Pencarian Berlanjut

Disinilah keenam bersahabat itu berada, mereka ada di depan sebuah papan penanda dilarang masuk yang dibelakangnya terdapat hutan belantara yang cukup lebat.

"Guys, berdoa dulu sebelum masuk." Ucap Jendra memberitahu teman-temannya.

Pada akhirnya mereka datang ke hutan ini berenam. Nala dan Harsa sudah memberitahu jika ada yang tidak ingin ikut bisa tinggal saja di rumah Nenek Jingga. Namun, ketiga sahabatnya Juna, Jendra, dan Jingga tetap memaksa ikut, mereka berkata bahwa mereka datang berenam maka harus pulang berenam juga.

"Pohon itu berada di ujung hutan pulau ini. Kalian harus berhati-hati, ingat jangan pernah terpisah dan pergi sendirian. Kalian semua harus pulang sebelum gelap, Nak" pesan Nenek Jingga sebelum mereka berangkat tadi.

Berbekal petunjuk dan pesan dari Nenek Jingga, Nala, Harsa, dan Cakra bersama dengan Juna, Jendra, dan Jingga pun memulai petualangan mereka. Dengan tekad yang kuat keenam pemuda itu melangkahkan kaki mereka memasuki hutan yang lebat itu.

Jendra yang memiliki badan paling berotot memimpin di depan, Cakra yang memintanya. Lalu di belakangnya ada Cakra dan Jingga, sementara di barisan terakhir terdapat Nala, Harsa, dan Juna.

Nala memperhatikan sekitar, melihat bagaimana hutan itu begitu lebat ditumbuhi pepohonan. Suasana dalam hutan itu juga terasa sunyi dan dingin, membuatnya mengeratkan jaket berbulu yang ia pakai.

"Ini gimana caranya kita tahu lokasi pasti pohon itu?" Tanya Jendra, memberhentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.

"Nenek bilang coba ikuti jalan setapaknya aja, katanya kalau nenek nggak salah ingat pohon itu sangat besar dan pasti terlihat mencolok. Kita bisa tau begitu melihatnya." Sahut Jingga menjawab pertanyaan Jendra.

Harsa yang mendengarnya melihat ke depan jalanan yang sedang di lewatinya. "Jalan setapak apaan, ini mah kaya jalan yang nggak pernah dilewatin."

Keenam bersahabat terus berjalan menyusuri hutan mengikuti jalan setapak yang tidak mereka ketahui bagaimana ujungnya. Mereka merasa semakin dalam mereka masuk maka semakin lebat pula pepohonan yang mereka temui. Walau hari masih cerah, tetapi cahaya matahari mulai tertutup oleh dedaunan yang rimbun, membuat suasana hutan menjadi semakin menyeramkan.

"Suasananya kok nggak enak ya?" Ucap Juna.

Nala yang ada di samping Juna sedikit memukul punggung sang sahabat. "Jangan ngomong yang aneh-aneh, Jun!"

"Semuanya tenang, kita pasti secepatnya nemuin pohon itu." Ucap Jendra dari depan.

"AKHHH"

Tiba-tiba Harsa yang ada di barisan paling belakang berteriak, membuat semua mengalihkan pandangannya. Terlihat Harsa berdiri kaku dengan raut wajah ketakutan.

"U-ULAR!" Teriak Cakra melihat ada seekor ular yang melingkari kaki bagian bawah Harsa.

Ular itu memang bukan ular yang besar, tetapi tak bisa dibilang ular kecil juga. Terlihat ular itu berwarna hijau, pantas saja mereka tak melihatnya sedari tadi karena warnanya yang sama dengan rerumputan.

"To-tolong, lepasin!" Pinta Harsa dengan suara lirih, matanya bahkan sudah mulai berkaca-kaca.

"Sa, tenang sa jangan gerak tiba-tiba." Ucap Nala menenangkan, ia ingin membantu tapi ia juga takut.

Karena tak ada yang mendekat, Jendra dengan berani langsung maju untuk membantu Harsa. Dengan hati-hati, Jendra mendekat hendak melepaskan lilitan ular itu.

"JANGAN!" Ucap Juna mencoba menghentikan Jendra.

"Kenapa?"

"Nanti ularnya merasa terancam dan malah gigit kaki Harsa." Jelasnya.

Harsa yang mendengarnya mulai menangis merasa ketakutan, wajahnya bahkan sudah pucat pasi. "Terus gue harus gimana?"

Semua diam, tak tau harus berbuat apa. Jika mereka mendekat mereka takut ular itu akan menggigit Harsa, tapi jika tidak segera dilepaskan pun tetap sama saja kemungkinan Harsa bisa tergigit.

Namun, beberapa saat kemudian secara ajaib ular itu melepaskan lilitannya dan pergi ke arah semak-semak, membuat semuanya bernafas lega. Harsa langsung jatuh terduduk dan menangis.

Nala mendekati Harsa dan memeluk sahabat seumurannya itu. "Cup cup, masa cowok nangis." Ucapnya sembari menepuk punggung Harsa.

"Untung aja ularnya pergi"

"Ayo kita harus cepat-cepat pergi, gue takut di sini masih ada banyak ular lain." Ucap Jendra, membuat Harsa bangun dari duduknya. Mereka pun melanjutkan perjalan dengan formasi yang masih sama, dipimpin Jendra.

