Can I? [7]

Di kamar Julya. Julya terlihat duduk di pinggir kasurnya dengan tatapan kosong ia menatap kearah lantai, seseorang memegang dagunya untuk menatapnya. Pria itu menoleh sebentar lalu kembali mengoleskan sesuatu di pipi Julya.

"Ada apa?" Tanya nya dengan lembut. Julya menjawabnya dengan gelengan kepala.

"Hm? Kalo gak ada apa-apa gak mungkin lu keliatan murung kaya gitu, ada apa?" Tanya pria berambut putih dan hanya mengenakan baju tanpa lengan berwarna hitam bersikap dada menatap Julya yang dari tadi di obati oleh Mada.

"Gak ada apa-apa nort" jawab Julya.

"Nort nort.. sebut nama gue yang bener!" Ocehnya.

"Huh.. gue lagi gak mood.. keluar ajah lu pada.." ucap Julya.

"Kalau gak mood cerita sekarang gapapa.. kalo lu udah mau cerita, cerita ajah" ucap Mada. "Temuin gue kalo lu butuh cerita dan penasehat.. walau gak berguna juga nasehat gue.. udah ya.. selamat tidur" ucap Mada dengan lembut ia berucap sambil membereskan barangnya lalu keluar dari kamar Julya.

Julya menarik napasnya lalu mengunci pintunya dan mematikan lampu. Setelah itu Julya membantingkan diri ke kasur.

Di lain sisi Ernest terlihat sangat kesal melihat ponselnya penuh notif dari Julya namun hanya ia baca dan menatapnya nanar. Ernest terlihat capek dengan prilaku Julya yang suka ngespam dia dengan foto-foto Julya seakan-akan Julya melaporkan kesehariannya. Dari jam 12 siang Ernest di spam sampai ia mematikan ponselnya disaat ia ada pertemuan dengan dosennya.

"Bang ini gimana ada yang order 2k krag (peluru)" tanya laki-laki yang ada di belakangnya.

"Kalo ada stok kasih ajah" jawab Ernest menoleh kearah sumber suara.

"Uuuhh.. apa tuh foto-foto" ucap laki-laki lainnya mengintip ponsel Ernest.

"Apaan sih.. dah sana kalian urusin orderan" ucap Ernest mengusir mereka.

"Shap!" Mereka pun lari kesana kemari untuk menyiapkan pesanan.

"Tunggu.. siapa yang order?" Tanya Ernest setelah menyadari perkataan rekannya tadi.

"Hmm.. gangster yang biasa, gimana jadi di terima gak?" Tanya pria berambut ungu.

"Ah.. yaudah masukin dulu semuanya ke raptor, selagi gak ada masalah di jalan gak papa" jawabnya.

"Oke, oi.. ready nih langsung ajah anter" ucap pria berambut ungu itu pada sang supir.

"5 mobil kawal ya.. siapa ajah yang ngendarain" ucap Ernest memerintah.

"Set up gak?" Tanya pria ber topi.

"Gak usah buat jaga-jaga bawa aja senjata" jawab Ernest pria itu pun menjawabnya 'oke' dan langsung pergi lagi kedalam gudang.

"Gue awasin dari rumah sama Ernest ya.." ucap pria berambut ungu yang sibuk mengotak-atik ipadnya.

Ernest berjalan kearah rumah mewah dan memasukinya. Ernest duduk disana sambil membakar crutunya.

"Ku dengar-dengar ketua cosa nostra akan sampai esok hari melalui jalur udara" ucap salah satu perempuan yang duduk diantar pria-pria.

"Ohh.. cosa nostra si legend.. gue juga denger tuh kabar" sahut pria di sebrangnya.

"Gimana Nest? Mau di ancurin ajah atau diem ajah?" Tanya pria berambut ungu.

"Jangan.. gak usah macem-macem dulu sama fraksi lain.. kalo mereka yang duluan baru hantem" jawab Ernest sambil sesekali menghisap crutunya.

"Oke.." jawab si rambut ungu.

"Ubi ubi.." panggil perempuan itu.

"Apa?" Sahut si rambut ungu.

"Minjem mobil doongg.." ucap perempuan itu sambil membuka topeng dan topinya.

"Gak!"

"Ihh.. pelit cuma mau ke cafe doang kok sama lilia, yah yah.." ucap perempuan berambut merah sebahu itu.

