Bab 6

Nana membuka matanya perlahan. Ruangan yang asing menyambut pandangannya. Ia mencoba mengingat di mana ia berada dan apa yang terjadi. Kepalanya berdenyut nyeri, dan ia merasakan mual di perutnya.

"Nana, kau sudah sadar?" sebuah suara lembut menyapa pendengarannya.

Nana menoleh dan melihat Ryuu duduk di samping tempat tidurnya, wajahnya dipenuhi kecemasan.

"Ryuu?" Nana berusaha duduk, namun kepalanya semakin berputar.

"Pelan-pelan saja, Nana," kata Ryuu sambil membantu Nana bersandar di kepala ranjang. Ia menyerahkan segelas air putih pada Nana. "Minumlah dulu."

Nana menerima gelas itu dan meminum airnya perlahan. Tenggorokannya yang kering terasa lebih baik.

"Apa yang terjadi, Ryuu?" tanya Nana dengan suara lemah. "Di mana aku?"

"Kau ada di apartemenku, Nana," jawab Ryuu. "Tadi aku menemukanmu pingsan di depan pintu."

Nana mengerutkan keningnya. Ia mencoba mengingat kejadian sebelumnya, namun ingatannya kabur. Yang ia ingat hanyalah ia masuk ke apartemen bersama Kazuya, lalu... kosong.

"Aku tidak ingat apa yang terjadi setelah itu," kata Nana dengan bingung.

Ryuu menatap Nana dengan tatapan serius. "Nana, ada seseorang yang membawamu ke sini. Seorang laki-laki berpakaian hitam. Aku tidak tahu siapa dia, tapi yang jelas itu bukan Kazuya."

Nana terkejut. Ia mencoba mencerna informasi itu. Seseorang telah menculiknya? Tapi siapa? Dan mengapa?

Tiba-tiba, ingatan tentang pahlawan kecilnya muncul di benak Nana. Yuki, pemuda misterius yang menyelamatkannya dari penculikan bertahun-tahun yang lalu. Mungkinkah Yuki yang menyelamatkannya lagi kali ini?

"Ryuu, siapa laki-laki yang menolongku?" tanya Nana penasaran.

Ryuu menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu, Nana. Aku hanya melihatnya dari belakang saat dia masuk ke lift."

Nana terdiam, merenungkan kejadian yang baru saja menimpanya. Ia merasa sangat beruntung karena selamat dari bahaya. Dan ia semakin penasaran dengan sosok pahlawan yang telah menolongnya, baik di masa kecil maupun sekarang.

Ryuu menatap Nana dengan rasa bersalah. Ia merasa gagal melindungi Nana. Seharusnya ia tidak mengizinkan Nana pergi dengan Kazuya.

"Maafkan aku, Nana," kata Ryuu dengan suara penuh penyesalan. "Seharusnya aku menjagamu lebih baik."

Nana memegang tangan Ryuu dan tersenyum menenangkan. "Ini bukan salahmu, Ryuu. Kau sudah melakukan yang terbaik. Aku yang ceroboh karena pergi dengan Kazuya."

Ryuu mengangguk perlahan. Ia berjanji dalam hati akan lebih waspada dan tidak akan membiarkan Nana dalam bahaya lagi. Ia akan menemukan siapa yang menculik Nana dan membuat mereka membayar atas perbuatan mereka.

Airi dan temannya kembali ke apartemen dengan langkah tergesa-gesa. Mereka menemukan Kazuya terkapar di lantai, wajahnya babak belur dan hidungnya berdarah. Airi menjerit ketakutan, sementara temannya segera menghubungi ambulans.

Kazuya dibawa ke rumah sakit dengan mobil ambulans. Airi menemani Kazuya di rumah sakit, menunggu Kazuya sadar dari pingsannya. Ia merasa bersalah dan khawatir dengan keadaan Kazuya. Ia tidak menyangka rencana mereka akan berakhir seperti ini.

Ketika Kazuya akhirnya sadar, ia menceritakan tentang pemuda bertopeng yang menyerangnya. Ia menggambarkan pemuda itu dengan detail, mulai dari postur tubuhnya, pakaiannya, hingga caranya bertarung.

Ayah Kazuya, Hiroshi Shiraishi, yang mendengar cerita itu menjadi geram. Ia tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu. Ia berjanji akan menemukan pemuda bertopeng itu dan membuatnya membayar atas perbuatannya.

"Berani-beraninya dia menyerang anakku!" geram Hiroshi. "Aku akan menghancurkannya!"

Sementara itu, Yuki yang sudah kembali ke apartemennya merasa kesal dengan keluarga Kazuya. Ia tidak terima Nana hampir saja menjadi korban kebejatan mereka. Ia memutuskan untuk memberikan mereka pelajaran.

