13 Jam Sebelumnya di ujian Turnamen 1v1.....
Langit di atas Garden of Crystal bersinar dengan warna-warna magis, memantulkan kilauan dari ribuan kristal yang menjulang di sekitar arena. Arena itu sendiri luas dan indah, dikelilingi oleh penonton holografik yang bersorak seolah nyata. Di tengahnya, 64 peserta berdiri dalam lingkaran besar, masing-masing mempersiapkan diri untuk pertarungan yang akan menentukan nasib mereka.
Di antara mereka, Cramaric dan Nobu muncul dari portal biru yang membawanya ke arena.
"Waaaah! Ini seperti yang kuharapkan!" seru Cramaric, tubuhnya bergerak dengan kecepatan luar biasa, menciptakan bayangan-bayangan buram saat dia berputar mengelilingi Nobu.
Nobu, yang berdiri diam dengan tangan disilangkan, hanya memutar bola matanya. "Hmph. Mereka semua hanyalah segerombolan orang lemah bagiku." Suaranya terdengar dingin, penuh kepercayaan diri yang membuat lawan mana pun akan merasa kecil di hadapannya.
Cramaric berhenti sejenak, tertawa. "Hahahaha! Kau selalu percaya diri ya!"
Nobu menyeringai, matanya menyipit dengan tatapan tajam. "Tentu saja. Aku tidak punya alasan untuk takut."
Tiba-tiba, suara keras menggema di seluruh arena, mengalihkan perhatian mereka dan semua peserta lainnya. Di atas arena, sebuah hologram besar menyala, menampilkan wajah Vishap, ketua OSIS yang legendaris, yang langsung menarik perhatian semua orang.
"Hei, hei, hei! Peserta ujian yang sangat kubanggakan! Selamat datang di Turnamen 1v1!" Vishap berbicara dengan suara dingin yang penuh kekuatan. Matanya yang tajam menatap lurus ke arah kamera, membuat para peserta merasa seolah dia melihat mereka satu per satu.
Namun, belum sempat dia melanjutkan, hologram itu bergoyang, dan tiba-tiba wajah Jester, si badut dengan kekuatan ilusi, muncul menggantikan Vishap.
"Yo, yo, yo! Santai dulu, nona cantik. Aku moderator asli di sini, namaku Jester! Kalian pasti sudah tahu, kan?" ucap Jester dengan nada bercanda, menambahkan sentuhan dramatis dengan gerakan tangan yang berlebihan.
Vishap muncul kembali di layar, mendorong Jester ke samping. "Hei, kau mengganggu! Kau mau kubunuh, hah?"
"Hahahaha! Santai, nona dingin yang menawan… Kau terlalu serius!" jawab Jester sambil terkekeh.
"Dasar badut menyebalkan…" Vishap menghela napas panjang, lalu kembali berbicara dengan nada formal. "Baiklah, abaikan gangguan tadi. Aku akan menjelaskan aturan turnamen ini. Dengar baik-baik!"
Semua peserta diam, mendengarkan dengan seksama.
"Pertama, kalian diizinkan mencelakai lawan kalian seberat apa pun. Ini ujian, dan kalian harus mengeluarkan seluruh kemampuan kalian untuk lulus. Kedua, jangan ada yang bermain curang. Jika kalian melakukannya… aku tidak akan segan-segan membunuh kalian." Vishap mengucapkan itu dengan dingin, dan meskipun dia tersenyum, tidak ada seorang pun yang meragukan ancamannya.
"Dan ketiga… Good luck, newbie~." Vishap mengakhiri penjelasannya dengan nada menggoda, lalu hologramnya mati, digantikan kembali oleh Jester.
"Yow, yow, yow! Wahahaha! Apakah kalian siap?! Keseruan, ketegangan, tantangan KEMATIAN!! Ini dia… TURNAMEN 1v1!!!" Jester berteriak dengan penuh semangat, sementara hologramnya berubah menjadi tampilan panggung.
Sorak-sorai tiba-tiba memenuhi arena, seolah ribuan penonton nyata hadir di tempat itu. Suara mereka menggema, menciptakan suasana yang begitu hidup hingga para peserta tidak bisa mengabaikannya.
