Interogasi

Di sebuah tempat yang tak dikenal, seorang pelayan terlihat terikat di atas kursi. Wajahnya ditutupi dengan karung. Dia terus-menerus menangis tersedu-sedu.

"Mengapa kalian melakukan ini? Mengapa aku di sini?" si pelayan bertanya. "Tolong lepaskan aku."

"Tidak ingatkah kamu apa yang telah kamu lakukan?" Dimitri bertanya. "Tidak bisa mengingat apa yang telah kamu lakukan pada kuda putri ketiga?"

Si pelayan menggigil setelah mendengar kata-kata Dimitri.

"Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan." Si pelayan menyangkal. "Aku tidak bersalah."

"Ohhh. Kamu pikir tidak ada yang melihatmu?" Dimitri berkata. "Sayang sekali bahwa salah satu anak kandang melihatmu keluar dari kandang dengan curiga."

Si pelayan semakin menggigil.

"A-aku ada urusan di dalam kandang. Itulah mengapa aku di sana." Si pelayan menjawab. "Tolong, lepaskan aku."

"Tidak takutkah kamu akan apa yang bisa kami lakukan untuk membuatmu bicara?" Dimitri bertanya.

"T-tolong percayai aku. Aku tidak melakukan apa-apa yang salah." Si pelayan menangis.

"Kamu tidak akan mengatakan yang sebenarnya? Maka bersiaplah." Dimitri berkata dengan suara mengancam.

***

"Ahhhhh....tolong berhenti." Teriakan terdengar dari sebuah gubuk kayu di tengah kehampaan.

Leon baru saja tiba menunggang kudanya. Sudah lewat tengah malam. Seorang penjaga bayangan muncul di depannya dan mengambil tali kekang kuda tersebut. Leon turun dari kudanya.

"Bagaimana proses interogasinya?" Leon bertanya.

"Yang Mulia, tuan Dimitri telah mulai menyiksa pelakunya." Penjaga bayangan menjawab.

"Apakah dia sudah mengaku?" Leon bertanya. Kedinginan terlihat di matanya.

"Yang Mulia, si pelayan masih sangat keras kepala. Dia masih menyangkal segala keterlibatan." Penjaga bayangan menjawab.

Leon memancarkan aura mengancam yang kuat. Penjaga bayangan itu merasakannya dan menggigil ketakutan.

'Pangeran kita benar-benar marah. Aku takut si pelayan tidak akan hidup sampai pagi.' Penjaga bayangan itu berpikir.

"Bawa aku kepada mereka." Leon memerintahkan.

"Ya, Yang Mulia." Penjaga bayangan membungkuk dan membawa Leon ke dalam.

"Ahhhh..." Si pelayan menjerit.

"Apakah kamu ingin aku berhenti?" Dimitri bertanya. "Lalu katakanlah yang sebenarnya."

Si pelayan menangis. "Ya, aku akan bicara. Tolong berhenti saja."

Dimitri berhenti menyiksa gadis itu.

"Ya, itu aku. Aku yang meletakkan serpihan di kuku kuda itu." Si pelayan mengaku.

"Siapa yang menyuruhmu melakukannya?" Dimitri bertanya.

Si pelayan terdiam.

"Kamu tidak ingin mengatakan?" Dimitri bertanya.

Leon memandang gadis yang wajahnya tertutup karung itu. Dia terlihat begitu menyedihkan. Dimitri melihat Leon datang.

"Yang Mulia." Dimitri membungkuk.

"Lepaskan penutupnya." Leon memerintahkan.

Dimitri terkejut tapi melakukan apa yang diperintahkan.

'Sepertinya pangeran tidak akan membiarkan gadis ini hidup. Sungguh kasihan.' Dimitri berpikir.

Karung di kepala si pelayan dilepas. Dia perlahan membuka matanya dan menyesuaikan diri dengan cahaya. Lalu dia melihat pria-pria di sekelilingnya.

"Katakanlah, siapa yang menyuruhmu menyakiti putri ketiga." Leon berkata dengan nada mengancam.

Si pelayan melihat Leon yang memandangnya dengan mata yang begitu jahat. Dia memancarkan aura yang berat sehingga tidak mudah untuk bernapas. Pandangannya seperti belati yang menusuk jiwa. Dia menggigil ketakutan.

"A-aku tidak bisa. Mereka akan membunuhku." Si pelayan gagap.

"Lalu tidak takutkah kamu bahwa kami akan membunuhmu?" Leon mengancamnya.

