Punggung Violet tertekan kuat ke dinding, jantungnya berdegup kencang saat ia menatap jurang di mana mata Richmond pernah berada. Pencipta alam semesta yang suci. Apa yang sebenarnya terjadi di sekolah ini?
Tiba-tiba, secepat itu pula mata Richmond kembali normal. Ketegangan di ruangan segera hilang saat ia melempar kepalanya ke belakang dan terbahak. Suara tawanya yang dalam dan kaya bergema di dinding, tidak selaras dengan kebebasannya.
"Aku tidak pikir aku akan pernah bosan menakuti orang baru seperti ini," katanya sambil mengusap air mata yang tidak ada dari matanya.
Ia menatap Violet yang terlihat seakan setiap atom darah telah tersedot dari hidupnya, berkata, "Anda menghadapinya dengan baik, sejujurnya. Kebanyakan orang baru biasanya keluar dari kantorku sambil berteriak."
"Meskipun," tambahnya dengan tawa cekikikan yang mengingatkan Violet pada penjahat jaman dulu, "mereka tidak punya pilihan selain kembali untuk sesi konseling mereka."