WebNovelOk..94.12%

15. Survivor in the jungle - 1

Memasuki Portal

Saat K, Julia, Julian, dan Chloe melangkah melewati portal pertama, dunia di sekitar mereka berubah dalam sekejap. Suasana kelas yang tertutup berganti menjadi pemandangan alam liar yang mencekam. Mereka sekarang berdiri di tengah hutan belantara yang tak berujung. Pepohonan raksasa menjulang tinggi, daun-daunnya menutupi cahaya matahari, membuat tempat itu terasa suram. Udara lembap dan dingin menyelimuti mereka, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang membusuk.

"Jadi… ini tempatnya," gumam Chloe sambil mengamati sekeliling. Matanya tajam seperti biasa, menganalisis setiap sudut area.

"Hutan ini… jauh lebih besar dari yang kubayangkan," tambah Julian, mencoba terdengar santai meskipun jelas ada ketegangan dalam suaranya.

Julia menghela napas panjang, tangannya terlipat di dada. "Apa kalian tidak mendengar Vishap tadi? Ini ujian bertahan hidup, bukan piknik. Lebih baik kita bersiap."

K hanya berdiri diam, memandang ke depan tanpa ekspresi. Ia tidak mengucapkan sepatah kata pun, seperti biasa. Namun, ada sesuatu yang berbeda kali ini. Sikapnya yang tenang terasa menonjol, bahkan mengintimidasi.

Penjelasan dari Alisia

Beberapa menit setelah semua murid dari berbagai kelas berkumpul, udara tiba-tiba bergetar. Suara mendesing keras terdengar di atas kepala mereka, dan seketika itu pula sebuah hologram raksasa muncul di udara. Sosok Alisia, wakil ketua OSIS, terlihat dengan senyum ceria namun aura dingin yang menekan.

"Hai hai hai! Selamat datang di ujian bertahan hidup!" suaranya menggema, lembut tapi tegas, membuat seluruh perhatian langsung tertuju padanya.

Beberapa murid terlihat lega, mengira Alisia adalah pembawa pesan yang ramah. Namun, wajah mereka langsung berubah saat mendengar kalimat pertama.

"Di ujian ini, kalian akan membentuk kelompok berisikan tiga orang. Tapi sebelum itu, izinkan aku menjelaskan beberapa aturan penting."

Alisia melambaikan tangannya, dan hologram lain muncul, menampilkan peta raksasa dari area hutan tempat mereka berada.

"Pertama, kalian akan berada di alam liar ini—yang luasnya sekitar 30.000 km—selama tiga hari. Artinya, kalian harus makan, minum, tidur, dan bertahan hidup di sini. Tidak ada pengecualian."

"TIGA HARI!?" teriak seseorang dari kerumunan. Wajahnya memucat, jelas panik dengan informasi itu.

Namun, tidak semua orang terkejut. Julia mendengus pelan. "Cengeng. Kalau itu terlalu sulit, sebaiknya dia langsung menyerah saja."

Julian tersenyum kecil. "Kau tahu, tidak semua orang sekuat dirimu, Julia."

Chloe tetap tenang, matanya tak lepas dari hologram Alisia. "Tiga hari cukup lama… tapi ini bukan hal yang tidak mungkin."

K hanya mendengarkan, tetap tak bergeming.

Alisia melanjutkan dengan nada yang lebih riang, meskipun kalimat yang keluar justru semakin membuat bulu kuduk berdiri.

"Kedua, setiap 12 jam, aku akan mengumumkan event yang akan berlangsung di empat wilayah: Utara, Selatan, Timur, dan Barat. Event-event ini akan memberikan sumber daya khusus bagi yang berani dan cukup pintar untuk mengambilnya."

Mata beberapa murid mulai berbinar dengan antusiasme, tapi sebagian besar masih tegang.

"Ketiga," lanjut Alisia, senyumnya semakin lebar. "Kalian diizinkan untuk mencuri, menyerang, atau bahkan memancing monster untuk menjatuhkan kelompok lain. Dan satu hal lagi—dilarang keras membuat aliansi antar kelompok. Jika ketahuan, kalian akan langsung dieliminasi."

Kali ini, keributan besar pecah di antara para murid.

"Ini gila!" teriak seseorang. "Apa maksud mereka? Mereka ingin kita saling bunuh!?"

"Tenang," ujar Chloe pelan, matanya memperhatikan setiap murid. "Aturannya jelas. Bertahan hidup berarti tidak ada belas kasihan."

Julia menyeringai. "Oh, aku suka aturan ini. Akhirnya, sesuatu yang menantang."

