Kabar tentang insiden di kantin menyebar dengan cepat di SMA Meguro. Kazuya Shiraishi, yang mendengar bahwa Nana terluka, bergegas menuju ruang UKS. Ia menemukan Nana duduk di ranjang dengan perban di pergelangan kakinya, sementara Ryuu menemaninya di sampingnya.
"Nana, kau baik-baik saja?" tanya Kazuya dengan khawatir.
"Aku baik-baik saja, Kazuya," jawab Nana dengan senyum tenang, meskipun ia masih merasakan sedikit nyeri di pergelangan kakinya.
"Syukurlah," kata Kazuya lega. Ia lalu menatap Ryuu dengan penuh pertanyaan. "Apa yang terjadi?"
Ryuu menjelaskan tentang insiden di kantin, tentang bagaimana Airi Hayashi dengan sengaja menjatuhkan Nana. Kazuya mendengarkan dengan seksama, wajahnya mengeras.
"Airi memang suka berbuat seenaknya," kata Kazuya dengan nada kesal. "Aku akan mencari tahu kenapa dia melakukan ini padamu."
"Tidak usah, Kazuya," kata Nana cepat. "Ini bukan urusanmu."
Kazuya menatap Nana dengan intens. "Tentu saja ini urusanku, Nana. Aku tidak suka melihat orang yang ku sayangi disakiti."
Nana terkejut mendengar kata-kata Kazuya. Ia tidak menyangka Kazuya akan sepeduli itu padanya.
"Kazuya, bisakah kita bicara berdua saja?" tanya Nana pada Kazuya dan Ryuu.
Ryuu mengangguk mengerti. Ia percaya pada Nana dan tahu Nana bisa menjaga dirinya sendiri. Ia pun meninggalkan Nana dan Kazuya di ruang UKS.
Kazuya dan Nana berjalan berdampingan menuju taman sekolah. Taman itu dipenuhi dengan pohon-pohon sakura yang sedang mekar penuh, menciptakan suasana yang indah dan romantis. Mereka duduk di sebuah bangku di bawah pohon sakura, menikmati keindahan alam di sekitar mereka. Ryuu mengamati mereka dari kejauhan, bersembunyi di balik sebuah pohon besar.
"Nana," kata Kazuya dengan lembut, "aku ingin mengatakan sesuatu padamu."
Nana menatap Kazuya dengan penuh perhatian. Ia bisa merasakan bahwa Kazuya akan mengatakan sesuatu yang penting.
"Sejak pertama kali melihatmu, aku langsung tertarik padamu," lanjut Kazuya. "Kau sangat cantik, baik hati, dan menarik. Aku... aku menyukaimu, Nana."
Nana terkejut mendengar pengakuan Kazuya. Ia memang menyadari bahwa Kazuya menaruh perhatian padanya, tetapi ia tidak menyangka Kazuya akan mengungkapkan perasaannya secepat ini.
"Kazuya, aku... aku tersanjung dengan perasaanmu," kata Nana dengan hati-hati. "Tapi, aku tidak bisa menerima perasaanmu."
Kazuya terlihat kecewa. "Kenapa, Nana? Apakah ada yang salah denganku?"
"Tidak, Kazuya. Kau pria yang baik," jawab Nana. "Tapi, aku belum siap untuk memiliki hubungan spesial dengan siapapun. Aku ingin fokus pada sekolah dan mencari tahu tentang masa laluku."
Kazuya mengerti alasan Nana. Ia mengangguk perlahan.
"Baiklah, Nana. Aku menghormati keputusanmu," kata Kazuya. "Tapi, aku tidak akan menyerah. Aku akan tetap menunggumu sampai kau siap."
Nana tersenyum kecil. Ia menghargai kegigihan Kazuya, tetapi ia tetap pada pendiriannya.
Tanpa mereka sadari, beberapa siswa dan siswi lain sedang berada di dekat mereka. Mereka mendengar percakapan Nana dan Kazuya. Saat Nana menolak Kazuya, mereka terkejut dan mulai berbisik-bisik.
Kazuya merasa dipermalukan. Ia tidak terbiasa ditolak oleh seorang wanita. Ia menatap Nana dengan tatapan marah, lalu berjalan meninggalkan taman dengan kesal.
