Chapter 13 Secret

Jelly:" Luna Selene… Masih makan sendiri, huh?"

Jelly Frits adalah salah satu dari keluarga Frits yang terkemuka di wilayah StarBlue, bersamaan dengan keluarga Selene.

Ia berdiri sambil mengibaskan rambut kuningnya yang panjang sedang menatap Luna dengan senyum menyeringai sambil percaya diri. Bersama dengan kedua gadis pengikutnya

Luna yang juga mendengar seruannya, melirik sebentar. Kemudian kembali menunduk, menggigit sandwich-nya lagi dengan tenang.

Ia pun melirih dengan datar

Luna:" Selamat pagi, Jelly. Tak kusangka kau ada di sini. Biasanya kau terlalu angkuh untuk muncul di taman sederhana seperti ini.”

Jelly tertawa pelan

Jelly:" Yah, aku hanya ingin memberikan selamat karena berhasil masuk ke Kelas S, ya? Hebat sekali. Seperti yang ayahmu harapkan"

Mendengar itu, Luna berhenti menggigit. Matanya sedikit menajam ke arahnya. Tapi ia tetap menjaga sikap

Luna dengan pelan berkata

Luna:" Dan kau tidak masuk, bukan?”

Jelly:" Hah? "

Kemudian Luna melanjutkan katanya sambil melanjutkan makannya

Luna:" Dilihat dari caramu berbicara padaku, kemungkinan kau pasti tidak berhasil masuk ke Kelas S. Benarkah begitu? "

Jelly:"... "

Jelly mendadak diam. Senyumnya menegang. Namun ia tidak kehilangan kendali.

Luna:" Sudah kuduga " Katanya sambil tetap melanjutkan makannya

Luna:" Sayang sekali. Pasti ayahmu kecewa" katanya sambil tetap tenang

Tssk

Gadis di sebelah Jelly menggertakkan gigi, tapi Jelly menahannya dengan lambaian tangan ringan, tetap menjaga senyumnya

Jelly:" Hmph, aku memang tidak sepertimu yang terlalu berbakat. Tapi-"

Lalu suaranya lebih pelan

Jelly:" Tapi meskipun kau masuk kelas S, sayang sekali… tidak ada yang bisa kau tunjukkan pada ayahmu, kan? Karena, yah... dia sudah tiada. Kasihan sekali"

....

Gigi Luna perlahan berhenti menggigit. Tangan kirinya mengepal di atas roti. Matanya menatap lurus ke arah Jelly. Dingin. Diam.

Luna:" Jaga mulutmu, Jelly" lembut, namun menahan amarahnya

Jelly berpura-pura menyesal, sambil mempertahankan sombongnya

Jelly:" Maaf, maaf. Kadang aku terlalu... terus terang.”

Kemudian ia mendekat, hingga hanya beberapa langkah dari Luna.

Jelly:" Sebagai permintaan maafku, aku akan meminta keluargaku membantu menemukan salah satu harta milik ayahmu. Tapi tentu saja… dengan syarat.”

Senyumnya masih menyeringai

Jelly:" Keluarga Selene harus mendukung keluarga Frits dalam sebuah pemilihan pemimpin baru di StarBlue. Bagaimana. Tertarik? "

Cling

Suara angin mulai berhenti sejenak, seperti waktu juga ikut terdiam

Luna hanya tetap duduk membeku. Tapi di balik ketenangannya, badai dalam dirinya mulai mengamuk.

Dalam hatinya

Luna:' Beraninya kau… menggunakan nama Ayah untuk menundukkan kami…'

Tangannya gemetar kecil. Aura dingin samar menyelimuti sekitarnya

Luna:' Jika bukan karena peraturan akademi… aku akan membekukan lidah licikmu.'

Jelly terus menyeringai

Jelly:" Kau diam? Oh Luna, jangan bilang kau menangis?”

??? :" Cukup sampai di situ"

Muncul sebuah suara laki-laki yang datang seperti badai lembut. Tegas, tapi tidak meledak. Keempat gadis itu langsung menoleh.

Dari jalur taman yang menuju sisi timur akademi, terlihat seorang laki-laki dengan rambut hitam berduri elegan, mata biru permata, dan seragam akademi Unio yang dikenakan rapi seperti bangsawan. Cahaya pagi memantul di lambang kerajaan di dadanya.

Lucius Cryztolia

Sang pewaris kerajaan Cryztolia. Seseorang yang dikenal tidak hanya karena kekuatannya, tapi karena karismanya.

Lucius:" Akademi Unio bukan tempat untuk politik keluarga. Atau cemoohan pribadi. Jangan sampai emosi membuatmu melupakan itu" Sambil menatap Jelly

Jelly mencoba untuk tersenyum manis

Jelly:" Oh, Yang Mulia Lucius. Aku tidak bermaksud buruk. Hanya... sedikit nostalgia lama.”

