Bab 4

Gedung-gedung pencakar langit Tokyo menjulang tinggi, menyambut Yuki dengan suasana metropolitan yang jauh berbeda dengan kedamaian Hokkaido. Yuki berdiri di depan gerbang Universitas Tokyo, salah satu universitas ternama di Jepang, dengan semangat yang membara. Ia telah diterima di jurusan Teknologi Informasi, sebuah pilihan yang mungkin mengejutkan bagi sebagian orang.

Meskipun lahir dari keluarga pebisnis dan menyandang gelar sarjana ekonomi bisnis, Yuki memiliki ketertarikan yang besar pada dunia teknologi. Ia percaya bahwa di era modern ini, bisnis dan teknologi saling terkait erat. Ia ingin mempelajari ilmu teknologi terkini untuk mengembangkan perusahaan kakeknya dan membuatnya lebih inovatif.

"Aku ingin membuktikan bahwa aku bisa sukses di bidang apapun yang aku tekuni," batin Yuki dengan mantap.

Saat memasuki area kampus, Yuki terkesima dengan suasana akademis yang kental. Mahasiswa-mahasiswa dari berbagai latar belakang berlalu-lalang, membawa buku-buku tebal dan berdiskusi dengan penuh semangat. Yuki merasakan antusiasme dan optimisme yang menular di udara.

Tiba-tiba, sebuah suara familiar memanggil namanya.

"Yuki! Benarkah itu kau?"

Yuki menoleh dan tersenyum lebar. Dua orang pemuda menghampirinya dengan wajah sumringah. Mereka adalah Haruki "Shika" Kashiwagi dan Hayato "Say" Uchida, teman-teman akrabnya sejak SMA di Hokkaido.

"Shika! Say! Kalian juga kuliah di sini?" seru Yuki dengan gembira.

"Ya, kami diterima di Universitas Tokyo!" jawab Shika dengan semangat. "Aku di jurusan IT juga, lho!"

Yuki tidak terkejut mengetahui Shika memilih jurusan yang sama. Shika memang selalu tertarik dengan komputer dan teknologi sejak dulu.

"Bagaimana denganmu, Say?" tanya Yuki pada Hayato.

"Aku di jurusan ekonomi bisnis," jawab Hayato dengan senyum.

"Wah, cocok sekali dengan latar belakangmu," kata Yuki.

Mereka bertiga berbincang-bincang dengan riang, menceritakan kesibukan masing-masing setelah lulus SMA. Yuki menceritakan tentang kehidupannya di Hokkaido, tentang Nana, dan tentang misinya untuk mengungkap kebenaran tentang kecelakaan ayahnya. Tentu saja, ia menyembunyikan identitas aslinya dan kekuatan Tao yang ia miliki.

Shika dan Hayato mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali memberikan komentar dan dukungan pada Yuki. Mereka senang bisa bertemu kembali dengan Yuki dan menjadi teman di kampus impian mereka.

Pertemuan tak terduga ini membuat Yuki semakin bersemangat menjalani kehidupan barunya di Tokyo. Ia memiliki teman-teman yang mendukungnya, tujuan yang jelas, dan cinta yang menunggu untuk ditemukan. Ia siap menghadapi tantangan dan misteri yang menanti di depan.

Sementara Yuki memulai perkuliahannya dan bertemu kembali dengan teman-teman lamanya, Nana dan Ryuu tiba di Tokyo. Setelah menyelesaikan proses administrasi kepindahan sekolah Nana, mereka langsung menuju apartemen yang telah disiapkan oleh Tuan Ichiko. Dengan penuh perhatian, Tuan Ichiko telah menyewa dua unit apartemen yang bersebelahan, satu untuk Nana dan satu lagi untuk Ryuu. Hal ini dilakukan agar Ryuu dapat dengan mudah mengawasi dan melindungi Nana selama di Tokyo.

Yuki, yang selalu mendapatkan informasi terbaru tentang Nana dari orang kepercayaannya, segera menghubungi Tuan Goro. Ia meminta Tuan Goro untuk mencarikan apartemen yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggal Nana, namun juga tidak terlalu dekat agar tidak menimbulkan kecurigaan.