Mencari Kelompok

Begitu hologram Alisia menghilang, suasana menjadi lebih kacau. Murid-murid segera membentuk kelompok mereka masing-masing. Beberapa terlihat mendekati teman sekelas, sementara yang lain mencari orang-orang kuat dari kelas lain.

Julia dan Julian memutuskan untuk berpisah dari K dan Chloe, bergabung dengan murid lain yang mereka kenal dari kelas 1-D.

"Semoga kalian tidak mati terlalu cepat," ujar Julia dengan nada mengejek sebelum pergi.

Chloe hanya meliriknya dingin. "Semoga kau cukup pintar untuk tidak membuat masalah."

Sementara itu, K tetap diam, seolah tidak peduli dengan apapun yang terjadi. Chloe, yang mulai terbiasa dengan sikapnya, mendekati seorang gadis dari kelas 1-A yang tampak anggun dan tenang.

"Nebula, bukan?" tanya Chloe langsung.

Gadis itu, yang memiliki rambut panjang berwarna biru gelap dengan mata yang tajam, mengangguk perlahan. "Ya. Ada apa?"

"Kami butuh anggota ketiga untuk kelompok kami. Kau terlihat cukup… meyakinkan."

Nebula tersenyum tipis, meskipun matanya tetap waspada. "Tentu. Aku lebih suka bekerja dengan orang yang tenang daripada yang ribut."

Chloe menoleh ke K, yang berdiri beberapa meter di belakangnya. "K?"

K tidak menjawab. Ia hanya mengangkat bahu, menunjukkan bahwa ia tidak peduli dengan keputusan Chloe.

Awal Ujian

Begitu semua kelompok terbentuk, hutan kembali sunyi. Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama. Dari kejauhan, terdengar suara raungan binatang yang tidak dikenal. Langit mulai gelap, dan suhu udara menurun drastis.

"Kita harus bergerak," kata Chloe. "Hutan ini tidak aman jika kita hanya berdiri diam."

Nebula mengangguk setuju. "Kita butuh tempat perlindungan untuk malam ini. Kalau tidak, kita bisa menjadi target pertama monster."

K masih tetap diam, tapi langkahnya mengikuti mereka tanpa ragu.

"Aku tidak suka tempat ini," gumam Nebula pelan, matanya menatap bayangan di antara pepohonan. "Rasanya seperti ada sesuatu yang mengawasi kita."

Chloe memperhatikan sekeliling dengan tajam, tangannya bersiap untuk mengeluarkan sihir api kapan saja. "Tetap fokus. Kalau kita kehilangan konsentrasi, itu akan menjadi akhir kita."

Saat mereka melangkah lebih jauh ke dalam hutan, suara-suara aneh semakin sering terdengar. Ranting-ranting patah, dedaunan bergemerisik, dan sesekali terdengar geraman rendah dari kegelapan.

K tiba-tiba berhenti, membuat Chloe dan Nebula ikut berhenti.

"Apa itu?" tanya Chloe dengan suara pelan.

K hanya menunjuk ke arah semak-semak di depan mereka. Dalam kegelapan, dua mata merah menyala muncul, menatap mereka dengan tajam.

"Monster," bisik Nebula, suaranya hampir tidak terdengar.

"Bersiaplah," Chloe berkata, suaranya tenang meskipun matanya menunjukkan kewaspadaan penuh.

Dan itulah saat mereka menyadari: ini bukan hanya tentang bertahan hidup. Ini adalah perang melawan alam, monster, dan bahkan diri mereka sendiri.

Langit malam di hutan belantara itu tampak suram, diterangi hanya oleh bulan yang bersembunyi di balik awan tebal. Kabut tipis merayap di antara pepohonan besar, menambah kesan misterius. Chloe, K, dan Nebula baru saja melewati salah satu lembah kecil ketika suara gemuruh menggetarkan tanah.

Dari bayangan pepohonan, seekor monster raksasa muncul. Tingginya sekitar 3,7 meter, tiga kali lipat tinggi Chloe. Tubuhnya yang berbulu hitam pekat diselimuti duri-duri tajam, dan matanya yang merah menyala seolah memancarkan kebencian.

Chloe mundur setengah langkah, matanya menatap tajam makhluk itu, tetapi ada sedikit getaran di ujung suaranya saat ia bertanya, "Hei... kau yakin kita harus melawan itu? Kita baru saja mulai ujian, kan?"

Nebula tersenyum tipis, mengangkat bahunya dengan santai. "Tentu saja. Ini bukan masalah besar. Aku bahkan bisa mengurusnya seorang diri."

Chloe memutar matanya. "Oh ya? Kau terdengar seperti sedang pamer. Apa itu semacam mantra pembangkit kepercayaan diri?"

Nebula terkikik, tetapi ia kemudian melipat tangan di dada, memasang ekspresi serius. "Baiklah, aku jelaskan singkat saja—namaku Nebula. Adikku Vishap. Ya, itu Vishap."

