Sun_forever

"Yang Mulia, ini putri saya, dan saya menawarkan kesetiaan saya."
Di sebuah pesta mewah, saya bersembunyi di sudut dan menyaksikan ayah saya, seorang alfa, membungkuk untuk berbicara kepada pangeran di atas takhta, sementara saudari saya, Bernice, mengenakan gaun ketat dan glamor, duduk di kaki pangeran dan menunjukkan senyum yang menawan dan berlagak sombong.
Itu adalah resepsi untuk sang Pangeran dan untuk saudari saya menjadi pasangan hidupnya.
"Gadis ku, aku menangkapmu."
Suara menjijikkan sepupu saya terdengar. Dingin merayap di punggung saya.
"Kamu tidak dapat melepaskannya," katanya, mengulurkan tangan untuk saya lagi.
Tidak...
Pada saat yang sama, terdengar jeritan rendah dari pusat jamuan. Bernice tampak pucat, dan pangeran mengerutkan kening pada kerumunan di depannya. Dia memiliki aura menekan Lycan yang membuat semua orang takut untuk bernapas.
"Bukan dia," kata sang pangeran, bahkan menolak untuk melihat Bernice.
Bagaimana ini bisa terjadi? Bukankah pasangan hidup sang Pangeran adalah Bernice?
Saya bersembunyi di sudut. Saya tidak berminat untuk melihat apa yang terjadi di pesta itu. Saya hanya ingin menyingkirkan bajingan di depan saya.
Namun mengapa sang Pangeran melihat saya bersembunyi di sudut?
Oh, dewi Bulan, saya tidak bisa membaca matanya.

Berpasangan dengan Pangeran Lycan

Meskipun sudah musim semi, suhu selama periode ini belum juga menghangat. Hari ini hujan lebih lebat dari sebelumnya. Pagi tadi hanya gerimis, dan saat aku tiba di istana, hujan sebesar seseorang menuangkan air dari awan.


"Hujan lebat seperti ini jarang terjadi di musim semi," aku mengeluh kepada rekan-rekanku sambil mengeringkan rambut dengan handuk. Untungnya, aku sudah meninggalkan dua set pakaian di kantor sebelumnya. Hari ini sangat dingin. Bahkan sebagai pria dewasa yang kuat, aku tidak dapat menjamin aku tidak akan jatuh sakit.


Rekan-rekanku semua setuju denganku, dan mereka semua kesal dengan hujan lebat yang tiba-tiba. Aku mungkin bisa melewati hari hanya dengan mengobrol di kantor, tapi para penjaga biasa tidak seberuntung itu. Mereka masih harus berpatroli di istana.


"Kapan aku bisa menjadi sehebat dirimu, tuan?" Pemimpin regu menatapku dengan iri, lalu mengenakan helmnya, mengambil pedangnya, dan pergi ke luar.


166 Peristiwa Aborsi