Lucius dengan dingin berkata

Lucius:" Kalo memang ingin sedikit bernostalgia, harapkan untuk tidak menyinggung perasaan orang lain. Apakah kau mengerti? "

Jelly menunduk sedikit, masih senyum sombong

Jelly:“Tentu… aku mengerti. Aku akan pergi sekarang"

Jelly:" Sampai jumpa, Selene."

Tuk.... Tuk.... Tuk...

Langkah Jelly menghilang di balik taman, diikuti dengan kedua pengikutnya

Lucius melangkah mendekati Luna, lalu berhenti beberapa langkah darinya

Lucius:"Apakah kamu baik-baik saja? "

Luna mengangguk pelan

Luna:" Aku baik"

Mendengar itu Lucius tersenyum tipis

Lucius:" Bagus. Lain kali jika mereka mengganggu mu lagi, beritahu saja pada kepala sekolah "

Luna sedikit kaget mendengarnya. Tapi ia hanya mengangguk lagi, pelan

Luna:" …Terima kasih… Lucius"

DING… DING…

Lonceng sihir akademi berdentang dua kali, menandakan lima menit menuju pelajaran

Lucius:" Kita harus segera ke ruang kelas"

Ia menyodorkan tangan ke arah Luna, bukan untuk digenggam, tapi sebagai ajakan bersahabat. Luna hanya berdiri tanpa menyentuhnya, namun berjalan di sampingnya

Langkah keduanya bergema tenang.

Rambut biru langit dan hitam terayun lembut, meninggalkan taman yang kini kembali sunyi

....

(Di dalam Kelas S)

Suara derap langkah sepatu memenuhi lorong.

TAP… TAP… TAP…

Luna dan Lucius berjalan berdampingan, menyusuri koridor utama menuju ruang kelas S. Jam dinding menunjukkan bahwa mereka tiba tepat waktu sebelum lonceng kedua berbunyi.

Begitu memasuki kelas, beberapa murid sudah duduk dengan tertib. Luna melangkah ke kursinya yang berada di tengah, seperti biasa posisi paling netral, paling sepi, dan paling tenang.

Tapi kalo ini...

Luna:"... "

Dikursi sampingnya, duduk seorang pemuda dengan rambut hitam dan kacamata baru. Ia sedang menata peralatan tulis dengan rapi, sedang menggambar sesuatu di kertasnya

Wim

Luna menatapnya dengan diam-diam dari sudut matanya. Entah sudah berapa kali ia dan Wim bertemu secara tidak senjaga. Pertama di tepi gunung saat ia dikejar oleh bandit, kedua saat mereka sedang melakukan ujian penempatan kelas, dan baru-baru ini kemarin saat berada di toko buku Vanessa

Luna:' Kenapa aku selalu bertemu dia?'

Luna:' …Dan sejak kapan dia pakai kacamata?' keheranan dalam hati

Namun sebelum ia bisa mencerna pertanyaan-pertanyaan itu, terdengar sebuah suara pintu terbuka

Kreek

Dari sana muncul seorang laki-laki berumur empat puluhan tahun, mengenakan jubah berwarna blackberry gelap dengan motif bordir kuno di pinggirannya. Rambutnya panjang di sisi kanan, abu-abu keperakan, dan kaca mata persegi tipis bertengger di hidungnya.

Profesor Herman

Salah satu pengajar tertua dan paling dihormati di akademi Unio.

Profesor Herman:" Selamat pagi, murid-murid kelas S. Hari ini, kita akan mempelajari sesuatu yang jauh lebih penting dari sekadar catatan... Kita akan membicarakan akar dari dunia ini."

Lalu ia mulai menaruh sebuah alat Hologram yang berbentuk prisma di meja gurunya yang terletak di tengah depan murid-murid lainnya, dengan satu tangan

Shiiing!

Alat itu mulai memancarkan cahaya biru yang menampilkan prasasti-prasasti kuno serta simbol-simbol sihir yang tampak retak dan lapuk dimakan waktu.