Si pelayan terdiam. Dia tidak ingin mengkhianati putri. Hidupnya ada di tangan mereka.

"Dimitri, berikan aku benda itu." Leon memerintahkan.

Dimitri mengambil sebuah peralatan seperti logam di meja dan memberikannya kepada Leon. "Ini, Yang Mulia."

Leon memperhatikan peralatan itu dengan cermat.

"Tahukah kamu apa ini?" Leon bertanya dengan dingin.

Si pelayan hanya memandang peralatan itu dengan ketakutan.

"Pegang dia!" Leon memerintahkan. Dua penjaga bayangan memegang si pelayan dari lengan.

Rasa takut terlihat nyata di wajah si pelayan. "Apa yang akan kalian lakukan?!"

Leon pelan-pelan berjalan mendekati gadis itu dan mengambil tangannya. Si pelayan mencoba untuk melawan tapi dua penjaga bayangan itu kuat.

"Tidak, tolong tidak. Tidak!" Si pelayan berteriak kesakitan.

Setelah beberapa saat menyiksa, gadis itu sekarang terkulai lemas.

"Kamu adalah pelayan yang setia, aku memuji itu." Leon berkata.

"T-tolong, b-bunuh saja aku." Si pelayan berkata dengan lemah.

"Kamu bersedia memberikan hidupmu untuk tuanmu? Kamu memang sangat setia." Leon berkata dengan nada mengejek. "Tapi aku ingin bertanya, apakah kamu juga bersedia memberikan hidup keluargamu untuk tuanmu?"

Mata si pelayan terbelalak kaget.

"Aku tahu bahwa kamu memiliki adik laki-laki. Dia berusia enam tahun, benar?" Leon bertanya. "Dan ayahmu adalah petani di pinggiran kota. Ibumu adalah orang yang sakit-sakitan dan memerlukan obat dari waktu ke waktu."

"Tolong jangan sakiti keluargaku. Mereka tidak ada hubungannya dengan ini." Si pelayan menangis.

"Kamu masuk ke istana untuk bekerja sebagai pelayan di dapur kerajaan, untuk membantu ayahmu membeli obat ibumu." Leon melanjutkan. "Kamu tidak memiliki tuan yang kau sumpahi setia, jadi menemukan otak di balik ini sulit. Jika kamu tidak memberitahuku maka aku pasti akan membalas dendam pada keluargamu."

"Tolong, aku mohon padamu, tuan." Si pelayan memohon.

"Kamu menyakiti istri masa depan saya. Ratu masa depan Kerajaan Grandcrest. Apakah kamu tahu apa konsekuensinya?" Leon bertanya dengan nada mengancam. "Kematian untukmu dan keluargamu. Dan juga keluargamu sampai derajat keempat."

"Ratu masa depan Kerajaan Grandcrest?" Si pelayan berkata dengan tidak percaya. Si pelayan tahu tentang Kerajaan Grandcrest dan pangeran mahkota dikatakan sebagai iblis yang berdarah dingin. Dia melihat Leon dengan heran.

"Sepertinya kamu sudah menyadari." Leon berkata dengan suara yang agung. "Jika kamu memberitahuku si otak di balik ini, aku akan menjamin keselamatan keluargamu dan pasokan obat seumur hidup untuk ibumu yang sakit-sakitan."

Si pelayan melihat Leon dengan mata yang terkejut.

"Dan aku juga akan memberimu kematian yang cepat." Leon akhirnya berkata.

Si pelayan berpikir bahwa tidak ada cara baginya untuk keluar dari ini. Setidaknya dia ingin keluarganya aman dan selamat. Dia siap mengambil kesepakatan ini.

"Aku akan memberitahumu jika kamu memberikan kata-katamu." Si pelayan berkata dengan pasrah.

"Aku akan memberikan kata-kataku sebagai pangeran mahkota Kerajaan Grandcrest, Regaleon Yosef Astley." Leon berkata dengan bangga.

"Otak di balik semua ini adalah tidak lain dari nyonyaku, putri kedua Elizabeth." Si pelayan mengaku. "Dia ingin putri Alicia mengalami kecelakaan. Jika dia tidak mati maka setidaknya dia ingin putri itu menjadi cacat."

"Terima kasih." Leon berkata dan berbalik. "Dimitri, kamu tahu apa yang harus dilakukan."

"Ya, Yang Mulia." Dimitri membungkuk dan Leon keluar dari gubuk. Dia melihat penjaga bayangan memberi isyarat. Kedua penjaga bayangan itu mengangguk.