Chloe yang awalnya skeptis terdiam sejenak, matanya membesar. "E-Eh? Vishap? Ketua OSIS Vishap? Serius?"

Nebula menjentikkan jarinya, dan sebuah bola hitam kecil muncul di udara, mengambang beberapa detik sebelum melesat dengan kecepatan luar biasa ke arah monster itu. "Gravielu," gumamnya.

BAM!

Monster itu terhempas ke tanah dengan keras, tubuhnya seolah remuk di bawah tekanan tak terlihat. Chloe hanya bisa menatap dengan mulut terbuka. Monster itu hilang begitu saja, menyisakan beberapa barang seperti daging, kulit, dan cakar yang bersinar lemah.

"Wah..." Chloe akhirnya bersuara, masih tertegun. "Itu luar biasa. Kau benar-benar adik Vishap?"

Nebula memasang senyum puas. "Sekarang kau percaya?"

Chloe mengambil daging monster itu,"Apakah ini bisa dimakan..?"

K, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, mengambil sepotong daging yang tersisa dan langsung memasukkannya ke mulut. Ia mengunyah dengan santai seolah sedang menikmati camilan sore.

Chloe yang menyadari itu langsung bereaksi. "K! Kau... kau langsung memakannya?!" katanya dengan nada setengah panik. "Kau baik baik saja?! Aaa!!"

Nebula tertawa kecil, menatap K dengan penuh rasa ingin tahu. "Kau unik juga, ya, K. Siapa yang langsung memakan sesuatu seperti itu?"

K mengangkat bahu, menelan makanannya tanpa ekspresi berarti. "Rasanya seperti daging sapi. Jadi, ya, tidak ada masalah."

Chloe mendekati K dengan langkah tergesa. "Kau serius?! Itu bisa saja beracun atau sesuatu!"

"Aneh, ini tidak seperti dirimu yang biasanya," kata K sambil memandangnya. "Kau kan biasanya dingin, tenang, dan anggun. Sekarang kau terdengar seperti ibu yang khawatir."

Chloe langsung terdiam, pipinya merona sedikit. "Aku hanya... aku hanya khawatir, oke?! Kita ini satu tim!" Ia mencoba terdengar tegas, tetapi nada suaranya terdengar lebih seperti pembelaan yang malu-malu.

Nebula, yang menyaksikan semuanya, tertawa kecil. "Kalian benar-benar dekat, ya. Kalian pacaran atau bagaimana?"

Keduanya langsung membeku. Chloe adalah yang pertama bereaksi, wajahnya berubah merah. "T-Tidak! Kami hanya teman!" serunya, suaranya sedikit tinggi.

K menatap Nebula dengan tenang, tetapi ada sedikit senyum di sudut bibirnya. "Hanya teman, Nebula. Jangan berpikir yang aneh-aneh."

Nebula menahan tawanya, tetapi matanya tetap memancarkan godaan. "Hah, lucu juga. Kalau kalian benar-benar pacaran, aku akan jadi orang pertama yang memberi selamat."

Chloe tidak bisa menyembunyikan rona merah di pipinya, tetapi ia mencoba mengalihkan perhatian dengan berdeham pelan. "Kita seharusnya fokus. Masih ada tiga hari lagi di tempat ini, jadi hentikan godaan aneh itu."

Namun, dalam hati, Chloe merasa aneh. K sering tidak peduli pada orang lain, tetapi entah kenapa, ia selalu punya cara untuk membuatnya merasa diperhatikan, bahkan tanpa sadar.

Langit mulai menggelap, bayangan pohon-pohon besar di hutan semakin panjang, dan suara-suara aneh mulai terdengar dari kejauhan. Chloe, K, dan Nebula terus berjalan, melangkah melewati akar-akar besar yang menjalar di sepanjang tanah hutan.

Nebula mengusap peluh di dahinya, meskipun udara malam terasa dingin. "Hei, sudah berapa lama kita berjalan? Rasanya seperti setengah hari," katanya sambil melihat ke arah Chloe yang memegang kompas.

Chloe memeriksa jam di ponselnya. "Empat jam lebih, mungkin lima. Kau benar, ini mulai melelahkan. Kita perlu tempat untuk bermalam sebelum monster-monster besar keluar lagi."

K yang berjalan di belakang, dengan tangan di saku, mendengus pelan. "Seharusnya dari tadi kita berhenti di tempat yang lebih terbuka. Goa seperti ini hanya akan menjebak kita kalau ada monster besar datang."

"Goa? Apa maksudmu?" Nebula menoleh ke arah K dengan alis terangkat.

K mengangkat bahunya dan menunjuk ke depan. "Lihat saja sendiri."

