105 Saya Menyesalinya

Sudut Pandang Vivian

Alen dan aku menjaga jarak—tidak terlalu dekat maupun terlalu jauh—saat kami berjalan kembali ke perkemahan, dia berjalan di depan dan aku mengikutinya dari belakang.

Ketika kami tiba di keretaku, Alen berdiri di sampingnya, menunggu aku menyusul. Saat aku mendekat, dia mengeluarkan pernyataan dingin, "Vivian, kita sudah sampai. Masuklah dan tidurlah."

Setelah mengucapkan kata-kata itu, Alen bahkan tidak mengucapkan selamat malam padaku. Dia hanya berbalik dan berjalan pergi.

Melihat sosoknya yang pergi, emosiku, yang baru saja mulai tenang, kembali terjerumus ke dalam lubang gejolak.

"Sigh…"

Aku menghela napas panjang, mencoba melepaskan frustrasi yang tertahan di dalam diriku. Namun, meski sudah beberapa kali menghela napas, ketidaknyamanan itu masih ada. Aku menggelengkan kepala sedikit, memaksakan diri untuk berhenti memikirkan masalah itu.