Nobu, yang sebelumnya tampak tenang, sekarang menampilkan senyum menyeringai. Matanya yang merah berkilauan, seperti binatang buas yang haus darah. "Hei, Ric. Kau merasakan ini? Degup jantung yang naik, adrenalin yang memuncak… Ini luar biasa, bukan?"
Cramaric, yang berdiri di sebelahnya, juga tersenyum lebar. "Ya… Aku sangat menyukai hal ini…" katanya dengan suara rendah, penuh antisipasi.
Mereka berdua saling melirik, ekspresi mereka mencerminkan semangat untuk bertarung. Sorakan penonton, ancaman Vishap, dan suasana arena yang menegangkan membuat darah mereka mendidih.
Turnamen ini bukan hanya tentang kekuatan. Ini adalah pertarungan mental, fisik, dan kehormatan. Dan mereka berdua siap untuk menghadapi semuanya.
Hologram Penentuan Urutan Pertandingan
Di setiap hadapan peserta, layar hologram besar menyala, memproyeksikan daftar urutan pertandingan yang ditentukan secara acak. Nama-nama peserta muncul satu per satu, membuat suasana semakin menegangkan. Beberapa murid menatap layar dengan penuh antisipasi, sementara yang lain mulai berkeringat.
Di antara kerumunan peserta, Cramaric berdiri dengan ekspresi santai, menyeringai sedikit saat melihat urutannya. Dia menoleh ke Nobu, yang tampak tidak sabar menunggu namanya muncul.
"Hei, Nobu! Kau dapat urutan berapa?" tanya Cramaric dengan nada ceria.
"Urutan ke-57. Sialan... Aku harus main di akhir-akhir." Nobu mendengus kesal, menyilangkan tangan dengan ekspresi masam.
Cramaric mengangguk sambil tertawa kecil. "Hah, aku dapat urutan ke-19. Yah, cukup tengah-tengah. Tapi bukannya bagus kalau kau dapat urutan terakhir? Kau bisa mengamati kemampuan lawan-lawanmu dulu."
"Aku tahu itu, tapi aku nggak sabar! Aku mau bertarung sekarang! Semua ini bikin darahku mendidih!" Nobu menjawab dengan suara yang penuh adrenalin, matanya merah berkilau seperti seseorang yang ingin segera menghancurkan sesuatu.
Cramaric terkekeh, menggelengkan kepala. "Heh, kau benar-benar tidak bisa menunggu ya. Serius, santai dulu. Nikmati saja pertunjukan awal."
Sementara itu, peserta lainnya mulai bereaksi terhadap urutan mereka. Ada yang lega karena mendapat giliran di akhir, ada yang menghela napas berat karena harus bertarung lebih awal. Beberapa murid bahkan terlihat gugup, menatap tangan mereka yang sedikit gemetar.
Tiba-tiba, suara Jester menggema di seluruh arena melalui speaker besar, memecah keheningan dan ketegangan yang menggantung di udara.
"Yo, yo, yo! Bagaimana?! Sudah tahu urutan bertanding kalian?! Hahaha, seru sekali melihat wajah-wajah cemas itu! Jadi gini, ya. Semua peserta boleh istirahat sebentar sambil menunggu giliran... Kecuali!" Jester menghentikan ucapannya dengan dramatis, membuat semua murid menegang.
"Kecuali peserta urutan 1 dan 2! Kalian langsung maju ke arena SEKARANG! YEAHHHH!" Teriakannya diikuti oleh sorak-sorai holografik penonton, menciptakan suasana yang semakin gaduh.
Suara riuh memenuhi arena. Para peserta yang tidak bertanding langsung mengobrol dengan semangat, sementara peserta pertama dan kedua terlihat sedikit tegang, melangkah ke depan dengan tatapan serius.
"Wah, ini akan seru sekali!" Cramaric bersandar di dinding, mengamati peserta yang akan bertarung lebih awal. "Kira-kira mereka bisa bertahan lebih dari lima menit nggak ya?"
Nobu menyeringai, menatap mereka dengan tatapan menghina. "Kau bercanda? Mereka kelihatan seperti kerupuk yang terlalu lama direndam air. Akan selesai dalam satu menit."
"Hah, mungkin saja. Tapi aku selalu suka kejutan. Bagaimana kalau ternyata mereka lebih kuat dari yang kau kira?" Cramaric mengangkat bahu sambil melirik Nobu.