Benar saja, di depan mereka terlihat mulut sebuah goa yang cukup besar, tersembunyi di antara pepohonan lebat. Batu-batunya terlihat kokoh, tetapi gelap gulita di dalamnya. Suara angin yang berhembus dari dalam menambah kesan mencekam.

"Wow..." Chloe berhenti, memandang goa itu dengan ekspresi sedikit ragu. "Kau yakin ini tempat yang aman, K? Kau tadi bilang goa bisa menjebak kita."

K menatapnya dengan tenang. "Aku tidak bilang aman. Aku bilang kalau ada monster besar, kita yang akan terjebak. Tapi kalau kau merasa berkemah di luar lebih baik, silakan saja."

Nebula terkikik kecil, menyikut lengan Chloe. "Santai saja. Kalau ada monster, aku bisa menangani mereka. Lagi pula, ini jauh lebih baik daripada tidur di tengah hutan dengan serangga dan hewan liar."

Chloe menghela napas dan mengangguk. "Baiklah, ayo masuk. Tapi kalau aku melihat satu pun tanda bahaya, kita keluar."

Mereka bertiga masuk ke dalam goa. Suasana di dalam gelap dan lembap, bau batu basah memenuhi udara. Nebula segera mengeluarkan beberapa kayu yang mereka kumpulkan sebelumnya, dan Chloe membantu menyalakan api menggunakan beberapa batu api kecil yang ditemukan di perjalanan.

Ketika cahaya api mulai menyebar di dalam goa, suasana menjadi lebih nyaman. Nebula duduk di dekat api sambil mengikat rambutnya yang sedikit berantakan. "Jadi, apa rencana kita? Bertahan di sini sampai pagi, atau langsung cari sumber daya lagi malam ini?"

Chloe memandang K, seolah menunggu pendapatnya. K, seperti biasa, hanya mengangkat bahu. "Terserah kalian. Aku bisa tidur di mana saja."

"Tentu saja kau bisa. Sikapmu yang cuek itu kadang menyebalkan, kau tahu," gumam Chloe sambil memutar matanya.

Nebula tertawa pelan, lalu mengeluarkan beberapa kulit monster dari tasnya. "Oke, kalau begitu kita buat tempat tidur dulu. Ini tidak akan seperti kasur empuk di rumah, tapi cukup nyaman."

Mereka mulai bekerja sama, menyusun kulit monster menjadi alas tidur yang cukup tebal. Chloe dan Nebula lebih banyak berbicara, sementara K hanya mengikuti arahan tanpa banyak komentar.

"Hei, K," panggil Nebula tiba-tiba sambil melihat ke arahnya.

"Hm?"

"Kenapa kau selalu terlihat... ya, seperti itu? Kau hampir tidak pernah bicara, dan kalaupun bicara, kau selalu terdengar seperti tidak peduli pada apapun."

K menghentikan tangannya sejenak, lalu menatap Nebula dengan tatapan datar. "Karena aku memang tidak peduli. Kalau aku tidak perlu bicara, kenapa harus?"

Nebula tertawa kecil. "Ya ampun, Chloe. Bagaimana kau tahan dengan orang ini?"

Chloe, yang sedang memeriksa daging untuk dimasak, berhenti sejenak. Wajahnya sedikit memerah, tetapi ia mencoba terlihat biasa saja. "Entahlah. Mungkin karena aku sudah terbiasa."

Nebula mengangkat alis, tersenyum jahil. "Oh? Terbiasa, ya? Jadi, kau sering bersama dia?"

Chloe segera membantah. "Tidak! Maksudku, kami hanya teman satu kelas. Itu saja."

"Ah, teman satu kelas, tapi kau khawatir seperti pacar." Nebula menahan tawanya sambil melirik K, yang hanya duduk diam, tampak tidak terganggu oleh percakapan itu.

"Aku tidak khawatir seperti itu!" protes Chloe, wajahnya semakin memerah. Ia mengalihkan pembicaraan dengan cepat. "Hei, fokuslah pada makanan! Kau mau makan mentah?"

K tiba-tiba bersuara, dengan nada datar. "Makan mentah tidak masalah. Aku sudah melakukannya tadi."

Chloe memutar kepalanya cepat. "K! Kau... kau benar-benar melakukannya lagi?! Apakah kau tidak takut sakit perut?"

"Kalau dagingnya enak, kenapa tidak?" balas K santai.

Nebula tertawa terbahak-bahak. "Kau benar-benar menarik, K. Mungkin Chloe hanya takut kau keracunan dan dia harus repot menjagamu."

"Aku tidak takut seperti itu!" Chloe membalas cepat, tetapi matanya tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran kecil yang masih ada.