Yuki menghubungi kakeknya, Tuan Haru, di Amerika. Ia menceritakan semua yang terjadi dan meminta bantuan kakeknya untuk menghancurkan bisnis keluarga Kazuya.

"Kakek, aku ingin Kazuya dan keluarganya bangkrut," kata Yuki dengan tegas.

Tuan Haru mendengarkan dengan seksama, lalu tersenyum kecil. "Baiklah, Yuki. Kakek akan mengurusi masalah ini."

Dengan kekuasaan dan jaringan bisnisnya yang luas, Tuan Haru dapat dengan mudah menghancurkan perusahaan keluarga Shiraishi. Ia menarik semua investasinya, memutus kerja sama, dan menyebarkan berita buruk tentang perusahaan mereka. Dalam waktu singkat, perusahaan keluarga Shiraishi pun terancam bangkrut.

Hiroshi Shiraishi yang masih sibuk mencari pemuda bertopeng yang menyerang Kazuya, tiba-tiba mendapatkan kabar buruk itu. Ia panik dan bingung. Ia tidak mengerti mengapa tiba-tiba perusahaannya mengalami krisis keuangan.

"Siapa yang melakukan ini pada keluargaku?" tanya Hiroshi dengan frustasi.

Ia tidak tahu bahwa semua itu adalah ulah Yuki, pemuda bertopeng yang ia cari-cari. Yuki telah memberikan mereka hukuman yang setimpal atas perbuatan mereka pada Nana.

Yuki, yang merasa dendamnya belum terbalaskan, memutuskan untuk memberikan peringatan tambahan kepada keluarga Kazuya. Ia mengambil ponselnya dan menekan nomor Hiroshi Shiraishi, ayah Kazuya. Ia menyembunyikan nomornya agar tidak terlacak.

Telepon berdering beberapa kali sebelum akhirnya diangkat.

"Halo?" Suara berat Hiroshi Shiraishi terdengar di seberang sana.

"Kau tahu akibatnya karena perbuatan bejat anakmu?" tanya Yuki dengan suara dingin yang disamarkan. "Sekali lagi kau mengusik wanitaku, akan kubuat keluargamu menghilang dari dunia."

Yuki langsung menutup teleponnya setelah menyampaikan ancamannya. Ia tidak ingin memberikan kesempatan pada Hiroshi untuk membalas atau melacaknya.

Hiroshi terpaku di tempatnya, tubuhnya gemetar. Ancaman itu terdengar begitu nyata dan mengerikan. Ia tidak tahu siapa orang di balik suara itu, tetapi ia yakin orang itu memiliki kekuatan untuk melaksanakan ancamannya. Ia baru saja merasakan bagaimana bisnisnya dihancurkan dalam sekejap mata.

Hiroshi menatap Kazuya yang masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit, wajahnya dipenuhi amarah.

"Ini semua salahmu!" bentak Hiroshi pada Kazuya. "Kau sudah membuat masalah besar bagi keluarga kita!"

Kazuya mengerang kesakitan, tubuhnya masih terasa nyeri akibat pukulan pemuda bertopeng itu. Ia tidak mengerti mengapa ayahnya tiba-tiba marah padanya.

"Ayah, apa maksudmu?" tanya Kazuya dengan lemah.

"Kau sudah menculik gadis itu dan sekarang kita diancam oleh orang yang sangat berkuasa!" teriak Hiroshi, tidak bisa menahan emosinya.

Kazuya terkejut. Ia tidak menyangka aksinya akan berdampak sebesar ini. Ia menyesali perbuatannya, tetapi semua sudah terlambat.

Airi dan temannya, yang selama ini menunggu di ruangan itu, menjadi ketakutan melihat kemarahan Hiroshi. Mereka berpamitan dan segera meninggalkan rumah sakit, takut menjadi sasaran kemarahan Hiroshi selanjutnya.

Hiroshi duduk di kursi samping ranjang Kazuya, wajahnya dipenuhi kecemasan. Ia harus menemukan cara untuk menyelamatkan keluarganya dari ancaman misterius itu. Ia tidak tahu harus berbuat apa.

Berita kebangkrutan keluarga Shiraishi menyebar dengan cepat di seluruh penjuru Tokyo, bagaikan badai yang menerjang kota. Di SMA Meguro, para siswa berbisik-bisik membicarakan nasib Kazuya yang tiba-tiba jatuh miskin. Mereka bertanya-tanya apa yang menyebabkan keluarga konglomerat itu mengalami kebangkrutan dalam waktu singkat.

Airi Hayashi dan temannya, yang mengetahui penyebab sebenarnya, merasa gundah dan ketakutan. Mereka tidak menyangka aksi mereka menculik Nana akan berakibat fatal bagi keluarga Kazuya. Airi terkejut dan mulai bertanya-tanya siapa sebenarnya Nana. Ia tidak pernah menduga gadis yang tampak biasa saja itu memiliki kekuatan yang mampu menghancurkan keluarga Kazuya.