Nana menghela napas panjang. Ia tidak ingin menyakiti perasaan Kazuya, tetapi ia juga tidak ingin melakukan sesuatu yang belum ia siap. Ia berharap Kazuya bisa memahami keputusannya.
Berita penolakan Nana terhadap Kazuya menyebar dengan cepat di SMA Meguro, bagaikan api yang melahap rumput kering. Airi Hayashi, yang mendengar kabar tersebut, merasakan sebuah kepuasan yang jahat. Ia segera mencari Kazuya, yang saat itu sedang menyendiri di atap sekolah, mencoba menenangkan diri setelah dipermalukan oleh Nana.
"Kazuya," panggil Airi dengan lembut, menyentuh bahu Kazuya dengan manja. "Kau baik-baik saja?"
Kazuya menoleh, wajahnya masih dipenuhi kemarahan dan kekecewaan. "Aku tidak apa-apa, Airi," jawabnya dengan suara dingin.
Airi duduk di sebelah Kazuya, menatapnya dengan tatapan prihatin. "Aku dengar kau ditolak oleh gadis baru itu," kata Airi dengan nada simpati. "Dia memang sombong dan angkuh. Dia tidak tahu berterima kasih pada orang yang sudah baik padanya."
Kazuya mengepalkan tangannya. "Ya, dia memang gadis yang tidak tahu diri. Dia tidak pantas mendapatkan perhatianku."
Airi tersenyum licik. Ia tahu bagaimana cara memanfaatkan situasi ini untuk kepentingannya sendiri. Ia mulai mengompori Kazuya, membakar api kemarahan dan dendam di hati pemuda itu.
"Kazuya, kau tidak boleh membiarkan dia lolos begitu saja," kata Airi dengan nada berapi-api. "Kau harus memberinya pelajaran agar dia tahu bahwa kau bukan orang yang bisa dipermainkan."
Kazuya menatap Airi dengan penuh minat. "Apa yang kau sarankan, Airi?"
Airi berbisik di telinga Kazuya, mengungkapkan rencana jahatnya. Kazuya mendengarkan dengan seksama, senyum sinis terukir di bibirnya.
"Kau benar, Airi," kata Kazuya dengan nada penuh tekad. "Kita harus memberinya pelajaran yang tak terlupakan."
Bel pulang sekolah berbunyi. Nana dan Ryuu berjalan berdampingan keluar dari gerbang sekolah. Tiba-tiba, sebuah mobil sport merah berhenti di depan mereka. Kazuya Shiraishi keluar dari mobil dengan wajah penuh penyesalan.
"Nana, maafkan aku atas perilakuku tadi siang," kata Kazuya dengan nada tulus. "Aku bersikap tidak dewasa. Bisakah kau memberiku kesempatan untuk menjelaskan semuanya?"
Nana sedikit ragu, namun ia bisa melihat kesungguhan di mata Kazuya.
"Baiklah, Kazuya," jawab Nana. "Tapi aku hanya punya waktu sebentar. Ryuu akan menungguku di rumah."
Kazuya tersenyum. "Tentu saja, Nana. Aku hanya ingin bicara sebentar saja. Setelah itu, aku janji tidak akan mengganggu mu lagi."
Ryuu mengamati interaksi mereka dengan waspada. Ia tidak yakin dengan niat Kazuya. Namun, melihat Nana yang tampak tenang, ia pun mengizinkan Nana pergi dengan Kazuya.
"Hati-hati, Nana," pesan Ryuu. "Hubungi aku jika ada sesuatu."
Nana mengangguk. "Baiklah, Ryuu."
Kazuya membuka pintu mobil untuk Nana, lalu mereka melaju meninggalkan sekolah. Ryuu menatap mobil yang menjauh itu dengan firasat buruk. Ia berharap keputusannya mengizinkan Nana pergi dengan Kazuya adalah keputusan yang tepat.
Kazuya membawa Nana ke sebuah apartemen mewah di pusat kota. Ia berbohong pada Nana, mengatakan bahwa itu adalah apartemennya.
"Aku ingin mengambil sesuatu dulu di apartemenku," kata Kazuya pada Nana. "Setelah itu, kita bisa bicara di tempat lain."
Nana tidak mencurigai apapun. Ia mengikuti Kazuya masuk ke dalam apartemen. Namun, tanpa mereka sadari, seseorang sedang mengamati mereka dari kejauhan. Ia adalah salah satu orang yang ditugaskan Yuki untuk mengawasi Nana.