"Kejutan atau tidak, aku hanya peduli kapan aku bisa menghancurkan lawanku sendiri," jawab Nobu dengan nada datar.
Setelah instruksi diberikan, peserta lainnya diarahkan ke ruang tunggu pribadi sesuai urutan pertandingan mereka. Ruangan-ruangan itu cukup nyaman, dilengkapi dengan sofa, monitor untuk menyaksikan pertandingan, dan makanan ringan.
Cramaric melangkah ke ruang tunggu bernomor 19, bersiul pelan dengan tangan di saku. "Hmm, ini nggak terlalu buruk. Kayak VIP lounge ya, haha."
Sementara itu, Nobu masuk ke ruang tunggu 57, langsung menjatuhkan dirinya ke sofa dengan ekspresi bosan. Dia menatap monitor di depannya, yang menunjukkan arena dari berbagai sudut.
"Yah, setidaknya aku bisa lihat beberapa pertarungan membosankan dulu sebelum giliranku tiba." Nobu meletakkan tangan di belakang kepala, bersandar dengan santai sambil menonton pertandingan pertama dimulai.
Pertarungan Pertama Dimulai
Arena mulai berubah, kristal-kristal di sekitar lapangan menyala lebih terang, memberikan kesan megah sekaligus menegangkan. Dua murid dari urutan pertama dan kedua melangkah maju ke tengah arena.
Sorak-sorai semakin keras saat nama mereka diumumkan. Salah satu peserta adalah seorang pria jangkung dengan rambut abu-abu dan aura gelap, sementara lawannya adalah seorang gadis mungil dengan rambut biru pendek, memegang tongkat sihir yang terlihat antik.
"WOOOOOO! AYO BERTARUNG! BERI KAMI PERTUNJUKAN!" Jester berteriak, membuat seluruh arena bergemuruh oleh suara penonton.
Di ruang tunggu, Nobu menatap layar dengan tajam. "Hmph. Aku penasaran, apakah mereka hanya akan jadi pembuka yang membosankan, atau mungkin sedikit menghibur?"
Cramaric, di ruangannya, sudah menyiapkan makanan ringan sambil duduk santai. "Oke, mari kita lihat apa yang bisa mereka lakukan. Jangan mengecewakan, ya!"
Arena dipenuhi oleh ketegangan. Dua peserta itu saling menatap dengan intens, siap untuk memulai pertarungan yang akan menentukan nasib mereka dalam ujian ini.
Dan dengan bunyi gong yang menggema, pertarungan pertama dimulai.
Pertarungan Pertama: Ricky vs Leah
Sorak-sorai penonton menggema di seluruh arena saat Jester mengumumkan peserta pertama.
"PESERTA PERTAMA! Dari kelas 2-D, Ricky, dengan kekuatan... INSTING!" suara Jester menggema dengan nada berlebihan, disambut sorakan dan tawa penonton.
Ricky, seorang pria jangkung dengan rambut acak-acakan dan pakaian longgar, melangkah ke arena dengan santai. Dia mengangkat satu tangan, mencoba terlihat keren meskipun sorakan untuknya terdengar lebih seperti ejekan.
"Dan di sisi kiri! Dari kelas 2-B, Leah, dengan kekuatan... AIR!"
Sorakan berubah menjadi lebih meriah saat Leah melangkah ke depan. Gadis itu tampak percaya diri, rambut birunya yang panjang berkibar lembut. Matanya tajam, dan dia memegang posisi seperti seorang petarung berpengalaman.
Arena Garden of Crystal langsung menyesuaikan dirinya, kristal di sekeliling mulai memancarkan sinar biru terang, seakan mencerminkan kekuatan Leah. Sementara itu, Ricky terlihat canggung, menggaruk belakang kepalanya sambil melirik Leah dengan ragu.
Gong Pertarungan Dimulai
Begitu gong tanda pertarungan berbunyi, Leah tidak membuang waktu. Dengan gerakan tangan yang anggun, dia menciptakan gelombang air besar yang langsung mengarah ke Ricky.
"Whoa, hei! Tunggu!" Ricky melompat mundur dengan sigap, hampir tersapu oleh gelombang itu.
Instingnya memang tajam. Dia menghindari setiap serangan Leah dengan gesit, memutar tubuh, berguling, dan melompat seakan dia tahu ke mana serangan berikutnya akan datang. Tapi... itu saja yang bisa dia lakukan.