---

Tak terasa keenam bersahabat itu sudah berjalan selama berjam-jam, terbukti dari hari yang mulai siang. Jalan setapak yang mereka ikuti pun mulai terlihat memudar, tanda bahwa sebelumnya sudah mulai jarang ada orang yang melewati jalan ini.

Dalam hati Nala sedikit khawatir, mereka sudah lama mencari pohon itu tetapi tak ada tanda-tanda apapun. Dan lagi, sebenarnya ia dan yang lainnya pun tak mengetahui dimana letak pasti pohon itu. Mereka semua seperti berjalan tanpa arah dan tujuan.

"Bang Jendra, gue capek." Ucap Jingga menepuk pundak Jendra yang ada di depannya.

Jendra menoleh ke belakang, memandang Jingga yang tengah mengusap peluhnya, ia pun juga melihat temannya yang lain sudah terlihat kelelahan. "Kita istirahat dulu aja."

Setelah mencari tempat yang cocok untuk beristirahat, Nala dan Juna membuka ransel mereka mengambil beberapa koran. Mereka tata koran itu untuk menjadi alas duduk menggantikan karpet yang berat.

"Ayo duduk." Ajak Nala.

Keenam pemuda itu mengeluarkan bekal yang sudah disiapkan dari pagi, memakan makan siang mereka dengan tenang. Terlihat juga beberapa membuka ponsel mereka untuk mengalihkan rasa bosan.

"Eh, kok nggak ada sinyal sih?" Ucap Cakra mengangkat ponselnya setinggi mungkin, berharap mendapatkan sedikit sinyal.

"Gue juga nggak ada." Sahut Jingga.

"Kita di dalam hutan, udah pasti nggak ada sinyal." Ucap Juna.

Cakra mengerucutkan bibirnya merasa kecewa, sebagai seorang Gen Z hidup tanpa ponsel yang tak ada jaringan internetnya itu sulit.

Karena sudah selesai makan siang dan ingin segera menemukan tujuan mereka, akhirnya perjalanan pun dilanjutkan. Dengan di pimpin Jendra semunya berjalan mengikuti, sedikit ditemani gurauan yang diciptakan Harsa dan Cakra agar suasana tidak begitu hening.

Namun, lama-kelamaan mereka menyadari, jalan setapak yang mereka lewati mulai menghilang.

"Eh, ini lanjut kemana?" Tanya Jendra panik.

Yang lainpun segera mengalihkan pandangan melihat ke sekeliling mereka.

"Jalannya udah habis, gimana ini?" Tanya Juna panik.

Yang lain pun ikut merasa panik, tanpa disadari mereka malah berjalan memasuki hutan lebih dalam mencoba mencari jalan setapak lain yang ada ataupun jalan yang terhubung dengan jalan setapak yang tadi. Namun nihil tak ada jalan, bahkan jalan setapak sebelumnya pun sudah tak terlihat lagi.

"Kita kayaknya nyasar deh." ucap Jendra.

"Bang, jangan ngomong gitu dong, gue takut." Sahut Jingga merasa ketakutan, ia tidak mau tersesat di hutan ini, ia ingin pulang kembali menemui sang nenek. Jingga tidak suka suasana menyeramkan yang sedari tadi ia rasakan.

"Gue juga takut, takut nggak bisa balik."

"Tenang, kita pasti tetap bisa pulang kok." ucap Nala berusaha menenangkan teman-temannya. Walaupun Nala juga khawatir tapi ia tetap harus tenang, ada adik-adiknya disini yang harus ia lindungi.

Srak srak

Tiba-tiba mereka mendengar suara gesekan semak di sekitar. Suara itu seperti berasal dari arah belakang mereka. Keenamnya saling pandang dengan tatapan penuh keheranan dan juga sedikit takut.

"Itu apa?" Tanya Cakra berbisik.

"Gue juga nggak tau." Jawab Juna.

"Jangan-jangan hantu?"

Juna yang mendengar ucapan Harsa memukul kepala sang sahabat yang berdiri tepat di sampingnya. "Nggak usah ngomong aneh-aneh, Sa!"

Nala menghiraukan teman-temannya dan memilih melihat sekeliling. Kepalanya menoleh ke belakang, melihat sebuah pohon yang tidak terlalu besar di sana. "Ada orang!" Ucapnya lirih.

Mendengar ucapan Nala semuanya pun langsung merasa tegang, yang benar saja ada orang lain berada di sekita mereka? Di dalam hutan lebat ini?

Dengan perlahan Nala berjalan mendekat berusaha tidak menimbulkan suara. Jendra pun mengikuti di belakang Nala.

"Na, jangan!" Pinta Juna berbisik.

Nala hanya menanggapi dengan menaruh telunjuknya di depan bibir, meminta yang lain untuk diam dan tak bersuara.

"Gue takut." Ucap Jingga amat sangat lirih.

"Jangan takut, ada gue" ucap Harsa menenangkan sembari mengelus rambut Jingga.

Nala terus berjalan mendekati pohon itu, ia merasa ada yang bersembunyi di belakang sana.

Pelan tapi pasti kaki Nala melangkah tak menimbulkan suara. Jendra yang dibelakangnya pun mengikuti yang di lakukan Nala. Tambah dekat mereka dengan pohon, mulai terlihat jelas juga ada bayangan seseorang yang tengah berdiri. Nala sedikit mempercepat langkahnya karena pensaran. Di balik pohon itu ia dapat melihat ada orang lain memakai topi yang berdiri seperti menyembunyikan tubuhnya.

"Siapa, Lo?!"

-To be Continued-