"Nggak ruby" jawab ubi tidak membolehkan, perempuan bernama ruby itu pun pergi ke yang lain meminta hal yang sama dan akhirnya ia mendapatkan mobil dan pergi bersama teman perempuannya yang lain di klan itu.

"Ada-ada saja" gumam Ernest.

Triiinggg...

Bunyi ponsel Ernest berbunyi menandakan ada yang menelpon, Ernest pun mengangkat telponnya. "Halo?"

"Aku kirim makanan buat kamu itu aku loh yang masak kamu makan ya.." ucap seseorang di sebrang sana dengan ceria.

"Loh.. dari mana kamu tau alamat aku?" Tanya Ernest.

"Dari temen kampus kamu hehe.. udah ya.. jangan dibuang aku udah capek masak buat kamu setidaknya di makan!" Cercah nya mengomeli Ernest.

"Julya.. udah berapa kali aku bilang, gak usah masak lagi masakan kamu gak enak!" Ucapan Ernest sangat menyakitkan bagi siapa pun yang mendengarnya para bawahannya juga langsung menatap tak menyangka ke arah Ernest.

"Ohh.. gitu ya.. kalo gitu aku belajar lebih giat lagi deh.. biar kamu mau makan masakan aku" ucap Julya dari sebrang sana masih tetap dengan wajahnya yang ceria.

"Terserah! Aku gak mau makan masakan kamu" ucap Ernest sebelum mematikan telponnya.

Saat selesai Ernest memasukan ponselnya ke saku semua mata di ruangan itu tertuju padanya dengan tatapan kesal. "Kenapa?" Tanya Ernest dengan polosnya.

"Lu bilang kaya gitu ke cewe bro?" Tanya pria botak.

"Iya"

"Kenapa lu bilang begitu bego!"

"Sok jual mahal lu"

"Nyakitin hati cewe lu kaya gitu"

"Gak lucu lu ngomong kaya gitu ke cewe yang udah effort"

Cercah mereka memberikan komentar jahat terhadap atasannya yang melontarkan kata-kata menyakitkan terhadap wanita.

"Bang, inget kita sebagai laki-laki sejati gak boleh yang namanya nyakitin cewe, inget ibu lu juga cewe bang, yang ngelahirin dan ngebesarin lu ibu lu bang!" Ceramah yang lain menasehati.

"Ibu gue kan udah mati" ucap Ernest.

"Ibu lu mati gara-gara berjuang ngelahirin lu bang, segitunya seorang ibu berjuang lu malah nyakitin hati perempuan lain yang nantinya akan melahirkan penerus bangsa!"

"Hmm.. iya iya.." ucap Ernest menghela napas karna capek di nasehati.

"Jangan iya-iya ajah lu bang, telpon lagi minta maaf sana" ucap yang lain emosi semuanya pun merasa kecewa dan pergi dari ruangan itu meninggalkan Ernest sendiri.

"Semangat bro" ucap si ubi menepuk pundak Ernest untuk memberi semangat.

Disisi lain Julya sedang berdiri di depan wash tafel memegangi ponselnya karna merasa senang bisa mengobrol dengan Ernest.

Disaat pria berambut pink masuk bersama nort Julya langsung berpura-pura mencuci piring.

"Ngapain lu nyuci, tumben banget" ucap Nort mengejek.

"Bacot, sana lu bau tau gak" ucap Julya kesal.

"Ya kan gue abis lari-larian sama Jack" ucap nort.

"Hai, nona.. lama tak bertemu" ucap jack si rambut pink itu.

"Welcome, boti" ejek Julya, Jack hanya bisa tertawa kecil meredakan amarahnya.

"Hahaha.. boti" ejek Nort.

Bugh!!

Nort terjatuh karna bogeman mentah dari Jack. "Aduuh.."

"Eehh.. gak boleh gitu jack" ucap Julya, namun bukannya membangunkan Nort ia malah menginjak Nort keras membuat Nort kesakitan.

"Argh" teriak Nort kesakitan.

"Hahahahaha..." Jack dan Julya tertawa bersama.

"Good job" ucap Jack menunjukan ibu jarinya.

"Ada apa nih rame-rame" tanya mada yang baru dateng untuk mengambil minum karna capek habis lari.

"Itu sih jack ngebuat nort tiduran, katanya mau di syun sayang" tuduh Julya menunjuk Jack.

