depan villa. Angin malam berhembus lembut, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang khas. Dari tempat itu, pemandangan lembah dan lampu-lampu kota kecil di kejauhan terlihat seperti lautan cahaya kecil yang berkelap-kelip. Suasana sangat hening, hanya suara serangga malam yang sesekali memecah keheningan.
K menatap jauh ke depan, menikmati ketenangan yang jarang ia rasakan di tengah keramaian villa. Ia menghela napas panjang, seolah membiarkan udara dingin membawa pergi semua beban yang tersisa di dadanya.
Tak lama kemudian, suara langkah ringan terdengar mendekat. K tidak perlu menoleh untuk tahu siapa itu.
"Kau sendirian di sini?" suara Loomian terdengar pelan, hampir seperti bisikan yang segan mengganggu malam.
"Hmm," gumam K pendek tanpa berpaling.
Loomian tersenyum kecil dan duduk di sebelahnya, meniru posisi K yang bersandar santai pada batang pohon. "Tempat ini tenang sekali, ya. Aku bisa mengerti kenapa kau memilih duduk di sini daripada di dalam."
"Kadang, keheningan lebih menyenangkan," jawab K singkat, tetap memandang ke depan.
"Benar juga," kata Loomian sambil mengangkat wajahnya, menatap bintang-bintang di atas. "Aku suka malam seperti ini. Tidak ada suara keramaian, hanya kita dan alam."
K tidak merespons, tapi dia tidak terlihat terganggu. Itu membuat Loomian tersenyum lagi, menyadari bahwa K memang lebih suka berbicara melalui keheningan daripada kata-kata.
Setelah beberapa saat diam, Loomian memecah sunyi dengan suara pelan. "Kau sering meluangkan waktu seperti ini? Duduk sendiri, di tempat tenang?"
K mengangguk kecil. "Sering. Kadang, dunia terasa terlalu ramai. Di sini, aku bisa merasa... damai."
"Aku mengerti," kata Loomian pelan. "Aku juga suka menyendiri, meskipun alasanku berbeda. Kadang, aku butuh waktu untuk merenung, berbicara dengan hewan-hewan di sekitarku, atau sekadar mendengar alam."
K mengerutkan alis. "Berbicara dengan hewan... Apa mereka benar-benar berbicara kembali padamu?"
Loomian terkekeh kecil. "Ya, mereka berbicara. Tapi tidak seperti manusia. Lebih seperti... emosi yang diterjemahkan menjadi kata-kata. Mereka berbagi perasaan, kekhawatiran, bahkan kebahagiaan."
"Menarik," kata K singkat.
Loomian menoleh, mencoba membaca ekspresi K yang tetap tenang. "Kau sendiri, apa kau pernah merasa ingin berbagi sesuatu? Bukan hanya dengan orang lain, tapi mungkin dengan alam, atau bahkan hanya dengan dirimu sendiri?"
K terdiam sejenak, lalu menjawab dengan suara datar. "Mungkin. Tapi aku lebih memilih memikirkannya dalam diam. Kata-kata kadang tidak bisa mengungkapkan apa yang ada di kepala."
Loomian tersenyum. "Aku rasa itu juga caramu menikmati hidup, ya. Diam-diam, tapi penuh arti."
Angin malam bertiup lagi, membuat rambut Loomian yang pendek sedikit bergerak. Suasana begitu damai, seolah dunia berhenti berputar untuk memberi mereka waktu.
"K," kata Loomian tiba-tiba, suaranya lebih serius kali ini. "Aku tahu kita tidak terlalu dekat, tapi aku merasa kau berbeda dari yang lain. Ada sesuatu dalam dirimu yang sulit dijelaskan. Sesuatu yang... menarik."
K mengangkat bahu. "Aku hanya seseorang yang biasa saja."
"Mungkin, tapi kau memiliki cara pandang yang berbeda. Kau tenang, tapi kuat. Aku rasa itu adalah hal yang membuatmu... istimewa."
K tidak merespons, hanya menatap lurus ke depan. Tapi tatapannya sedikit melunak.
"Kau tahu," lanjut Loomian, "aku selalu percaya bahwa setiap orang punya caranya sendiri untuk menghadapi dunia. Kau memilih caramu sendiri, dan itu... keren."
K akhirnya menoleh sedikit ke arahnya. "Kau terlalu banyak bicara."
Loomian tertawa kecil, tidak merasa tersinggung. "Mungkin. Tapi aku serius."
Mereka kembali diam, menikmati malam yang begitu indah. Bintang-bintang terlihat semakin cerah, seolah menyaksikan percakapan sederhana namun penuh makna antara dua teman ini.
Ketika jam menunjukkan pukul dua belas, Loomian berdiri dan mengusap debu dari celananya. "Sudah cukup larut. Kita harus masuk sebelum Julia bangun dan marah karena kita tidak tidur."
K berdiri perlahan, meregangkan tubuhnya. "Kau benar. Aku tidak ingin mendengar omelannya."
Keduanya berjalan kembali ke villa dalam keheningan, hanya ditemani suara langkah kaki mereka. Ketika mereka masuk ke dalam, lantai bawah sudah gelap dan sepi, hanya terdengar suara dengkuran halus dari salah satu kamar.
