Kapal "Meridian" melaju kencang, meninggalkan bayangan New Atlantis yang semakin mengecil. Awan berdiri di dek, tangan mencengkeram rel kayu dengan erat. Angin laut menghantam wajahnya, membawa serta percikan air asin yang terasa seperti teguran. Di dalam hatinya, kemarahan dan kebingungan beradu.
"Kita tidak bisa diam saja," kata Rara, mendekatinya. Matanya masih menyala dengan tekad, tapi suaranya lembut. "Kebenaran ini harus sampai ke survivor lain."
Awan mengangguk. "Tapi bagaimana? New Atlantis punya teknologi dan kekuatan. Kita hanya punya kapal tua dan sedikit persediaan."
"Kita punya sesuatu yang lebih berharga," sahut Kapten Lira, tiba-tiba muncul di belakang mereka. "Kita punya bukti."
Dia mengangkat sebuah flash drive kecil—data yang berhasil dicuri Pak Joko dari ruang server New Atlantis. "Di sini ada semua dokumen Proyek Naga Laut. Jika kita bisa menemukan komunitas lain yang punya peralatan komunikasi, kita bisa menyiarkan ini ke semua orang."
Malam itu, mereka berkumpul di ruang peta kapal. Pak Joko menghubungkan flash drive ke laptop tua yang mereka selamatkan dari kapal kargo. Layar penuh dengan data teknis, grafik, dan catatan rahasia yang mengungkapkan kedalaman eksperimen New Atlantis.
"Mereka bukan hanya memicu tsunami," desis Pak Joko, wajahnya pucat. "Mereka juga mencoba menciptakan sistem pertahanan dengan mengendalikan gempa bumi. Tapi itu keluar kendali."
Arga, yang duduk di sudut ruangan, tiba-tiba berbicara. "Aku... aku ingat sesuatu."
Semua mata tertuju padanya. "Dulu, sebelum tsunami, ayahku sering bicara tentang proyek rahasia di laut. Dia bilang, suatu hari kita semua akan melihat 'naga' bangkit dari samudra."
Rara berkedip. "Naga? Maksudmu Proyek Naga Laut?"
Arga mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Aku tidak mengerti waktu itu. Tapi ayahku... dia bekerja di kapal penelitian. Mungkin dia terlibat."
Ruangan itu hening sejenak. Awan menatap Arga, rasa bersalah menggerogoti hatinya. "Kita harus menemukan kapal penelitian itu. Mungkin ada jawaban di sana."
---
Keesokan harinya, badai mengamuk. Ombak setinggi gunung mengguncang kapal "Meridian", menguji kekuatan fisik dan mental mereka. Kapten Lira berteriak memberi komando, sementara Rara dan Awan berusaha menahan tali layar yang nyaris putus.
"Kita harus bertahan!" teriak Kapten Lira, suaranya nyaris tenggelam dalam deru angin.
Tapi alam tak berpihak. Sebuah ombak raksasa menghantam lambung kapal, menjungkirbalikkan semua yang ada di dek. Awan terlempar ke udara, tubuhnya menghantam air yang dingin.
*Ini akhir?* pikirnya, sebelum kegelapan menyelimuti pandangannya.
---
Saat Awan terbangun, dia berada di sebuah ruangan sempit yang terbuat dari logam berkarat. Bau minyak dan karat memenuhi hidungnya. Di sebelahnya, Rara sedang duduk, membasuh luka di dahi Arga.
"Di mana kita?" rengek Awan, kepalanya masih berdenyut sakit.
"Di kapal selam," jawab suara asing.
Seorang wanita berambut pendek dan berkacamata muncul dari pintu. "Selamat datang di *Kraken 7*. Kami menemukan kalian saat menyelam mencari sumber daya."
"Kapal selam?" Awan mengernyit.
Wanita itu tersenyum. "Kami adalah tim ilmuwan yang selamat dari bencana. Kami tinggal di dasar laut, menghindari badai dan... *mereka*."
"Mereka?" tanya Rara waspada.
Wanita itu menghela napas. "New Atlantis. Mereka tidak hanya membohongi survivor di permukaan. Mereka juga memburu siapa pun yang tahu kebenaran tentang Proyek Naga Laut."
Awan duduk tegak. "Kalian tahu tentang proyek itu?"
"Lebih dari itu," jawab wanita itu. "Kami adalah tim yang *membocorkannya*."
---
Di ruang kontrol *Kraken 7*, mereka diperlihatkan rekaman video yang mengguncang: eksperimen sonar frekuensi tinggi di Palung Mariana, yang memicu retakan di lempeng bumi. Rekaman itu juga menunjukkan pertemuan rahasia Dr. Erlangga dengan militer, merencanakan penggunaan teknologi itu sebagai senjata.
"New Atlantis bukan tempat perlindungan," kata wanita itu, yang memperkenalkan diri sebagai Dr. Sari. "Mereka adalah penjaga kebohongan terbesar dalam sejarah manusia."
Rara mengepal tangan. "Kita harus menghentikan mereka."
Dr. Sari mengangguk. "Tapi untuk itu, kita harus kembali ke tempat di mana semua ini bermula—ke Palung Mariana. Di sana, ada stasiun penelitian yang masih menyimpan bukti fisik."
Awan memandang ke luar jendela kapal selam, di mana kegelapan laut dalam menyembunyikan rahasia yang lebih mengerikan. "Kalau kita tidak kembali?"
"Bukan *kalau*," kata Dr. Sari. "*Kapan.*"
---