Meskipun hanya seorang tangan kanan, Tuan Goro memiliki pengaruh yang cukup besar di Tokyo. Apalagi, apartemen yang akan ia sewa merupakan bagian dari jaringan bisnis Tuan Haru. Dengan mudah, Tuan Goro mendapatkan unit apartemen yang sesuai dengan keinginan Yuki.

Di apartemen barunya, Nana berdiri di dekat jendela, menatap gemerlap lampu kota Tokyo yang membentang luas. Perasaan campur aduk menghantuinya. Ia merasa senang bisa bersekolah di kota besar dan mendapatkan kesempatan baru, namun di saat yang sama, ia juga merasa sedih karena harus meninggalkan Hokkaido dan teman-temannya.

Dan lebih dari itu, ia merasa semakin jauh dari pahlawan kecilnya, Yuki. Nana masih menyimpan rapat-rapat kenangan tentang Yuki, pemuda yang menyelamatkannya dari penculikan bertahun-tahun yang lalu. Ia sering memegang liontin berbentuk separuh hati pemberian Yuki, berharap suatu saat nanti mereka bisa bertemu kembali. Namun, ia tidak tahu di mana Yuki sekarang. Yang ia tahu, Yuki tinggal di Hokkaido.

"Yuki, di mana kau sekarang?" gumam Nana lirih, air matanya berlinang. "Apakah kita akan bertemu lagi?"

Tanpa Nana sadari, Yuki berada lebih dekat dari yang ia bayangkan. Di sebuah apartemen yang tidak jauh dari sana, Yuki juga menatap pemandangan kota Tokyo dari jendelanya. Ia tersenyum kecil sambil memegang liontin separuh hati yang menjadi pasangan liontin milik Nana.

"Nana, tunggu aku," bisik Yuki dengan penuh tekad. "Aku akan selalu menjagamu."

Jalinan takdir telah mempertemukan mereka kembali di kota metropolitan ini. Akankah mereka menyadari keberadaan satu sama lain? Akankah cinta bersemi di antara mereka? Waktu yang akan menjawabnya.

Hari pertama Nana bersekolah di Tokyo tiba. Ia melangkah masuk ke gerbang SMA Meguro, salah satu sekolah menengah atas ternama di Tokyo, dengan perasaan campur aduk. Ada semangat, gugup, dan juga sedikit takut. Ia mengenakan seragam sekolah barunya dengan rapi, rok lipit berwarna abu-abu dan blazer biru tua yang terlihat elegan di tubuhnya. Rambut hitam panjangnya tergerai indah, dihiasi sebuah pita merah sebagai aksesoris.

Ryuu, sepupunya, berjalan di samping Nana. Dengan seragam sekolah laki-laki yang juga berwarna biru tua, Ryuu tampak gagah dan berwibawa. Ia sesekali menatap sekeliling dengan waspada, siap siaga melindungi Nana jika ada sesuatu yang mencurigakan.

Begitu Nana dan Ryuu muncul di koridor sekolah, mereka langsung menjadi pusat perhatian. Kecantikan Nana yang natural dan menawan membuat banyak mata tertuju padanya. Para siswa laki-laki terpesona dengan senyum manis dan aura cerianya, sementara para siswi menatapnya dengan kagum bercampur iri.

"Lihat, siapa gadis itu?" bisik seorang siswa laki-laki pada temannya. "Dia sangat cantik!"

"Sepertinya dia murid pindahan," jawab temannya. "Aku belum pernah melihatnya sebelumnya."

"Dan lihat pemuda di sebelahnya," timpal siswa lainnya. "Dia juga tampan! Apakah mereka pacaran?"

Nana mencoba mengabaikan tatapan dan bisikan-bisikan itu, sementara Ryuu tetap tenang dan fokus pada tugasnya untuk menjaga Nana. Mereka berjalan berdampingan menuju ruang kepala sekolah untuk mengurus administrasi pendaftaran.