Profesor Herman:" Pada awal masa dunia, tak satu pun ras mampu menggunakan sihir. Mereka memiliki mana, namun tak tahu cara mengendalikannya"

Kemudian ia melanjutkan

Profesor Herman:" Lalu muncullah 'The One'. Sebuah kelompok individu yang mempelopori dan mengungkapkan rahasia manipulasi mana. Mereka menganugerahi ras dengan pengetahuan untuk menggunakan sihir, membentuk dunia kita seperti yang kita ketahui"

Profesor Herman:" Setelah mereka telah memberikan pengetahuan mereka pada semua ras, mereka menghilang... tanpa ada jejak manapun"

Setelah itu sebuah tangan terangkat dari salah satu murid yang bernama Brian

Brian:" Profesor, apakah mereka mati" dengan penasaran

Profesor Herman:" Entahlah, jejak mereka sudah lama sekali hilang. Tapi warisan mereka masih tetap bertahan hingga hari ini"

Lalu Profesor Herman mulai bertanya kepada murid-muridnya

Profesor Herman:" Sekarang, jawablah ini. Apa saja warisan yang ditinggalkan oleh The One? "

Lalu Louisa mengangkat tangannya dan mulai menjawab

Louisa:" The One mewariskan Sihir elemen pada ras Manusia, sihir alam pada ras Elf, dan sihir Rune pada ras Dwarf "

Profesor Herman:" Itu benar, Tiga fondasi sihir dunia modern. Terimakasih murid Louisa "

Pelajaran pun berjalan sekitar tiga puluh menit, namun di tengah penjelasan tentang struktur sihir Elf Kuno…

Suasana kelas tenang. Beberapa murid sibuk mencatat. Luna duduk dengan punggung tegak, matanya tajam menatap layar sihir yang menggambarkan prasasti tua yang usang

Sementara itu...

Uaaahh...

Wim menguap diam-diam, menyender pada kursi dengan malas. Satu tangan menopang dagu, mata separuh terpejam

Namun, yang ia tidak sadari adalah Profesor Herman meliriknya

Matanya yang tajam menyipit sedikit

Herman:' Mengantuk saat sejarah dunia dijelaskan? Di kelas S?'

Kemudian, ia menunjuk langsung ke arah Wim

Profesor Herman:" Kamu. Maju ke depan.”

Wim:" Eh? " Kaget, tubuhnya secara refleks tegak

Profesor Herman:" Buat lingkaran sihir pertama yang diajarkan oleh The One kepada salah satu ras. Kita lihat seberapa jauh pemahamanmu"

Suasana mendadak tegang

Lucius menoleh dengan alis terangkat. Louisa menahan senyum kecil. Sementara Luna diam, menatap Wim dengan ekspresi campur aduk antara penasaran dan heran

Wim:' Waduh... Lingkaran sihir pertama? Mana aku tahu... Aku ini bukan sejarawan... '

Namun ia tetap maju, mengambil pena sihir yang tergeletak di meja depan

Klik

Ia mulai mengaktifkan kacamata Art Glass nya untuk membantunya menampilkan lingkaran sihir yang diajarkan oleh The One

Lensa kacamatanya langsung menampilkan enam pola berbeda. Lingkaran sihir dari berbagai ras manusia, elf, dwarf… bahkan yang tak pernah dia lihat sebelumnya mermaid

Wim:' Ada banyak sekali jenisnya. Yang mana yang harus aku buat? .... Yasudah lebih baik aku pilih semuanya aja'

Tangannya mulai bergerak, pena sihir menggores papan seperti kuas digital.

Zzzttt… zzraaak…

Satu lingkaran sihir muncul… lalu satu lagi… dan satu lagi.

Sihir elemen manusia, sihir alam Elf, sihir Rune Dwarf, sihir binatang para Beast manusia dan akhirnya sihir yang baru ia lihat

Seketika kelas mendadak ribut.

“Apa itu sihir Mermaid?” bisik seorang murid.

Profesor Herman terdiam. Awalnya ia berniat menghukum, tapi kini matanya melebar sedikit. Rahangnya mengeras.

Profesor Herman:' Itu... bukan sihir yang umum diajarkan... bahkan belum pernah ditulis di buku akademi biasa...'

Ia melangkah ke depan, melihat setiap lingkaran yang ditulis Wim dengan seksama

Profesor Herman:" Wim" Katanya pelan namun tegas

Profesor Herman:" Darimana kamu tahu bentuk lingkaran sihir seperti ini? Khususnya yang mermaid?”

Wim menoleh, wajahnya tenang walau dalam hati deg-degan.

Wim:" Err… saya… membacanya di buku, Profesor." dengan senyum canggung

Jawabannya jujur, tapi tidak sepenuhnya

Herman menatap matanya sejenak, kemudian menepuk pundaknya secara perlahan

Profesor Herman:" Duduklah. Dan jangan menguap lagi."

Wim:" Baik pak" Wim balik ke bangku sambil menarik napas panjang.

Wim:' Hampir ketahuan' pikirnya

Luna masih memandangnya. Wajahnya tidak berubah, tapi matanya berbicara banyak

Luna:' Ia berbohong '

Namun bukan kebohongan itu yang membuatnya penasaran. Melainkan dari mana Wim bisa punya akses ke pengetahuan sihir rahasia seperti itu?

Atau lebih tepatnya...

Luna:' Siapa... sebenarnya kamu ini? ' pikirnya