"Oh, ayolah, Ricky! Apakah ini yang kau sebut kekuatan?!" teriak Leah sambil tersenyum mengejek.
Leah mulai meningkatkan intensitas serangannya. Ombak demi ombak menghantam arena, memercikkan air ke segala arah. Penonton bersorak lebih keras saat gadis itu memanggil seekor naga air raksasa yang melingkar di belakangnya.
Ricky terlihat panik, matanya membelalak. "Serius? Naga? Ini berlebihan!" Dia mencoba menghindar, tapi naga itu bergerak terlalu cepat. Dalam satu gerakan, naga air itu menghantam Ricky dengan keras, membuatnya terlempar hingga berguling beberapa meter di lantai arena.
Kemenangan Cepat
Pertarungan berakhir dalam waktu kurang dari dua menit. Ricky terkapar di lantai, basah kuyup dan terbatuk-batuk. Sementara itu, Leah berdiri di tengah arena dengan ekspresi bangga, mengangkat tangannya ke udara untuk menyambut sorakan penonton.
Hologram besar menampilkan wajah Jester, yang tertawa terbahak-bahak. "HUAHAHAHAHA! Dia kalah! Dalam waktu dua menit! Dan lawannya seorang perempuan! Hahaha, ini benar-benar menyedihkan!"
Penonton mulai menyoraki Ricky dengan ejekan, beberapa bahkan melemparkan komentar pedas dari tribun holografik mereka.
"Ricky, kau membuat kelas 2-D malu!"
"Hei, mungkin kekuatan 'insting'-nya adalah insting untuk kalah!"
Ricky tersenyum kecut sambil bangkit perlahan. "Hei, hei, santai. Ini cuma ujian, kan?" katanya, mencoba mempertahankan rasa humornya meskipun rasa malu jelas terlihat di wajahnya.
Leah, meskipun menang, tetap menjaga sikapnya. Dia berjalan mendekati Ricky dan mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri. "Kau lumayan gesit. Tapi lain kali, bawa sesuatu yang lebih dari sekadar insting."
Jeda Sebelum Pertarungan Berikutnya
Setelah pertandingan selesai, arena mulai mempersiapkan diri untuk pertarungan berikutnya. Selama dua menit jeda, layar hologram di setiap ruang tunggu menunjukkan tayangan ulang momen-momen penting dari pertandingan pertama.
Di ruang tunggu 19, Cramaric terbahak-bahak. "Hahaha! Serius? Insting doang? Ya ampun, ini konyol banget!"
Nobu, di ruang tunggu 57, menyeringai dengan mata berbinar. "Pertarungan pertama mengecewakan, tapi aku suka energi Leah. Kalau aku melawannya, aku akan menghancurkan naga airnya dulu. Baru dia."
"Yah, mudah-mudahan pertandingan berikutnya lebih menarik," gumam Cramaric sambil meregangkan tubuhnya, bersiap untuk gilirannya nanti.
Sorak-sorai dari penonton semakin memanas. Layar hologram mulai menampilkan nama-nama peserta untuk pertandingan berikutnya. Semua orang di arena, baik peserta maupun penonton, bisa merasakan bahwa ini baru awal dari serangkaian pertarungan yang akan semakin menegangkan. Pertandingan demi pertandingan berlalu...
Matchup ke-10: Cramaric vs Jeky
Sorak-sorai penonton semakin menggema saat nama Cramaric disebutkan oleh Jester. Suasana di Garden of Crystal kembali memanas setelah beberapa pertandingan sebelumnya berakhir dengan cepat. Semua orang di arena kini menanti pertunjukan dari murid kelas 1-C yang terkenal karena kecepatannya.
Di Ruang Tunggu 19
Cramaric tidak bisa menahan kegembiraannya. Dia terus berlari mengelilingi ruangan dengan kecepatan luar biasa, menciptakan percikan listrik di lantai dan memadamkan lampu-lampu di sekitarnya. Lantainya bahkan mulai terasa panas akibat gesekan kecepatan yang ia hasilkan.
"Yeah, yeah, yeah!" teriaknya penuh semangat, sementara perangkat elektronik di ruang tunggu itu mulai meledak kecil akibat lonjakan listrik yang ia timbulkan. Tanpa menunggu aba-aba, dia membuka pintu dan melesat keluar, langsung menuju arena bahkan sebelum lawannya tiba.