"Eh.. nggak ya" elak Jack.

"Argh, lu bukannya nolongin gue malah debat, tolong!" Ucap Nort yang masih berbaring di lantai meronta-ronta menahan sakit.

Mada pun langsung membantu Nort. Tak lama setelah pelayan memberikan kotak p3k ke Mada Nort pun kembali pulih namun tulang rusuknya retak akibat injakan keras Julya.

"Lain kali jangan kaya gitu ya Julya" ucap Mada menasehati.

"Iya" ucap sang empu yang di nasehati.

Nort bersandar di meja bar. "Minta maaf gak lo" ucap Nort pada Julya.

"Maaf" ucap Julya dengan wajah di tekuk.

"Iya gue maafin, setelah ini" Nort mengambil tongkat base ball dan membuat Julya lari dari sana.

"Julya jangan lari-larian" ucap wanita berambut panjang hitam legam.

"misi Ciel!" teriak Nort yang mengejar Julya dengan tongkat baseball.

"Ada apa dengan mereka?" Tanya Ciel tak habis pikir.

"Hahahaha.." Ciel yang mendengar suara tawa itu pun tertuju pada dua sejoli yang menertawakan Julya dan Nort.

"Ada apa dengan mereka?" Tanya Ciel.

"Kan tadi Otran di tonjok sama Jack terus Julya ikutan dia nendang rusuknya Otran sampe retak dan ya jadi gini deh" jawab Mada.

"Owh.." Ciel pun mengerti kejadiannya dan lanjut menyeruput teh hangatnya dan berjalan pergi dari sana.

Sedangkan itu Julya dengan panik berlari ke luar gerbang namun di tahan oleh satpam.

"Non non.. berenti dulu non" ucap sang satpam.

"Kenapa sih.. lagi jadi DPO niihh.." tanya Julya sambil ngos-ngosan.

"Sini dulu atuh non.. ada berita penting ini" jawab sang satpam Julya pun melihat sekitar lalu berjalan menuju satpam itu.

"Kenapa?" Tanya Julya sedikit berjarak oleh sang satpam.

"Atuh jangan jauh-jauh non.." ucap satpam itu membuat Julya curiga.

"Wah.. sekongkol kamu ya sama Nort.." tuduh Julya curiga.

"Nggak.. beneran ini" Julya pun mulai percaya dan mendekat. "Gini nona.. kan pas nyonya baru banget sampe tuh ada rapat.. rapatnya ngebahas cowo yang-" omongannya terpotong karna Julya mendapatkan telpon.

"Sebentar" Julya membuka ponselnya dan mengangkat telpon dari North.

"Where are you~" tanya North dari sebrang sana.

"Apa sih anjeng.. creepy" Julya langsung menutup telponnya. "Lanjutin pak"

"Jadi rapatnya tuh ngebahas tentang cowo yang nona suka yang pas itu nganterin nona katanya itu cowo mau di introgasi atau gimana gitu deh non.." lanjutnya.

"Kok gitu sih.." Julya mengernyitkan keningnya. Rasa herannya mulai muncul setelah rasa khawatir dan takut mulai menghilang namun setelah Julya menatap satpam itu yang mulai di telpon seseorang ia mulai merasakan rasa curiga.

"Halo mas Orthan ini nona ada di depan"

"AAAA... LU BERDUA NGEJEBAK GUE!!" Berbarengan saat sang satpam menyebut nama Orthan, Julya juga berteriak demikian.

Julya mulai berlari menyusuri lantai 3 diikuti oleh Orthan yang mulai menemukan Julya. Julya pergi ke master bedroom namun tidak menemukan ayahnya lalu ia berlari kembali menuruni tangga dengan tetap Orthan mengikutinya dari belakang.

"Mau kemana lo, HAH!?" Teriak Orthan.

Julya akhirnya menemukan ayahnya yang sedang menceramahi anak-anak Davinchi di ruang keluarga.

"Ayaah.." Julya memeluk Davin untuk mengcovernya dari Orthan

"Ada apa baby?" Tanya Davin.

"Itu liat North bawa apa sambil ngejar Julya" menunjuk North yang ada di belakang Davin.