Yuki memang selalu menempatkan orang-orangnya untuk menjaga Nana di setiap sudut, termasuk di sekolah dan di sekitar apartemen Nana. Ia memiliki jaringan informasi yang luas dan efisien. Jadi, ketika Nana dibawa oleh Kazuya, Yuki langsung mendapatkan laporan.
Yuki mengepalkan tangannya dengan geram. Ia tahu Kazuya dan Airi berencana jahat pada Nana. Ia tidak akan membiarkan mereka menyakiti Nana.
"Tunggu aku, Nana," gumam Yuki dengan tatapan tajam. "Aku akan segera datang."
Yuki segera bergegas meninggalkan kampusnya dan mengikuti mobil Kazuya. Ia bertekad untuk menyelamatkan Nana dari bahaya.
Kazuya membuka pintu apartemen dengan senyum licik. Nana melangkah masuk, tanpa mencurigai apapun. Namun, begitu ia melihat ke dalam, wajahnya langsung pucat pasi. Airi Hayashi dan salah satu temannya sedang duduk di sofa, menatap Nana dengan senyum mengejek.
"Kazuya, apa maksudnya ini?" tanya Nana dengan suara bergetar.
Kazuya menutup pintu apartemen dan mendorong Nana masuk. "Maaf, Nana. Aku harus melakukan ini," kata Kazuya dengan nada dingin.
Nana mencoba untuk melawan, tetapi Kazuya lebih kuat darinya. Ia menekan sebuah sapu tangan yang sudah dibasahi dengan kloroform ke hidung Nana. Nana menghirup bau menyengat itu, dan pandangannya mulai kabur. Dalam hitungan detik, ia pun jatuh pingsan.
Kazuya mengangkat tubuh Nana yang lemas dan membawanya ke kamar tidur. Airi dan temannya mengikuti mereka dengan senyum penuh kemenangan.
"Akhirnya, kita bisa membalas dendam pada gadis itu," kata Airi dengan nada gembira.
Kazuya meletakkan Nana di atas tempat tidur, lalu menatap Airi.
"Kau sudah siap merekamnya?" tanya Kazuya.
Airi mengangguk sambil menunjukkan kamera video di tangannya. "Tentu saja. Aku tidak akan melewatkan momen ini."
Kazuya mulai membuka kancing baju Nana, namun tiba-tiba...
BRAKK!
Pintu kamar terbuka dengan keras. Seorang pemuda menggunakan masker dan topi hitam muncul di ambang pintu. Ia mengenakan jaket hitam dan celana jeans, tubuhnya tegap dan aura mengancam terpancar dari dirinya.
Kazuya dan Airi terkejut. Mereka tidak menyangka ada orang lain di apartemen itu.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, pemuda itu langsung menyerang Kazuya. Ia menghantam wajah Kazuya dengan pukulan yang keras. Kazuya terjatuh ke lantai, hidungnya berdarah. Ia mencoba untuk melawan, tetapi pemuda itu terlalu kuat untuknya.
Airi dan temannya menjerit ketakutan dan segera melarikan diri dari kamar itu. Kazuya yang setengah sadar hanya bisa menyaksikan pemuda tak dikenal itu mengangkat tubuh Nana dan membawanya pergi.
Di apartemennya, Ryuu mondar-mandir dengan gelisah. Ia sudah mencoba menghubungi Nana berkali-kali, tetapi teleponnya tidak diangkat. Ia mulai khawatir.
Tiba-tiba, bel pintu berbunyi. Ryuu segera membuka pintu. Ia terkejut melihat Nana terbaring lemas di lantai depan pintunya.
Ryuu segera mengangkat tubuh Nana dan membawanya masuk. Ia menoleh ke kiri dan kanan, mencoba mencari tahu siapa yang membawa Nana ke sini. Ia hanya melihat seorang pemuda berjaket hitam masuk ke dalam lift. Ryuu tidak bisa melihat wajahnya karena pemuda itu membelakanginya.
Ryuu membawa Nana ke kamarn
ya dan membaringkannya di tempat tidur. Ia menyelimuti Nana dengan selimut dan menunggu gadis itu sadar. Ia berharap Nana baik-baik saja.