—31 Mei—
Nathan terbangun dari tidurnya, matanya masih terasa berat oleh kantuk. Cahaya matahari pagi menembus celah tirai kamarnya, menyinari lantai kayu yang dingin. Ia menghela napas perlahan, lalu mengangkat tubuhnya dari tempat tidur, pandangannya sempat tertuju pada laptop yang masih menyala di atas meja, sisa aktivitas semalam.
"Sudah pagi..."
Yaitu Live Streaming bersama dengan Nakiri Nao, Dengan sebuah pesan di email-nya yang bertuliskan "Maaf Nathan, sebenarnya aku ingin bicara soal ini padamu saat live tapi kamu keburu tidur, jadi aku hanya ingin beritahu bahwa untuk beberapa waktu aku tidak bisa live, karena aku memiliki urusan di dunia nyata. Urusan yang penting untuk dikerjakan terlebih dahulu, jadi ku ucapkan maaf ya~"
Ia pun mematikan serta menutup laptopnya.
"Sial, aku lupa untuk mematikan laptop sebelum tidur. Nakiri-san tidak bisa livestreaming lagi karena memiliki urusan ya. Yasudah sih, urusan nyata itu memang tidak bisa di ganggu."
Dengan gerakan santai namun sudah terbiasa, ia mengambil seragam Diver Series Academy miliknya. Nathan mengenakan kemeja yang berbeda dari biasa yang ia gunakan.
Nathan menghela nafasnya mencoba menerima sesuatu yang ia dapat ini.
"Haa..."
Di tempat yang seperti bridge kapal, Tachibana Hayase duduk di kursinya yang empuk, sambil melihat Nathan. Nathan terlihat mengenakan seragam sekolah seperti biasa tapi berbeda dengan yang lain.
Kemeja yang ia gunakan adalah kemeja yang ia dapat kemarin malam yaitu kemeja hitam dengan logo dari Divisi Lucis di bagian kiri depan kemejanya.
Nathan melihat-lihat kemeja tersebut. Lalu Samasaki mengomentari penampilannya.
"Wah.. Sepertinya kemeja itu cocok denganmu~"
Nathan menghela nafasnya lalu bertanya dengan perasaan yang nampak kecewa.
"Haa... Kenapa kau ingin gua masuk ke Divisi Lucis? Lalu kenapa Samasaki juga tidak ikut masuk?"
Kemudian, Tachibana Hayase menjawab sambil tersenyum tipis kearah Nathan dan Samasaki.
"Aku akan memiliki alasanku tersendiri, aku akan memberitahumu setelah kamu selesai melakukan latihan masuk. Mau lulus atau tidak, itu tergantung pada dirimu. Tapi kau tidak ingin mengecewakan kakak perempuanmu bukan?"
Nathan menghela nafasnya, mencoba untuk memberikan perkataan yang benar serta pertanyaan yang mengganjal pikirannya.
"Haa... Itu bukanlah masalah yang besar. Tapi kenapa Samasaki juga tidak ikut? Bukannya dia lebih cocok masuk ke dalam Divisi?"
"Biasanya, Kecocokan untuk masuk suatu Divisi tidak ditentukan oleh apakah ia itu cocok atau tidak, tetapi melainkan kemauan dari seseorang untuk masuk ke Divisi. Tapi itu berbeda dengan kejadian ini. Kau tidak memiliki kemauan untuk masuk ke dalam Divisi, tetapi aku yang mencoba membuatmu yakin bahwa di divisi, kau bisa mendapatkan sesuatu yang seharusnya kau cari."
"Tunggu... Bukannya itu berarti kau yang melanggar aturanmu sendiri?"
"Aku bahkan tidak pernah berkata bahwa aturan yang ku buat itu harus dijalani oleh semua orang, melainkan aturan yang di buat itu adalah aturan 'yang seharusnya dijalani' bukan malah menyimpang. Pokoknya, Isurugi Nathankato, kau akan melaksanakan latihan masuk terlebih dahulu sebelum resmi masuk kedalam divisi. Ku ucapkan, semoga beruntung."
Nathan, terdiam sejenak, kemudian panel elektronik mengeluarkan bunyi 'bip' pelan, dan pintu tersebut dengan mulus bergeser terbuka. Sehingga membuat mereka menoleh ke arah yang sama.
Seorang laki-laki berambut abu-abu, bermata biru yang sebiru lautan, mengenakan pakaian seragam khas Akademi pun masuk kedalam, diikuti oleh Perempuan berambut putih dengan warna biru di beberapa bagian rambutnya, bermata sebiru es cerah, memiliki kulit seputih salju, mengenakan pakaian Seragam Akademi yang umum untuk wanita.