Didorong oleh rasa penasaran dan sedikit rasa bersalah, Airi mencari tahu tentang Nana. Ia menemukan informasi tentang Nana di internet, bahwa Nana adalah putri dari Ichiko Aoi, seorang pengusaha terkenal di Hokkaido. Airi semakin terkejut. Ia tidak menyangka Nana adalah anak orang kaya. Selama ini, ia mengira Nana hanyalah gadis biasa yang tidak memiliki apa-apa.

Airi merasa bersalah telah berbuat jahat pada Nana. Ia memutuskan untuk meminta maaf pada Nana. Saat jam istirahat, ia menghampiri Nana yang sedang duduk sendiri di perpustakaan.

"Nana, aku ingin bicara denganmu," kata Airi dengan nada sungguh-sungguh.

Nana menatap Airi dengan heran. Ia tidak menyangka Airi akan mencarinya.

"Ada apa, Airi?" tanya Nana dengan hati-hati.

"Aku... aku ingin meminta maaf padamu," kata Airi dengan terbata-bata. "Aku tahu aku sudah berbuat jahat padamu. Aku menyesal."

Nana terkejut mendengar permintaan maaf Airi. Ia tidak menyangka Airi akan mengakui kesalahannya.

"Tidak apa-apa, Airi," kata Nana dengan tulus. "Aku memaafkanmu."

Airi tersenyum lega. Ia merasa beban berat terangkat dari pundaknya.

"Terima kasih, Nana," kata Airi dengan tulus. "Kau memang gadis yang baik."

Nana dan Airi pun berbaikan. Mereka mulai berbicara dan mengenal satu sama lain lebih dekat. Airi menyadari bahwa Nana adalah gadis yang ramah dan baik hati, berbeda dengan dugaan awal Airi.

Berita permintaan maaf Airi pada Nana sampai ke telinga Yuki melalui jaringannya di sekolah. Yuki tersenyum kecil. Ia senang mengetahui Airi telah menyadari kesalahannya dan meminta maaf pada Nana. Ia pun mengubah pikirannya untuk memberikan pelajaran pada Airi.

"Sepertinya Airi sudah mendapatkan hukumannya," batin Yuki. "Aku tidak perlu ikut campur lagi."

Di tengah keramaian Harajuku yang penuh warna, Yuki mengamati Nana, Ryuu, Airi, dan Yumi dari kejauhan. Ia menyamar dengan mengenakan topi, kacamata hitam, dan masker medis, sehingga tidak ada yang mengenalinya. Ia tersenyum kecil melihat Nana yang tertawa lepas bersama teman-teman barunya. Yuki merasa lega melihat Nana bahagia.

Ia juga memperhatikan Airi yang kini berubah total. Tidak ada lagi kesombongan dan keangkuhan dalam diri gadis itu. Airi terlihat tulus menyesali perbuatannya dan ingin berteman dengan Nana. Yuki mengapresiasi perubahan itu.

Saat Airi berpamitan untuk pergi ke toilet, Yuki melihat kesempatan untuk memberikan peringatan pada gadis itu. Ia berjalan melewati Airi, berpura-pura tidak mengenalnya. Namun, saat berpapasan, ia berhenti sejenak dan menatap Airi dengan tajam.

Airi merasa familiar dengan sosok itu. Postur tubuh yang tegap, aura yang kuat, dan mata yang tajam itu mengingatkannya pada pemuda bertopeng yang menyerang Kazuya. Ia merasa merinding.

"Jika kau mencoba menyakiti Nana lagi," kata Yuki dengan suara dingin yang disamarkan, "nasib keluargamu akan sama dengan Kazuya."

Airi terpaku di tempatnya, tubuhnya gemetar. Ia tidak menyangka orang yang menghancurkan keluarga Kazuya ada di hadapannya. Ia ingin berteriak minta tolong, tetapi suaranya serasa tercekat di tenggorokannya.

Yuki mendekatkan wajahnya ke telinga Airi dan berbisik, "Rahasiakan pertemuan ini. Dan jangan berani macam-macam dengan Nana."

Yuki lalu melanjutkan langkahnya, meninggalkan Airi yang masih terpaku dalam ketakutan. Airi menghela napas panjang dan berusaha menenangkan dirinya. Ia segera pergi ke toilet untuk membasuh wajahnya dan menghilangkan rasa gugupnya.

Yuki kembali mengamati Nana dan teman-temannya dari kejauhan. Ia tersenyum puas. Ia ya

kin Airi tidak akan berani menyakiti Nana lagi setelah mendapatkan peringatan darinya. Ia akan selalu melindungi Nana, apapun yang terjadi.