Bab 61: Ujian Penjaga Kuil

Suasana dalam Kuil Batu Abadi terasa berat. Cahaya kehijauan yang berasal dari dinding kuil berkedip-kedip, menciptakan bayangan yang bergerak di lantai batu. Dua sosok misterius yang menyebut diri mereka sebagai Penjaga Kuil menatap Shen Wei dan murid-muridnya dengan tatapan tajam.

"Kalian telah datang untuk Sisa Cahaya, bukan?" suara pria berambut perak bergema di dalam ruangan besar itu. Tongkat panjangnya bersinar, memancarkan energi ilahi yang membuat Mei Er dan yang lainnya merasakan tekanan luar biasa.

Shen Wei mengangguk tanpa ragu. "Kami membutuhkan Sisa Cahaya untuk melindungi dunia ini."

Wanita berzirah perunggu itu menyeringai. "Melindungi dunia? Apakah kau benar-benar layak untuk memegang kekuatan sebesar itu?"

"Jika kau ingin mendapatkannya, kau harus melewati ujian kami," lanjut pria berambut perak. "Kami adalah penjaga yang ditugaskan langsung oleh para Dewa. Kami tidak akan membiarkan siapapun membawa kekuatan ini jika mereka tidak membuktikan kelayakan mereka."

Mei Er menatap Shen Wei, sedikit ragu. "Senior... apakah kita benar-benar harus bertarung?"

Shen Wei tidak menjawab seketika. Dia bisa merasakan kekuatan luar biasa dari dua penjaga ini. Mereka bukan sekadar makhluk biasa yang menjaga kuil—mereka adalah eksistensi yang mendekati keilahian.

Namun, tidak ada pilihan lain.

"Baiklah," ujar Shen Wei akhirnya. "Kami akan menerima ujian kalian."

Pria berambut perak itu tersenyum tipis. "Bagus. Maka bersiaplah."

Dalam sekejap, aura suci memenuhi ruangan.

Pria berambut perak mengangkat tongkatnya, dan dari tanah muncul pilar-pilar cahaya emas yang menyerang ke arah Shen Wei dan murid-muridnya.

"Hati-hati!" seru Yu Lan, melompat ke samping untuk menghindari serangan.

Shen Wei mengayunkan pedangnya, memecah pilar cahaya yang mengarah kepadanya. Namun, saat pedangnya bertemu dengan energi itu, ia merasakan tekanan yang luar biasa.

"Ini bukan serangan biasa," pikirnya. "Energinya murni, hampir seperti kekuatan ilahi yang sejati."

Di sisi lain, wanita berzirah perunggu melompat ke udara dan menebaskan pedangnya yang memancarkan gelombang angin tajam.

Chen Guang dan Mei Er bergerak cepat untuk menghadangnya.

"Aku akan menahan serangannya!" teriak Chen Guang.

Dia menghunus pedangnya dan menangkis gelombang angin itu, tetapi kekuatan yang ditimbulkan begitu besar hingga membuatnya terpental beberapa meter ke belakang.

Mei Er bergerak cepat, mengaktifkan formasi pertahanan untuk melindungi Chen Guang sebelum serangan lanjutan datang.

Shen Wei segera menerjang ke depan, menargetkan pria berambut perak. Pedangnya beradu dengan tongkat sang penjaga, menciptakan percikan energi di udara.

"Kau memiliki teknik yang hebat," ujar pria itu sambil menahan tebasan Shen Wei. "Tapi itu tidak cukup."

Dalam sekejap, dia mendorong Shen Wei ke belakang dengan kekuatan luar biasa, membuat sang pelindung dunia mundur beberapa langkah.

Shen Wei mengusap darah yang mengalir dari sudut bibirnya.

"Kau benar... aku belum menunjukkan semuanya."

Dalam sekejap, auranya berubah. Cahaya keemasan muncul dari tubuhnya, menyelimuti pedangnya dengan energi yang bergetar.

"Teknik Rahasia: Tebasan Surya Abadi!"

Dengan satu tebasan, gelombang energi emas melesat ke arah pria berambut perak.

Pria itu terkejut, tetapi segera mengangkat tongkatnya untuk menangkis. Benturan energi terjadi, mengguncang seluruh ruangan kuil.

Sementara itu, Mei Er dan Yu Lan bekerjasama melawan wanita berzirah.

Mei Er mengaktifkan teknik pedangnya, menciptakan bayangan pedang yang menyerang dari berbagai arah.

Wanita berzirah itu tersenyum. "Menarik, tapi belum cukup."

Dengan satu gerakan, dia menciptakan dinding angin yang menahan serangan Mei Er.

Namun, Yu Lan sudah bersiap di belakangnya.

"Kau melupakan satu hal... kami tidak bertarung sendirian!"

Yu Lan menyalurkan energi ke tangannya dan melepaskan serangan petir langsung ke arah lawannya.

Ledakan terjadi.

Wanita berzirah itu terdorong ke belakang, tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda kesakitan.

"Kalian memang kuat," katanya, "tapi belum cukup untuk melewati ujian ini."

Shen Wei menyadari sesuatu.

"Ujian ini bukan hanya tentang kekuatan."

Dia menutup matanya sejenak dan menarik napas dalam.

"Ini adalah ujian untuk melihat apakah kami pantas menjaga keseimbangan dunia."

Dengan keyakinan penuh, Shen Wei menurunkan pedangnya.

"Aku tidak akan bertarung lebih jauh. Aku datang bukan untuk menghancurkan, tapi untuk melindungi."

Murid-muridnya menatapnya dengan terkejut.

Pria berambut perak menatap Shen Wei dalam-dalam. Setelah beberapa detik yang terasa seperti keabadian, dia tersenyum.

"Akhirnya kau mengerti," katanya. "Ujian ini bukanlah pertarungan untuk membuktikan siapa yang lebih kuat. Ini adalah ujian untuk melihat apakah kau memiliki kebijaksanaan untuk menggunakan kekuatan yang kau cari."

Wanita berzirah perunggu menurunkan pedangnya. "Kalian lulus."

Mei Er dan yang lainnya saling bertatapan, masih belum sepenuhnya percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

Shen Wei tersenyum tipis. "Terima kasih atas ujian ini."

Pria berambut perak mengangkat tangannya, dan dari dalam altar kuil, cahaya biru perlahan muncul.

"Ini dia... Sisa Cahaya."

Shen Wei melangkah maju dan mengulurkan tangannya. Ketika cahaya itu menyentuh telapak tangannya, dia merasakan energi hangat yang menyelimuti tubuhnya.

"Dengan ini, kita telah mendapatkan bagian kedua dari kekuatan yang bisa menyelamatkan dunia ini," ujar Shen Wei.

Setelah menerima Sisa Cahaya, Shen Wei dan murid-muridnya beristirahat sebentar di dalam kuil sebelum bersiap untuk kembali.

Mei Er duduk di samping Shen Wei.

"Senior..." katanya pelan.

Shen Wei menoleh. "Apa?"

"Aku mulai merasa bahwa perjalanan kita semakin berat," katanya sambil menatap tangannya sendiri. "Aku tidak tahu apakah aku cukup kuat untuk terus berjalan di sisimu."

Shen Wei tersenyum lembut dan menepuk kepalanya.

"Mei Er, kau telah berkembang lebih jauh dari yang kau sadari. Aku percaya padamu. Percayalah pada dirimu sendiri."

Mei Er tersenyum malu-malu, tetapi dalam hatinya, dia merasa lebih kuat.

Dengan langkah mantap, mereka meninggalkan kuil, siap menghadapi tantangan berikutnya.