Mereka melangkah perlahan, penuh percaya diri, sebelum berhenti beberapa meter di depan. Senyum tipis, hampir tak terbaca, terlukis di wajah mereka berdua, seolah situasi di hadapan hanyalah permainan kecil bagi mereka.
Sosok itu adalah Haimura Edward dan Isurugi Sayumi—keduanya tampak mencolok dengan kemeja hitam elegan yang mereka kenakan, kemeja yang identik dengan milik Nathan, seakan menunjukkan mereka berasal dari lingkup yang sama namun memiliki karisma yang berbeda.
Tatapan mata mereka semakin tajam namun tetap tenang.
Nathan mengamati tanpa ekspresi berlebihan, tak begitu terkejut dengan kedatangan kedua kakak kelasnya dari kelas 2-1. Pandangannya tetap fokus, mulutnya bergerak pelan, cukup untuk dirinya sendiri mendengar.
"(Haimura Edward, dan Isurugi Sayumi...)"
Seakan menangkap ketenangan Nathan, Haimura melangkah maju sedikit, senyumnya tak berubah.
"Senang bertemu denganmu kembali, Isurugi Nathankato."
"Ya."
∆∆∆
Di dalam gereja tua yang gelap, di ruang tengah gereja, Orion duduk di kursi dengan tangan kirinya sebagai sandaran untuk menahan kepalanya, Kanuzaki duduk di kursi dekatnya sambil memejamkan matanya.
Tapi seketika ia membuka matanya akibat Orion yang berbicara padanya.
"Kanuzaki, apa yang sedang kau rencanakan sekarang?"
"Kudengar bahwa mata-mata kita telah dikalahkan oleh Isurugi Nathankato."
"Dikalahkan? Bagaimana bisa?"
"Itu adakah sebuah kesalahan. Tapi kita tidak perlu terlalu memikirkannya. Yang jelas, akademi membantu kita untuk mencapai tujuan kita. Satu Revolt yang akan menghancurkan seluruh dunia, bangkit karena ada kegelapan didalam hati manusia, Revolt yang tercipta dari ketiga Revolt yang sudah tiada."
Kemudian, Kanuzaki mengingat kembali kejadian kemarin sore.
———
Di sebuah gang kecil yang sepi, pria berpakaian seperti polisi itu mengangkat ponselnya, dengan dilayar ponselnya terlihat Kanuzaki yang menggunakan Oblivion dengan Mega tranformation.
Dengan senyum dingin, ia mengarahkannya pada Kurashina, mencoba memaksa transformasi melalui sinyal energi hitam yang menyelimuti udara.
Namun, Kurashina memberontak, aura Diver miliknya menolak proses itu.
Energi liar yang tak terkontrol akhirnya menyambar pria polisi itu—pria berpakaian seperti polisi. Dalam sekejap, tubuh pria itu terdistorsi, berubah wujud menjadi makhluk mengerikan: Dandera Revolt, hasil kegagalan transformasi.
———
Kanuzaki mengangkat tubuhnya untuk bangkit dari duduknya, lalu berjalan menuju altar dan segera berhenti. Ia kemudian menutup matanya, lalu membuka matanya dan berbalik kearah belakang. Lalu menatap tajam kearah Orion serta Rin.
"Orion, Rin. Apakah kau sudah siap?"
Seketika itu, Orion dan Rin menyeringai kecil.
"Tentu saja!"
"Tentu."
∆∆∆
Di akademi—Di tempat Tachibana dan yang lainnya berada, Secara spontan Nathan mencoba meluruskan hal yang tadi sudah disinggung oleh Haimura Edward.
Matanya mulai serius, mencoba mencerna sesuatu yang ada barusan.
"Pulau?"
Haimura Edward membenarkan penjelasannya lalu menjelaskan tentang pulau yang ia singgung.
"Benar. Pulau seleksi, setiap calon yang masuk Divisi akademi setiap kerajaan akan dikirim ke pulau ini untuk menghadapi latihan masuk terlebih dahulu. Tidak hanya calon, tetapi murid— Tidak... Orang-orang yang tidak masuk ke akademi saat tes masuk akan dikirim ke sana untuk mendapatkan sebuah latihan yang sama dengan calon anggota divisi."
Nathan mengangkat alisnya setelah mendengar perkataan yang jelas terdengar di kupingnya. Mulutnya terbuka sedikit, matanya terbuka.
"Apa?"
Sama halnya dengan Samasaki yang terkejut mendapatkan fakta rahasia ini.