Setelah beberapa saat, makanan mereka siap. Mereka duduk melingkar di dekat api, menikmati kehangatan di tengah dinginnya malam hutan.

Chloe akhirnya bersandar di dinding goa, merasa sedikit lebih rileks. "Kita berhasil menemukan tempat ini, dan makan malam kita selesai. Mungkin ini awal yang baik."

Nebula mengangguk sambil tersenyum. "Setuju. Tapi aku punya firasat, hari-hari berikutnya akan jauh lebih sulit."

K hanya mengangguk pelan, matanya tertuju pada api yang berkelap-kelip. Suasana menjadi lebih tenang, tetapi ketegangan tetap terasa di udara, mengingat mereka masih berada di tengah ujian yang penuh bahaya.

Chloe terbangun lebih awal dari dua rekannya. Tubuhnya terasa kaku, dan kulit kasar yang mereka susun sebagai kasur tidak cukup membuat tidur mereka nyaman. Dia menghela napas pelan, melihat K dan Nebula yang masih tertidur lelap di dekat api kecil yang mulai meredup.

"Hah... bagaimana mereka bisa tidur dengan nyaman begini?" gumamnya pelan. Chloe bangkit perlahan, memastikan tidak membuat suara yang terlalu keras, lalu berjalan keluar dari goa untuk menghirup udara segar.

Langit sore terlihat sedikit mendung, cahaya matahari temaram menyinari hutan yang sunyi. Udara dingin menyentuh wajahnya, membawa aroma tanah basah dan dedaunan kering. Chloe memandang sekeliling, memastikan tidak ada tanda-tanda monster. Namun, rasa tenangnya tidak berlangsung lama.

Tiba-tiba, suara elektronik yang menggelegar membuatnya tersentak. Sebuah layar hologram besar muncul di langit, bercahaya terang dan memancarkan aura yang terasa menegangkan. Wajah Alisia, dengan senyum ramah namun sedikit licik, muncul di layar itu.

"Hei, hei, semua peserta ujian!" Suaranya penuh antusiasme, tetapi nada main-mainnya membuat Chloe merasa tidak nyaman. "Bagaimana sepuluh jam pertama kalian? Seru? Menyenangkan? Menegangkan? Atau… apakah kalian sudah mati~?"

Chloe mendongak tajam, ekspresinya berubah serius. Jantungnya berdegup cepat, menyadari ini adalah sesuatu yang penting.

"Baiklah," lanjut Alisia, senyumnya melebar. "Kali ini, aku punya sesuatu yang spesial untuk kalian semua. Sebuah event! Tentu saja, kesempatan emas ini akan membuat kalian lebih mudah untuk lulus... kalau kalian cukup pintar dan berani."

Chloe menatap layar itu dengan penuh perhatian, telinganya menangkap setiap kata yang diucapkan Alisia.

"Event kali ini adalah… memburu monster!"

Chloe mengernyit. "Memburu monster? Maksudnya apa?" gumamnya, meskipun dia tahu Alisia tidak bisa mendengarnya.

"Untuk event ini," lanjut Alisia, nada suaranya semakin dramatis, "kalian akan ditugaskan untuk membunuh 50 beruang besar, 25 serigala bayangan, dan... 5 golem elemental!"

Mata Chloe melebar. "Golem elemental? Apa mereka serius?"

Alisia tertawa kecil di layar. "Aku tahu, aku tahu. Sebagian besar dari kalian mungkin baru bertemu monster rendahan seperti beruang biasa, harimau besar, atau sejenisnya. Tapi golem elemental? Mungkin kalian belum pernah bertarung melawan mereka sebelumnya, ya? Hahahaha! Ini akan sangat menarik."

Chloe merasakan dadanya sesak. Golem elemental dikenal sebagai salah satu monster terkuat, dengan tubuh yang terbuat dari elemen seperti batu, api, atau bahkan es. Masing-masing membutuhkan strategi khusus untuk dikalahkan, belum lagi kekuatan fisiknya yang luar biasa.

"Baiklah," kata Alisia, senyumnya berubah tajam. "Batas waktu kalian adalah tiga jam. Jangan buang waktu, dan pastikan kalian bertahan hidup. Tata titi tutu!"

Hologram itu menghilang, digantikan oleh hitungan mundur besar di langit: 03:00:00. Chloe menatapnya dengan gugup, merasakan tekanan yang mulai menguasai pikirannya.

Dia segera kembali ke dalam goa, langkahnya terburu-buru. Namun, saat masuk, dia mendapati K dan Nebula masih tertidur. Chloe menghela napas frustrasi, matanya bergantian menatap mereka dan bayangan waktu yang terus berjalan di luar.