Di Arena
Ketika Cramaric tiba di tengah arena, penonton menyambutnya dengan tepuk tangan dan sorakan riuh. Arena yang luas, dihiasi kristal biru yang bersinar, kini terlihat semakin hidup dengan kehadiran si murid penuh energi.
Hologram Jester muncul di atas arena. "Oh, wah, wah! Lihat siapa yang datang lebih dulu! Peserta ke-19, Cramaric dari kelas 1-C!" Seruannya memancing sorakan lebih keras dari penonton.
Cramaric melambaikan tangan dengan santai ke arah Jester. "Hei, Kak Jester! Apa aku terlalu cepat?" katanya, tertawa riang.
Jester, yang sepertinya sudah mengantisipasi pertunjukan ini, hanya tersenyum. "Cepat? Hei, Nak, kau ini seperti kilat yang tidak sabar. Tapi ya, kami semua tahu kau favorit di pertarungan ini. Jadi, tunjukkan pada kami sesuatu yang hebat!"
Tiba-tiba, pintu sisi kiri arena terbuka, dan Jeky melangkah masuk. Murid dari kelas 1-D itu berjalan dengan tenang, matanya tajam mengamati Cramaric. Wajahnya penuh percaya diri, meski ia tahu lawannya adalah salah satu murid tercepat di akademi.
Jester kembali berbicara, kali ini memperkenalkan lawan Cramaric. "Dan dari sisi kiri... Jeky, kelas 1-D! Dengan kekuatan sihir... LISTRIK!"
Pertarungan Dimulai
"Hei" Cramaric menyapa Jeky. "Apa?"..... "Mari bersenang-senang." Mata Cramaric menyala Kekuningan,dia sangat semangat. "Berisik bocah." Jeky membalas,dia sedikit kesal.
Gong tanda pertandingan dimulai berbunyi, dan Jeky langsung memulai dengan langkah agresif. Dia mengangkat kedua tangannya tinggi, menciptakan lingkaran listrik besar di udara. "Finale Electro Zone!" teriaknya.
Dalam sekejap, arena dipenuhi oleh aliran listrik yang menyebar ke segala arah. Listrik-listrik itu menciptakan medan energi berbahaya yang bahkan mampu membakar apa saja yang berada di dalam jangkauannya. Penonton tertegun melihat skala serangan itu.
Namun, Cramaric hanya tersenyum lebar. "Menarik! Aku suka permainan seperti ini!" katanya sambil mulai bergerak.
Kecepatan Cramaric langsung berubah menjadi badai petir kecil. Tubuhnya mulai bergerak begitu cepat sehingga hanya meninggalkan bayangan samar di mata para penonton. Ratusan bayangan dirinya muncul di seluruh arena, seolah mengelilingi Jeky dari segala arah.
Jeky mencoba mengikuti gerakan Cramaric, tapi itu mustahil. "Di mana dia?!" Jeky mulai panik saat listrik yang ia ciptakan perlahan menghilang, terserap oleh arus kecepatan luar biasa yang dihasilkan oleh Cramaric.
"Aku juga punya jurus! Ini dia!" teriak Cramaric.
Dia memanfaatkan semua energi listrik di arena, menyerapnya melalui kecepatan gerakannya hingga menciptakan arus petir yang berkumpul di tangannya. Cahaya merah terang mulai bersinar di sekeliling tubuhnya.
"ELECTRO CLAW!" teriak Cramaric, sambil meluncurkan petir merah besar yang langsung menghantam Jeky.
Petir itu menghantam Jeky dengan kekuatan luar biasa, menciptakan ledakan besar yang mengguncang arena. Jeky terhempas ke belakang, tubuhnya terluka parah dan tak sadarkan diri.
Kemenangan Spektakuler
Cramaric berdiri di tengah arena, napasnya terengah-engah, tapi senyumnya lebar. "Wew... Aku berlebihan ya?" katanya sambil menggaruk kepala, seolah merasa sedikit bersalah atas serangan terakhirnya.
Penonton langsung meledak dalam sorakan. Semua orang berdiri, memberikan tepuk tangan meriah untuk penampilan luar biasa itu.