"Selamat malam, K," kata Loomian dengan senyum kecil sebelum menaiki tangga.
"Selamat malam," jawab K pendek, sebelum berjalan ke kamarnya sendiri.
Malam itu berakhir dengan ketenangan yang sempurna, seperti harmoni alam yang tidak ingin diganggu. Bagi K dan Loomian, itu adalah momen kecil yang tidak akan mereka lupakan.
Langit senja kota menyambut mereka saat van perlahan memasuki jalanan yang ramai. Setelah 30 jam perjalanan yang membosankan, rasa lega terpancar dari wajah mereka saat akhirnya tiba di kota. Lampu-lampu jalan yang mulai menyala dan kesibukan sore kota terasa seperti menyambut kepulangan mereka dengan hangat.
"Akhirnya! Aku merasa punggungku akan patah kalau perjalanan ini diperpanjang lima menit lagi," keluh Nobu sambil meregangkan tubuhnya di kursi van.
"Kau terus mengeluh sepanjang perjalanan. Apa tidak capek, Nobu?" tanya Chloe dengan nada datar tapi sedikit bercanda.
"Capek? Tentu saja! Aku capek duduk, capek mendengar ocehan Brandon tentang basket, dan capek karena Froze terus tidur di bahuku!" Nobu menjawab dengan wajah kesal sambil menunjuk Froze, yang masih terlihat setengah sadar.
Froze menguap panjang dan mengangkat bahu. "Tidur adalah strategi terbaik dalam perjalanan panjang. Kau yang salah karena tidak bisa menikmatinya."
Semua tertawa mendengar jawaban santai Froze. Julia memeriksa catatannya untuk terakhir kali. "Baiklah, teman-teman. Ini saatnya berpisah. Terima kasih atas perjalanan yang luar biasa. Jangan lupa membawa pulang kenangan yang indah ini."
"Dan jangan lupa membawa pulang tugas-tugas yang menumpuk," tambah Cramaric dengan senyuman nakal, membuat beberapa orang mengeluh keras.
"Serius, kenapa kau harus mengingatkan itu sekarang?" keluh Ane sambil memukul lengan Cramaric pelan.
"Karena itu kenyataan, Ane. Hidup kita tidak semanis suasana villa," jawab Cramaric sambil tertawa kecil.
Satu per satu, mereka turun dari van, berpamitan dengan pelukan dan salam singkat. Chloe tersenyum kecil kepada K sebelum turun. "Sampai ketemu di nanti, ya."
K hanya mengangguk pelan. "Ya. Sampai jumpa."
Setelah semua kembali ke rumah masing-masing,K sampai dirumah sederhana nya yang kumuh di gang kecil itu.membawa tasnya, dan langsung disambut oleh kakeknya yang berdiri di teras.
"Ah! Kau akhirnya pulang," sapa kakeknya dengan suara hangat.
K berjalan mendekat dan memeluk kakeknya dengan erat. "Aku pulang, Kek."
"Jadi, bagaimana perjalananmu? Apakah menyenangkan?" tanya kakeknya sambil tersenyum lebar.
K menghela napas kecil dan mengangguk. "Yah... Itu bagus lah. Cukup untuk membuatku lupa tugas-tugas untuk sementara."
Kakeknya tertawa pelan. "Baiklah, kalau begitu. Masuklah. Kau pasti lelah."
K mengangguk, lalu berjalan masuk ke rumahnya. Dia langsung naik ke lantai dua menuju kamarnya yang sudah terasa seperti zona nyaman setelah perjalanan panjang itu.
Saat dia meletakkan tasnya di sudut ruangan, tubuhnya langsung jatuh ke kasur. Tapi ketenangan itu hanya bertahan beberapa detik. Dia meraih ponselnya yang bergetar di meja. Saat dibuka, dia langsung melihat ratusan notifikasi. Grup chat kelasnya sudah seperti pasar malam, dipenuhi pesan dari teman-temannya.
"SIAPA YANG PAKE KELAS KITA BUAT LOMBA TEATER?! JAWAB SEKARANG!!!" tulis Nobu dengan huruf kapital.
"Nobu, tenang. Itu untuk acara sekolah," balas Brandon.
"TENANG KEPALA KAU! TUGAS KITA SUDAH NUMPUK, SEKARANG ADA TEATER?! KONTOOOO-"
K membaca pesan-pesan itu dengan tatapan datar, tapi sudut bibirnya sedikit terangkat. "Seperti biasa, grup ini tidak pernah berubah," gumamnya sambil mematikan ponselnya dan melemparkannya ke meja.
Dia menatap langit malam dari jendela kamarnya yang terbuka. Angin sepoi-sepoi membawa aroma kota yang khas. Meskipun tubuhnya lelah, ada rasa nyaman yang aneh menyelimuti hatinya.
"Akhirnya rumah," katanya pelan, sebelum membenamkan wajahnya ke bantal. Dalam hitungan menit, K sudah terlelap, membiarkan semua tugas dan drama grup chat menunggu hingga esok pagi.
Di luar, bulan bersinar terang, seperti mengucapkan selamat malam kepada mereka semua yang baru saja pulang dari perjalanan penuh kenangan. Dan begitulah, hari-hari mereka kembali ke rutinitas, membawa cerita baru yang akan selalu dikenang.