"Apa yang harus kulakukan sekarang?" gumamnya. Dia mendekati K dan mengguncang bahunya pelan. "Hei, bangun. Ini penting."

K hanya bergumam pelan, lalu membalikkan tubuhnya tanpa membuka mata.

"Ugh, dasar cuek…" Chloe mencoba Nebula, kali ini sedikit lebih keras. "Nebula, bangun! Ada sesuatu yang harus kau lihat."

Nebula menggerakkan tangannya seolah mengusir Chloe, masih setengah tertidur. "Lima menit lagi…"

Chloe mengepalkan tangannya, menahan diri agar tidak berteriak. Dia memandang keluar goa, lalu ke arah dua temannya. Waktu terus berjalan, dan dia tahu mereka harus segera memutuskan langkah selanjutnya.

"Baiklah," Chloe akhirnya berkata, nada suaranya rendah namun tegas. "Kalau kalian tidak bangun, aku akan mencari informasi sendiri."

Namun, tepat saat dia berbalik untuk keluar, suara K memecah keheningan. "Informasi tentang apa?"

Chloe menoleh cepat. K duduk dengan mata setengah terbuka, tatapannya masih malas seperti biasa, tetapi suaranya menunjukkan rasa ingin tahu.

"Event," jawab Chloe dengan nada serius. "Alisia baru saja muncul di hologram. Ada misi berburu monster: 50 beruang besar, 25 serigala bayangan, dan 5 golem elemental. Batas waktu kita hanya tiga jam."

Nebula, yang mendengar itu, langsung terbangun. "Apa? Golem elemental? Kau serius?"

"Serius," Chloe mengangguk. "Dan kita tidak punya banyak waktu. Kalau kita mau bertahan, kita harus mulai sekarang."

K menghela napas panjang, berdiri sambil meregangkan tubuhnya. "Baiklah. Kalau begitu, ayo selesaikan ini sebelum aku tertidur lagi."

Nebula tersenyum lebar, meskipun matanya menunjukkan sedikit kegelisahan. "Ini akan jadi menarik. Tapi kita harus pintar. Golem elemental itu bukan main-main."

Chloe mengangguk setuju. "Ya. Kita harus punya rencana, dan kita tidak boleh membuang waktu."

Dengan semangat baru dan sedikit rasa takut yang masih tersisa, mereka bertiga keluar dari goa, bersiap menghadapi tantangan besar yang menunggu di depan mereka.

Mereka terus berjalan melalui hutan lebat dengan langkah yang tidak terlalu terburu-buru, tetapi jelas ada kelelahan di raut wajah mereka. Cahaya matahari yang temaram menembus celah-celah dedaunan, memberikan suasana suram namun damai. K memecah keheningan dengan suara lesu yang khas.

"Jujur nih," katanya, tanpa menoleh ke arah Chloe dan Nebula. "Sebenarnya aku malas banget ikut kalian ngerjain misi ini. Kenapa kita nggak tinggal aja? Kan nggak ada yang bakal peduli."

Chloe, yang berjalan di depan, menoleh dengan ekspresi kaget sekaligus kesal. "Hei, K! Kalau kau mau lulus, ini kesempatan emas. Apalagi kita punya Nebula. Dengan dia di tim, gampang dong!" Nada suaranya terdengar penuh keyakinan, meskipun dia menyadari beban ini lebih berat dari yang dia kira.

Nebula menatap mereka berdua dengan senyum kecil, menahan tawa. "Yahahaha… jadi aku ini cuma alat, ya?"

"Eh, bukan begitu maksudku!" Chloe buru-buru membela diri, pipinya sedikit memerah.

K menyeringai malas, melemparkan pandangan acuh ke arah Chloe. "Haaaaah… aku malas banget. Sepertinya cuma kau yang ambisius di sini, Chloe. Dasar cewek yang—"

"Cewek apa?!" Chloe menatap tajam dengan wajah kesal, tetapi ada rona merah di pipinya.

"Cewek yang ambisius banget. Dicin banget sama ujian ini," jawab K dengan nada santai, sengaja mempermainkan Chloe.

"Heh! Apa maksudmu, hah?!" Chloe melangkah lebih dekat ke K, matanya menyipit.

"Santai dong, yeu…" K melambaikan tangannya seperti menenangkan anak kecil, ekspresinya tetap tenang seperti biasa.

Chloe mendengus kesal, tetapi wajahnya berubah sedikit malu. Dia menoleh ke arah lain, tidak ingin K melihat ekspresinya. "Dasar... kalau bukan kau, aku bakar sekarang juga!"

"Hm? Apa maksudnya?" K bertanya dengan nada polos, meskipun dia tahu Chloe sedang mencoba menyembunyikan sesuatu.