Hologram Jester muncul kembali, kali ini dengan sedikit gangguan teknis akibat energi listrik yang terserap tadi. "Wahahahaha! Luar biasa! Cramaric memenangkan pertandingan ini dalam waktu... SATU MENIT! Ini rekor tercepat! Dan hei, kau berhasil merusak hologramku juga, Nak!"
Cramaric hanya terkekeh, melambaikan tangan ke arah penonton sebelum menghilang dari arena dalam sekejap, kembali ke ruang tunggu seperti angin yang berlalu.
Di ruang tunggu, dia bersandar santai sambil tersenyum puas. "Mudah ya."
Pertandingan terus berlanjut hingga giliran Nobu.
Pertandingan ke-57: Nobu vs ryle
Di Ruang Tunggu 57...
Nobu bersandar di sofa dengan ekspresi bosan. Ruangannya gelap dengan lampu yang berkelap-kelip akibat gangguan listrik dari arena sebelumnya. Dia menguap panjang, mengangkat sebelah kakinya ke meja, lalu meraih roti yang tersisa di piring di depannya.
"Akhirnya giliran ku juga..." gumamnya, mengunyah roti itu dengan santai. Dia berdiri, meregangkan tubuhnya dengan gerakan malas, lalu melangkah keluar dari ruangan.
Di luar, langit sudah mulai gelap, menunjukkan waktu sudah hampir pukul 7 malam. Udara dingin menyapu wajahnya, tetapi Nobu tidak peduli. Dia hanya ingin pertandingan ini selesai secepat mungkin.
"Kenapa sih aku harus nunggu selama ini? Kalau tahu lawannya bakal ampas, mending aku tidur aja," gumamnya sambil berjalan menuju arena.
Di Arena...
Penonton masih antusias meski hari sudah semakin malam. Sorak-sorai terdengar dari tribun saat hologram Jester muncul kembali di atas arena.
"Baiklah, semua penggemar setia! Gimana? Masih merasakan keseruannya?!" serunya.
Penonton merespons dengan riuh rendah, meneriakkan nama-nama peserta favorit mereka.
"Kalau begitu, kita lanjut ke pertandingan berikutnya! Kali ini, dari sisi kanan, hadir si anak iblis dari kelas 1-C! Sang penguasa otoritas iblis, Nobu the Demonic Authority!"
Nobu berjalan santai menuju arena, tangan di saku. Dia tidak menggubris teriakan atau sorakan dari penonton, apalagi julukan yang diberikan Jester. Wajahnya tetap datar, menunjukkan betapa tidak pedulinya dia terhadap semua ini.
Ketika dia tiba di tengah arena, Jester melanjutkan, "Dan dari sisi kiri, lawannya adalah—eh?"
Hologram Jester berhenti. Kamera di sisi kiri arena memperlihatkan sesuatu yang aneh: peserta yang seharusnya menjadi lawan Nobu, seorang murid dari kelas 1-D bernama Ryle, tergeletak pingsan di lantai sebelum pertandingan dimulai.
Kerumunan penonton tiba-tiba hening. Tidak ada yang bersuara. Semua mata tertuju pada sosok Ryle yang terbaring tak sadarkan diri di lantai.
"Eh? H-hei, dia kenapa?" suara Jester terdengar ragu, mencoba memahami situasi.
Di tribun, para guru terlihat saling berbisik dengan wajah serius. Vanther, salah satu guru eksentrik, terlihat mengamati situasi dengan mata menyipit.
Nobu, yang tadinya terlihat malas, kini berhenti melangkah. Dia menatap tubuh lawannya yang tergeletak di seberang arena dengan alis sedikit terangkat. "Dia pingsan? Bahkan sebelum pertandingan dimulai?" gumamnya.
Suasana di arena semakin mencekam. Penonton mulai berbisik-bisik, mencoba menebak apa yang sebenarnya terjadi. Beberapa mulai berteriak, menuntut jawaban.
Jester Berusaha Mengendalikan Situasi
Jester, meskipun biasanya santai dan ceria, kini terlihat bingung. "Y-yah... sepertinya begitu. Peserta di sisi kiri tidak bisa melanjutkan pertandingan! Uh, ya... Pemenangnya adalah Nobu!" serunya dengan suara yang sedikit bergetar.