Di antara kerumunan siswa yang memadati koridor, ada seorang gadis yang menatap Nana dengan sinis. Ia adalah Airi Hayashi, putri tunggal dari Tatsuya Hayashi, seorang konglomerat terkenal di Tokyo. Airi terbiasa menjadi primadona di sekolah. Ia selalu menjadi pusat perhatian dan dikagumi oleh banyak orang. Namun, kehadiran Nana menggeser posisinya. Airi merasa tersaingi dan iri melihat Nana mendapatkan perhatian dari para siswa laki-laki.

"Cih, siapa dia berani mencuri perhatian semua orang?" gerutu Airi dalam hati. "Lihat saja, aku akan membuat hidupnya sengsara di sekolah ini."

Airi memutuskan untuk menjadikan Nana sebagai musuhnya. Ia akan melakukan apapun untuk menjatuhkan Nana dan merebut kembali posisinya sebagai gadis paling populer di sekolah.

Setelah mengurus administrasi di ruang kepala sekolah, Nana dan Ryuu berjalan keluar. Namun, mereka terkejut mendapati seorang siswa laki-laki sudah menunggu di depan pintu. Siswa itu memiliki postur tinggi tegap, rambut cokelat bergaya rapi, dan wajah tampan yang memancarkan kepercayaan diri. Ia mengenakan seragam sekolah dengan santai, namun tetap terlihat elegan.

"Permisi," sapa siswa itu dengan senyum ramah pada Nana. "Bolehkah aku mengenal dirimu? Namaku Kazuya Shiraishi."

Nana tertegun sejenak, namun kemudian membalas senyum Kazuya. "Halo, Kazuya. Aku Nana Aoi. Ini sepupuku, Ryuu Aoi."

Kazuya adalah putra dari Hiroshi Shiraishi, seorang pengusaha sukses di bidang properti. Ia terkenal sebagai siswa yang populer di SMA Meguro, baik karena ketampanan, kecerdasan, maupun latar belakang keluarganya. Saat melihat Nana di koridor tadi, Kazuya langsung tertarik pada kecantikan dan aura gadis itu. Ia pun menunggu Nana di depan ruang kepala sekolah untuk bisa mengenal gadis itu lebih dekat.

"Senang berkenalan denganmu, Nana, Ryuu," kata Kazuya dengan antusias. "Kalian murid pindahan, ya? Jika ada yang bisa kubantu, jangan ragu untuk menghubungiku.

Nana menerima uluran tangan Kazuya dan berjabat tangan dengan sopan. "Terima kasih, Kazuya. Kami akan mengingatnya."

Ryuu mengamati interaksi mereka dengan tatapan tajam. Ia bisa merasakan ketertarikan Kazuya pada Nana. Ryuu sedikit waspada, namun ia juga tidak ingin terlalu posesif pada Nana.

Saat Nana, Ryuu, dan Kazuya masih berbincang-bincang, Airi Hayashi muncul di koridor. Ia melihat Kazuya, pria yang diam-diam ia kagumi, sedang berbicara dengan Nana. Api kecemburuan langsung menyala di dadanya.

"Apa-apaan ini?" batin Airi dengan geram. "Kazuya seharusnya berbicara denganku, bukan dengan gadis baru itu!"

Airi mengepalkan tangannya erat-erat. Ia merasa semakin benci pada Nana. Nana tidak hanya mencuri perhatian para siswa laki-laki, tetapi juga mendekati Kazuya, pria idamannya. Airi bertekad untuk membalas dendam pada Nana. Ia akan membuat Nana menyesal telah datang ke sekolah ini.

Bel masuk berbunyi, menandakan dimulainya jam pelajaran pertama. Nana dan Ryuu berpisah di koridor, menuju kelas masing-masing. Nana memasuki kelas 2-A, di mana ia disambut dengan tatapan penasaran dari teman-teman sekelasnya. Ia mencoba tersenyum ramah, menghilangkan rasa gugup yang menyergapnya.

Sementara itu, di kelas 3-B, Ryuu dengan cepat menyatu dengan lingkungan barunya. Ia memiliki aura pemimpin alami yang membuatnya mudah dihormati oleh teman-teman sekelasnya. Namun, ia tetap waspada, selalu mengingat tugas utamanya untuk melindungi Nana.

