57 Seorang Suami yang Beruntung

Sudut pandang Nuri

Pada hari keenam liburan, suatu sore yang tenang, aku memegang tangan Sibyl dan mengajarinya menulis sebuah puisi cinta.

Puisi cinta ini ditulis oleh ayahku untuk ibuku saat dia sedang mendekatinya. Ibuku sangat mencintainya, ia menuliskannya di surat nikah mereka dan menyimpannya dengan baik.

Ketika aku masih kecil, ibuku sering menggendongku. Aku duduk di pangkuannya, menghirup aroma parfumnya, mendengarkan dia dengan lembut membacakan puisi ini:

Pandangan melahirkan tatapan,

tatapan mendesah,

desah melahirkan harapan,

harapan melahirkan kata-kata,

dan kata-kata menjadi surat.

Pada awalnya, aku tidak mengerti makna puisi itu, tapi aku pikir ritmenya sangat indah. Setiap kali ibuku membaca puisi ini, dia akan tersenyum lembut, seolah tenggelam dalam semacam kenangan yang indah. Ayahku akan mengulangi puisi itu bersamanya dengan suara rendah, dan mereka akan saling memandang dan merasakan cinta mereka hanya dengan satu tatapan.