Namun, tidak ada sorak-sorai seperti biasanya. Penonton tetap hening, sementara tatapan mereka bergeser antara tubuh Ryle yang pingsan dan Nobu yang berdiri dengan ekspresi bingung.
Kembali ke Ruang Tunggu 57
Setelah pertandingan dinyatakan selesai, Nobu berjalan kembali ke ruangannya. Langkahnya lambat, dan pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan.
"Ini aneh," gumamnya. "Apa dia pingsan karena tekanan sihir ku? Tapi aku bahkan belum ngeluarin apa-apa…"
Saat Nobu masuk ke ruangannya, dia bersandar di dinding, mencoba mengingat apakah ada sesuatu yang tidak biasa sebelumnya. Namun, pikirannya terputus ketika pintu ruangannya terbuka tiba-tiba.
"Nobu."
Di pintu, berdiri Vanther, dengan ekspresi yang jarang terlihat: serius. "Ada yang ingin kutanyakan padamu."
Nobu mendongak, menatap Vanther tanpa rasa takut. "Apa lagi sekarang?" tanyanya dengan nada datar.
"Lawanmu pingsan, tapi itu bukan kebetulan. Ada sesuatu yang lebih besar di balik ini," kata Vanther. "Dan aku yakin kau juga merasakannya."
Ketegangan Meningkat
Di tribun, para murid lain yang menonton juga mulai merasakan keanehan situasi ini. Yang memperhatikan Nobu dari layar hologram di ruang tunggu nya Cramaric. "Dia bahkan tidak melakukan apa-apa… tapi kenapa lawannya pingsan?"
Cramaric, yang masih penuh energi setelah kemenangannya, bergumam, "Hei, ini jadi menarik. Apa mungkin ada yang bermain curang?"
Namun, di sudut lain ruang tunggu, Jester memperhatikan layar dengan tatapan tajam. "Ini bukan pingsan biasa," katanya pelan, lebih kepada dirinya sendiri. "Ada sesuatu… atau seseorang… yang sengaja menjatuhkan peserta itu sebelum Nobu bertarung. Tapi siapa?"
Sementara itu, Nobu memandang Vanther dengan tatapan datar. "Kalau kau mau tahu, aku nggak ngapa-ngapain. Lawan ku pingsan sendiri."
Vanther mendekat, menatap langsung ke mata Nobu. "Kau benar… Tapi kau harus berhati-hati. Pertandingan ini mungkin bukan hanya soal kekuatan atau keterampilan. Ada sesuatu yang lebih gelap sedang terjadi di sini."
Nobu menyilangkan tangan di dada. "Hah… Kalau itu benar, aku harap sesuatu yang lebih seru muncul. Karena sejauh ini, ini hanya buang-buang waktu."
Namun, di luar ruang tunggu, bayangan seseorang berdiri di lorong gelap, memperhatikan mereka dengan senyum tipis yang penuh misteri.
"Game ini baru saja dimulai," bisiknya.
Malam yang Mencekam: Percakapan Vishap dan Ryle
Klinik Akademi Viper, Pukul 10 Malam
Di tengah kesunyian malam, suasana di klinik terasa berat. Lampu redup menyinari ruangan dengan cahaya yang samar, menciptakan bayangan yang bergerak seiring angin lembut dari ventilasi. Ryle, yang masih terbaring di ranjang, mulai membuka matanya perlahan. Pandangannya buram, tapi ia segera menyadari ada seseorang duduk di sampingnya.
"S-Siapa…?" suaranya parau, tubuhnya gemetar karena ingatan samar akan kejadian sebelum pingsan.
"Santai saja. Kau masih di klinik," suara lembut namun dingin menyambutnya. Saat pandangannya fokus, ia mendapati seorang gadis berambut blonde panjang dengan aura yang sangat kuat. Itu Vishap, ketua OSIS. Wajahnya dingin, tetapi matanya penuh rasa ingin tahu.
"Ah! I-Iblis!" Ryle hampir terjungkal dari ranjang, rasa takut yang terpendam kembali menyeruak.
Vishap mengangkat sebelah alisnya, menatapnya dengan tatapan tajam yang menusuk. "Kau menyebutku iblis?"
Ryle tersentak, segera menggelengkan kepala dengan panik. "T-tidak! Aku tidak bermaksud begitu!"