"Bukan apa-apa!" Chloe membalas cepat, suaranya terdengar sedikit lebih tinggi dari biasanya.

Nebula, yang berjalan di belakang mereka, tidak bisa menahan tawa lagi. "Kau ini memang nggak peka ya, K?" katanya sambil memandang K dengan ekspresi mengejek.

"Hah? Maksudmu apasih?" K menoleh ke arah Nebula, alisnya terangkat.

"Ah, sudahlah!" Chloe berteriak kecil, wajahnya semakin memerah. Dia melangkah lebih cepat, mencoba menjauh dari obrolan itu.

Nebula menyeringai, jelas menikmati situasi ini. "Chloe, tenang dong. Kau lucu sekali kalau kesal begini."

"Berisik kau!" Chloe berteriak tanpa menoleh, tetapi langkahnya sedikit melambat, menunjukkan bahwa dia masih mendengarkan.

---

Setelah hampir dua jam berburu tanpa henti, mereka akhirnya berhasil mengumpulkan 50 beruang besar dan 25 serigala bayangan. Chloe menjatuhkan diri di tepi danau kecil dengan nafas tersengal, tangannya memegang lutut.

"Hei… ini melelahkan banget," keluhnya sambil memandang barang bawaan mereka yang kini penuh dengan daging dan kulit monster. "Apa para senior itu gila? Siapa yang bikin misi seperti ini?"

Nebula, yang juga terlihat sangat lelah, duduk di sebelah Chloe sambil tertawa pelan. "Ya… ini melelahkan. Aku nggak tahu apa tujuan mereka, tapi… hah… kayaknya aku bakal mati kalau ini terus berlanjut."

"Damn," tambahnya, suaranya sedikit berat karena kelelahan.

K, di sisi lain, duduk di tepi sungai dengan tenang, tubuhnya bersandar pada batu besar. Dia memandang air yang mengalir dengan santai, seolah tidak merasa kelelahan sedikit pun.

"Capek ya? Aku juga," katanya dengan nada datar, tanpa menoleh ke arah mereka.

"Jelaslah… Kau kan cuma diam doang!" Chloe memutar matanya, menatap K dengan tatapan kesal.

"Bukan salahku kalau kalian terlalu serius," balas K, masih dengan nada santai.

Chloe ingin membalas lagi, tetapi tiba-tiba sesuatu menarik perhatiannya. Air di sungai yang tenang itu mulai bergerak aneh, seperti ada sesuatu yang menghisapnya. Chloe menatapnya dengan ekspresi bingung.

"Hah? Apa ini?" Chloe segera berdiri, menarik Nebula dan K agar menjauh dari tepi sungai.

Nebula, yang masih setengah sadar karena lelah, melihat ke arah sungai dengan alis berkerut. "Apa aku halusinasi, atau air itu benar-benar… surut?"

K berdiri perlahan, wajahnya masih tenang, tetapi matanya menyipit sedikit. "Ini tidak normal."

Air di sungai itu terus berputar, menciptakan pusaran spiral yang semakin besar. Angin dingin bertiup, membuat suasana berubah menjadi mencekam. Chloe merasakan jantungnya berdegup kencang, sementara dia mempersiapkan sihir apinya.

"Apa-apaan ini…?" gumamnya, matanya terpaku pada pusaran yang kini hampir menyentuh dasar sungai.

Dan saat air benar-benar habis, suara gemuruh menggema dari kedalaman. Teriakan rendah yang seram mengguncang udara, membuat Chloe dan Nebula mundur beberapa langkah.

"Apa itu?" Nebula bertanya dengan nada khawatir.

Dari dalam pusaran, sebuah makhluk raksasa perlahan muncul. Tubuhnya terbuat dari air yang berkilauan, dengan bentuk menyerupai manusia raksasa, tetapi setiap gerakannya tampak mengancam. Itu adalah golem elemental tipe air, dengan mata biru bercahaya yang menatap mereka tajam.

"Aaaaaaaaaaaku mau istirahat!!" Chloe berteriak, tetapi dia sudah mengangkat tangan, bersiap untuk menyerang.

"Aku benci ini…" keluh Nebula, suaranya penuh rasa frustrasi. Dia berdiri di hadapan golem air raksasa itu, tangannya terangkat, dan aura gravitasi mulai terasa di udara. Medan gravitasi yang ia ciptakan melingkup golem itu, membuat gerakannya melambat hingga akhirnya runtuh dengan suara gemuruh besar.

Chloe, yang berada tidak jauh darinya, hanya mengangguk kecil. Dia sempat membantu dengan beberapa serangan api, tetapi sebagian besar pekerjaan jelas dilakukan oleh Nebula. Sementara itu, K hanya berdiri beberapa langkah di belakang mereka, wajahnya santai seperti biasa.

