Chapter 13: Musuh dalam Selimut

Ray dan Eliza kini memiliki bukti yang bisa menghancurkan Orlov. Namun, mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang. Mereka harus menemukan cara untuk menyebarkan informasi ini tanpa jatuh ke tangan orang yang salah. Dengan perasaan waspada, mereka bersembunyi di apartemen kecil di pinggiran kota, berusaha merencanakan langkah selanjutnya.

Namun, sebuah kegelisahan mulai muncul di antara mereka. Beberapa gerakan mereka seolah-olah telah diketahui lebih dahulu oleh musuh. Seperti ada yang membocorkan keberadaan mereka. Tapi siapa?

Tanda-tanda Pengkhianatan

Eliza menatap Ray dengan cemas. "Kita selalu selangkah di belakang mereka. Setiap kali kita bergerak, mereka sudah lebih dulu tahu," katanya sambil mengusap rambutnya yang berantakan.

Ray mengangguk, matanya menyipit. "Ada seseorang di antara kita yang membocorkan informasi. Kita punya musuh dalam selimut."

Eliza terdiam. Pikiran itu menghantuinya sejak mereka mulai kehilangan kontak dengan beberapa sekutu mereka. Seolah ada tangan tak terlihat yang menarik benang di balik layar.

"Kita harus mempersempit kemungkinan," kata Ray. "Siapa yang tahu rencana kita secara detail?"

Eliza berpikir sejenak. "Hanya kita, Malik, dan Dimas. Tapi Dimas sudah…"

Ray menghela napas. "Dimas sudah mati. Berarti tersisa Malik."

Mengejar Kebenaran

Mereka segera mencari Malik, berharap bisa mengonfrontasinya sebelum terlambat. Menggunakan koneksi lama, mereka menemukan tempat persembunyiannya di sebuah gudang tua di pinggir kota.

Saat mereka tiba, Malik sudah menunggu. Dia duduk dengan tenang, menatap mereka tanpa ekspresi.

"Aku sudah menunggu kalian," kata Malik, suaranya dingin.

Eliza mengepalkan tangannya. "Kenapa kau melakukannya, Malik? Kenapa kau mengkhianati kami?"

Malik tersenyum tipis. "Karena aku tidak punya pilihan. Orlov lebih kuat dari yang kalian pikirkan. Jika aku tidak bekerja sama, aku akan berakhir seperti Dimas."

Ray menggelengkan kepala. "Kau masih punya pilihan, Malik. Bergabung dengan kami dan lawan mereka."

Malik menatap Ray dengan tatapan penuh keraguan. "Kalian tidak mengerti... Orlov tidak hanya mengendalikan jaringan keuangan, dia mengendalikan segala sesuatu. Jika kalian terus melawan, kalian hanya akan berakhir mati."

Eliza menatap Malik dengan tajam. "Lebih baik mati dalam perlawanan daripada hidup sebagai budak ketakutan."

Pilihan Terakhir

Ray dan Eliza memberi Malik satu kesempatan terakhir: bergabung kembali dengan mereka, atau dianggap sebagai musuh. Tapi sebelum Malik bisa menjawab, suara tembakan bergema di dalam gudang.

Seseorang telah menemukan mereka.

Mereka segera berlindung, sementara tembakan terus menghujani ruangan. Malik berusaha menarik pistolnya, tapi Ray menahannya.

"Ini saatnya memilih, Malik," kata Ray. "Apakah kau bersama kami, atau bersama mereka?"

Malik menatap Ray, lalu ke arah para penyerang yang semakin mendekat. Keputusan itu akan menentukan takdir mereka semua.