Davin pun menoleh ke Orthan yang sedang menyembunyikan tongkat Baseballnya namun masih tetap keliatan. "Kalian boleh bebas sekarang kecuali Orthan, sini kamu" ucap Davin menunjuk Orthan yang berkeringat dingin seketika.

"I-iya" Orthan maju selangkah.

"Ngapain kamu sama Julya?" Tanya Davin.

"Ng-nggak ngapa-ngapain, kok" jawab Othran.

"Benar begitu Julya?" Tanya Davin mengelus rambut Julya.

"Tadi Julya nendang North doang kok terus North marah sama Julya sehabis di sembuhin sama Mada-san" jawab Julya.

"Iya tapi lu nendang sampe rusuk gua RUSAK!" Ucapnya dengan teriakan diakhir kalimat.

"Julya wajar kalo Orthan marah.. udah minta maaf belom sama Orthan?" Tanya Davin.

"Udah.. tapi Orthan malah ngambil tongkat Baseballnya dia terus ngejar Julya" jawab Julya dengan jujur.

"Orthan dewasa dikit dong.. adek mu ini looh.. walau kalian gak sedarah" ucap Davin menceramahi.

"Yaudah gua maafin" jawab Orthan.

"Gak iklas" cibir Julya.

"Iya aku... udah.. maafin kamu kok.." ulang Orthan sambil menahan amarah.

"Good dog" ucap Davin pada Orthan. Davin menggendong Julya seperti koala ia berjalan menjauh dari mereka membawa Julya. "Lain kali jangan seperti itu ya, baby" ucap Davin sambil memanjakan Julya.

"Iya, ayah.." jawab Julya.

"Oh.. my baby" Davin duduk di kursi kerjanya sambil mengelus punggung Julya.

"I'm not a baby" cibir Julya.

"In my eyes.. you're still.. my baby" Jawab Davin.

"Bayi yang bisa bikin bayi, begitukah?" Tanya Julya.

"Kalo ayah bisa menentang orang tua itu, ayah gak akan mau melihat mu menikah dan mempunyai anak dari pria bajingan yang berani menodai.. putriku yang masih menjadi milikku.. milik ayah.." jawabnya dengan nada yang rendah dan raut wajah yang pasrah.

"Jangan begitu ayah.. Julya pasti akan menikah dengan pria lain" ucap Julya.

"Entah ayahmu ini bisa merelakanmu atau tidak" Davin memeluk erat Julya seakan-akan tak ingin kehilangan putri satu-satunya yang ia anggap sebagai putrinya yang nyata.

"Julya janji.. Julya akan selalu datang menemui ayah.. walau ayah tak pernah menemui Julya saat Julya kecil" Julya mulai menutup matanya dan mulai terlelap.

Cup..

Davin mengecup kening Julya menepuk-nepuk Julya pelan.

Dilain sisi seorang pria paruh baya di suatu ruangan tengah menghisap crutunya dengan berkas di tangan kanannya ia membacanya dengan tenang.

Tak..

Berkas itu ia lempar di meja. "Siapkan keberangkatanku" ucapnya.

"va bene signore!" Jawab ajudannya yang pergi begitu saja setelah menerima perintah.

Di waktu yang bersamaan Eve melihat Davin yang menggendong Julya ke master bedroom. "Kenapa kau membawa Julya kedalam, anata?" Tanya Eve.

"Karna aku tidak bisa mengakses pintunya yang sudah di ubah olehnya, jadi dari pada aku menaruhnya di kamar para bajingan itu lebih baik aku menaruhnya ke dalam" jawab Davin dengan suara yang kecil.

"Ohh.. sudah lama kita bertiga tidak tidur bersama setelah Eleanor, Hector dan Helio lahir" ucap Eve membantu membukakan pintu kamar.

"Ya.. tak apa kan, kalau kita tidur bertiga di kasur malam ini?" Tanya Davin.

"Asalkan dengan anakku sendiri tidak apa, lagi pula saat Julya masih kecil ia sering tidur di kamar kita berdua, membuat kita sedikit terganggu karna saat itu kita sangat sibuk membuat Helio dan Hector" ucap Eve dengan nada yang sama seperti biasanya.

Davin perlahan membaringkan Julya di tengah master bed. Di pinggir kanan Julya ada Eve dan di sebelah kiri ada Davin yang sedang duduk menurunkan temperatur Air Conditioner.

Eve mengecup dahi Julya dan menyelimuti Julya.

To Be Contineu