"Jadi apa maksudmu?" Vishap mendekat sedikit, nada suaranya tegas, membuat udara di ruangan terasa semakin dingin.
Ryle menelan ludah, tangannya mencengkeram selimut dengan erat. "Aku… aku tidak bermaksud apa-apa. Maaf…"
Vishap menghela napas panjang, melipat tangan di dada. "Hmph, menyedihkan. Jadi, kau bisa jelaskan kenapa kau tiba-tiba pingsan sebelum pertandingan dimulai? Itu cukup memalukan, kau tahu."
Ryle terlihat ragu. Wajahnya pucat, dan matanya memancarkan ketakutan yang mendalam. "Aku… aku pingsan karena…"
Vishap mendekat, tatapannya menajam. "Karena apa? Cepat jelaskan."
Ryle menggeleng, tampak berusaha mencari keberanian. Namun, akhirnya dia memutuskan untuk bicara, suaranya gemetar. "Karena aku… aku melihat sesuatu."
Vishap mengerutkan kening, ekspresi datarnya mulai menunjukkan rasa ingin tahu yang lebih serius. "Melihat sesuatu? Apa maksudmu?"
"Aku… aku melihat iblis…" jawab Ryle, hampir berbisik. Tubuhnya gemetar, dan ia tampak seperti ingin menghilang dari tempat itu.
"Iblis? Apa kau sedang mencoba mengarang cerita?" Vishap mendekat lebih jauh, membuat Ryle semakin tegang.
"Tidak! Aku serius!" Ryle berseru, hampir menangis. "Aku melihat iblis berdiri di belakang Nobu! Matanya merah menyala, tubuhnya hitam seperti bayangan. Rasanya seperti… seperti dia akan membunuhku seketika!"
Ruangan terasa hening untuk sesaat. Vishap memiringkan kepalanya, mencoba mencerna apa yang baru saja didengar. Dia menatap Ryle dengan tatapan skeptis, tetapi ada sedikit kilatan rasa penasaran di matanya.
"Kau yakin itu bukan halusinasimu sendiri? Mungkin tekanan sihir Nobu terlalu kuat untukmu," katanya dengan nada datar.
"TIDAK!" Ryle hampir berteriak. "Itu bukan tekanan sihir biasa! Itu nyata! Aku merasakannya, sesuatu yang sangat mengerikan… Aku tidak bisa bergerak, tidak bisa berpikir, dan kemudian… gelap. Aku bahkan tidak sadar kapan aku pingsan!"
Vishap berdiri, menyilangkan tangan di dada sambil memandangi Ryle dengan tajam. Dia terlihat sedang menimbang-nimbang sesuatu di pikirannya.
"Hmph. Kalau apa yang kau katakan benar, itu berarti Nobu memiliki sesuatu yang lebih dari sekadar kekuatan Demonic Authority-nya. Sesuatu yang bahkan dia sendiri mungkin tidak tahu."
"Jadi kau percaya padaku?" Ryle bertanya dengan suara lirih, matanya penuh harap.
Vishap memutar bola matanya, lalu menghela napas. "Bukan urusanku untuk percaya atau tidak. Yang aku tahu, kau kalah. Dan dengan kalah, berarti kau harus remedial. Itu saja."
"T-tapi…"
Vishap melangkah menuju pintu, suaranya kembali datar. "Kalau kau benar-benar ingin menyelesaikan ini, buktikan bahwa kau bukan pecundang yang hanya bisa pingsan. Bangkitlah, Ryle. Kalau kau terlalu takut, maka kau tidak pantas berada di akademi ini."
Ryle hanya bisa terdiam, menundukkan kepalanya dengan rasa malu dan takut.
Saat Vishap keluar dari klinik, langkahnya mantap meskipun pikirannya penuh dengan pertanyaan.
"Bayangan di belakang Nobu, ya? Kalau itu benar, maka ini lebih besar dari sekadar pertandingan biasa…" gumamnya sambil melangkah ke arah ruang OSIS.
Matanya memancarkan kilatan dingin, tanda bahwa pikirannya mulai merangkai teori-teori yang mungkin. "Sepertinya aku perlu bicara dengan Jester dan Alisia. Sesuatu di sini tidak berjalan sebagaimana mestinya."
Bayangannya menghilang di lorong gelap, meninggalkan klinik dalam keheningan...