Lalu Haimura Edward melanjutkan penjelasannya kembali.
"Tetapi yang berbeda hanyalah, jika calon anggota divisi itu mengikuti latihan masuk karena untuk masuk ke Divisi, sedangkan orang-orang yang tidak lulus dan mengikuti latihan masuk di pulau seleksi karena untuk mencoba masuk kembali ke akademi."
Entah apa yang menghambat pikiran Nathan, ia hanya memikirkan seseorang yang pasti ada disana, beserta orang-orang lainnya.
(Apa yang terjadi pada pikiran gua? Kenapa gua hanya memikirkan bahwa seseorang yang mungkin ku kenal pasti ada disana? Apakah akan ada sesuatu yang buruk akan terjadi kedepannya?)
Isurugi Sayumi menyadari dengan Nathan yang tampak gelisah, Sayumi memang memilih untuk tutup mulut, tetapi raut wajahnya tidak bisa berhenti memikirkan adiknya yang gelisah tanpa sebab.
Ia menurunkan alisnya, dengan mulutnya yang tertutup sambil melihat wajah Nathan.
"Ngomong-ngomong, Pulau seleksi itu ada dimana?" Tanya Nathan.
"Di Kasia Tropicslands. Bagian timur."
"...!"
"Itu berarti kalian akan pergi dalam perjalanan yang sangat jauh!"
Haimura menjelaskan sekiranya waktu yang diperlukan untuk sampai ke Kasia Tropicslands dari akademi.
"Benar, sekiranya memerlukan waktu sekitar dua atau tiga hari untuk benar-benar sampai ke sana. Bahkan bisa sampai empat atau lima hari jika ada hambatan ditengah perjalanan. Jika hanya berjalan kaki, estimasinya bisa sampai seratus enam puluh hari untuk tiba."
Seketika, Nathan dan Samasaki terkejut dengan pernyataan Haimura Edward.
"Se—seratus enam puluh hari...?!"
"Karena itulah memakai mobil jauh lebih baik ketimbang jalan kaki."
Nathan masih mencerna angka yang baru saja diucapkan Haimura Edward. Angka yang rasanya mustahil, namun disampaikan dengan nada serius.
"Seratus enam puluh hari jalan kaki...?" gumamnya pelan, hampir tak percaya.
Pikirannya mulai membayangkan betapa jauhnya jarak yang harus ditempuh. Ia membayangkan langkah demi langkah di atas tanah asing, melintasi hutan, pegunungan, mungkin juga padang gurun, entah apa lagi yang menunggu di perjalanan itu.
(Sial... Berarti jaraknya gila-gilaan. Kalau butuh seratus enam puluh hari jalan kaki, itu... sekitar lima ribuan kilometer lebih...?! Belum lagi kalau ditengah itu harus istirahat dulu, bisa tambah panjang lagi?!"
Nathan meremas pelipisnya, mencoba mengusir kekhawatiran yang mengendap.
"Jadi... kita bakal pergi sejauh itu? Bahkan naik mobil aja bisa makan waktu sampai lima hari?" tanyanya lagi, setengah tak yakin.
Haimura hanya mengangguk tenang.
"Betul. Itulah kenapa perjalanan ke Kasia Tropicslands bukan perjalanan biasa. Bukan cuma jauh, tapi juga penuh risiko di tengah jalan. Sekaligus, itu juga adalah latihan awal untuk memulai latihan masuk di pulau seleksi."
Nathan menatap lantai sesaat. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya—perasaan bahwa bukan hanya jarak yang jadi masalah. Tapi apa yang menunggu mereka di ujung perjalanan itu.
Isurugi Sayumi masih memerhatikan adiknya, raut wajahnya semakin mengeras melihat ekspresi Nathan yang gelisah.
Di kamarnya yang sederhana di akademi, Nathan duduk di tepi ranjang, menatap tas kecil yang sudah setengah terisi. Tak ada yang istimewa di tasnya, hanya pakaian ganti, sedikit bekal, dan perlengkapan standar yang diberikan akademi.
Tapi pikirannya tidak setenang tubuhnya.
(Latihan masuk... Kenapa hanya aku saja yang di perintahkan untuk mengikuti latihan masuk ke dalam Divisi..?)
Nathan mendesah.
(Bukan cuma alasan saja yang gua pikirin sekarang... Tetapi masih ada hal yang lain yang gua gak tahu itu apaan..)
Ia berdiri, menatap keluar jendela, memandang langit malam yang gelap tanpa bintang.
"Berangkat besok ya... Patut kita tunggu sih."