"Setidaknya kau bantu sedikit, Chloe," kata Nebula dengan nada setengah bercanda sambil menoleh ke arahnya.

"Ya, ya… mendingan kan daripada K. Dia cuma nonton," balas Chloe, melirik K dengan ekspresi setengah kesal.

K mengangkat bahu tanpa rasa bersalah. "Kalian berdua sudah cukup kuat. Kalau aku ikut campur, nanti terlalu mudah," katanya datar.

Nebula menggeleng pelan, mengabaikan K. Setelah memastikan golem itu benar-benar hancur, dia menoleh ke Chloe yang sedang duduk di batu besar sambil mengelap peluh di dahinya.

"Hei, Nebula. Kau ini adik perempuannya Vishap, kan?" tanya Chloe tiba-tiba, suaranya terdengar penasaran.

Nebula mengangkat alis. "Ya, terus kenapa?"

"Aku cuma penasaran. Apakah kalian sekeluarga memang semuanya sekuat itu?"

Nebula tersenyum tipis, tetapi ada sesuatu di matanya yang sulit diartikan. "Itu… rahasia."

"Kenapa rahasia?" Chloe menyipitkan matanya, tidak puas dengan jawaban singkat itu.

Nebula mendesah pelan, seolah berpikir apakah dia harus menjawab atau tidak. Akhirnya dia berkata, "Ada deh. Lagipula itu nggak penting."

Chloe mendengus kecil. "Hah… baiklah. Tapi aku punya pertanyaan lain. Kau ini kuat banget, kenapa nggak ikut ujian 1v1 saja? Kan lebih gampang buatmu."

Nebula terdiam sejenak. Dia memandang ke arah reruntuhan golem yang baru saja mereka kalahkan, kemudian menjawab dengan nada pelan, "Awalnya, aku juga berpikir begitu. Aku bahkan sempat yakin kalau aku pasti bisa mengalahkan siapa saja, kecuali Kak Vishap… Tapi, aku salah."

Chloe menatap Nebula dengan bingung. "Salah? Maksudmu?"

Nebula menoleh kembali, matanya sedikit redup. "Beberapa hari sebelum akademi kembali dibuka, aku bertemu seseorang. Dia kakak kelas kita, dari kelas 2-C. Namanya Nagao. Kau kenal dia?"

Chloe menggeleng. "Nggak. Siapa itu?"

Nebula menarik napas dalam-dalam. "Dia… sangat cantik. Rambutnya putih panjang, matanya hijau tajam. Postur tubuhnya sempurna, seperti seseorang yang benar-benar terlatih. Tapi kecantikan itu bukan yang membuatku teringat padanya."

"Lalu apa?" Chloe semakin penasaran.

Nebula memejamkan mata sejenak, mengingat pertemuannya dengan Nagao. "Saat dia serius, dia adalah mimpi buruk. Singkatnya, aku menantangnya duel waktu itu, karena aku penasaran. Tapi…" Nebula berhenti, suaranya terdengar lebih berat. "Aku kalah. Dengan mudah."

K, yang sejak tadi diam, menyela dengan nada sinis. "Dan apa hubungannya itu dengan ujian ini? Nggak semua peserta ujian 1v1 sekuat dia."

Nebula menatap K sekilas, lalu mengangkat bahu. "Mungkin memang nggak ada hubungannya. Tapi sejak saat itu, aku merasa… takut. Aku mulai meragukan kemampuan diriku sendiri."

Chloe menghela napas panjang. "Nebula, kau ini terlalu keras pada dirimu sendiri. Kau jelas jauh lebih kuat daripada sebagian besar murid di sini. Kalau kau takut hanya karena satu kekalahan, kau nggak akan pernah maju."

Nebula tersenyum kecil, tetapi tidak berkata apa-apa.

K menguap, lalu berkata dengan nada acuh, "Yeu. Lemah."

Nebula menoleh padanya dengan tatapan datar. "Terserah kau, K."

Chloe memotong sebelum situasi menjadi lebih canggung. "Sudah, sudah. Mending kita fokus ke misi ini. Waktu kita tinggal satu jam, dan kita harus mencari golem lainnya."

"Benar," kata Nebula, suaranya kembali serius.

K mengangguk pelan, meskipun tetap terlihat tidak terlalu peduli. "Hem, oke. Kalau kalian sudah siap, ayo jalan lagi."

Tanpa banyak bicara lagi, mereka bertiga melanjutkan pencarian mereka di dalam hutan, dengan suasana yang kembali sunyi, tetapi kali ini dengan semangat baru di hati mereka. Ya singkat cerita nya mereka menyelesaikan misi itu dan mendapatkan sebuah Tenda dan persediaan Bertahan hidup yang lengkap.