Di kelas 2-A, Airi Hayashi dan gengnya sedang merencanakan sesuatu. Mereka berkumpul di pojok kelas, berbisik-bisik dengan wajah penuh kelicikan.

"Kita harus memberikan pelajaran pada gadis baru itu," kata Airi dengan nada sinis. "Dia sudah lancang mencuri perhatian Kazuya dariku."

"Tapi bagaimana caranya?" tanya salah satu teman Airi.

"Tenang saja, aku sudah punya rencana," jawab Airi dengan senyum licik. "Kita akan menjebaknya di kantin saat jam istirahat nanti."

Jam istirahat tiba. Kantin SMA Meguro dipenuhi siswa-siswi yang bersemangat menikmati makan siang mereka. Aroma makanan yang lezat bercampur dengan celoteh riuh para siswa, menciptakan suasana yang hidup dan ceria.

Nana dan Ryuu berjalan berdampingan menuju kantin. Mereka memilih meja kosong di dekat jendela, lalu mengantri untuk membeli makanan. Nana memilih set menu ramen dengan gyoza, sementara Ryuu mengambil curry rice dengan topping katsu.

Saat Nana sedang menunggu giliran untuk membayar makanannya, tiba-tiba seseorang menyenggolnya dengan keras. Nana terkejut dan hampir saja menjatuhkan nampannya. Ia menoleh dan melihat Airi Hayashi berdiri di belakangnya dengan senyum mengejek.

"Ups, maaf," kata Airi dengan nada pura-pura tak sengaja. "Aku tidak sengaja menyenggolmu."

Nana mengerutkan keningnya. Ia bisa merasakan bahwa Airi sengaja melakukannya. Namun, ia mencoba untuk tidak terpancing.

"Tidak apa-apa," jawab Nana dengan sopan. Ia lalu berjalan menuju mejanya yang sudah ditunggu Ryuu.

Namun, Airi tidak membiarkan Nana pergi begitu saja. Ia mengikuti Nana dan dengan sengaja menjegal kaki Nana. Nana terpeleset dan terjatuh dengan keras, nampannya terlempar, dan makanan serta minumannya tumpah berantakan di lantai. Seisi kantin tertawa melihat Nana yang terperosok dengan penuh makanan.

Wajah Nana memerah padam. Ia merasa malu dan kesal. Ia mencoba bangkit, tetapi pergelangan kakinya terkilir dan berdenyut nyeri. Air mata berlinang di pelupuk matanya, tetapi ia mencoba untuk tetap tegar.

Ryuu, yang melihat kejadian itu, langsung berlari ke arah Nana. Ia membantu Nana berdiri dan menuntunnya ke sebuah kursi kosong.

"Nana, kau tidak apa-apa?" tanya Ryuu dengan khawatir, menatap Nana dengan penuh keprihatinan.

"Aku baik-baik saja," jawab Nana dengan suara bergetar, mencoba menyembunyikan rasa sakit dan malunya.

Ryuu menatap Airi dengan tajam. "Apa maksudmu melakukan ini pada Nana?" tanyanya dengan nada marah.

Airi tersenyum sinis. "Aku hanya bersenang-senang sedikit," jawabnya dengan enteng, sikap acuh tak acuh.

Ryuu mengepalkan tangannya. Ia ingin memberikan pelajaran pada Airi, tetapi ia mengingat pesan pamannya untuk tidak menimbulkan masalah di sekolah.

"Lebih baik kau pergi dari sini sekarang juga," kata Ryuu dengan dingin, mencoba menahan emosinya.

Airi dan gengnya tertawa mengejek, lalu meninggalkan Nana dan Ryuu yang masih berada di tengah kantin yang kini hening. Semua mata tertuju pada mereka. Nana menundukkan kepalanya, air matanya akhirnya menetes. Ia merasa malu dan ingin menghilang dari sana.

Ryuu membawa Nana ke ruang UKS untuk mengobati lukanya. Ia merasa bersalah karena tidak bisa m

elindungi Nana dari kejahatan Airi. Ia berjanji dalam hati akan lebih waspada dan tidak akan membiarkan hal seperti ini terjadi lagi.