Kejaran Waktu
Langit di luar dungeon terlihat cerah, tetapi keheningan yang memancar dari kedalaman tanah sangat mencekam. Setelah keluar dari lorong yang sempit, Ryuta dan Lucas merasakan beban tubuh yang semakin berat akibat pertempuran sebelumnya. Setiap langkah mereka terasa semakin pelan, seakan mereka sedang melawan gravitasi sendiri.
"Aku tidak bisa percaya masih ada makhluk seperti itu," kata Lucas, suaranya serak dan letih. Ia menatap ke langit yang terbuka, berharap udara segar itu bisa sedikit meredakan kecemasan di dada.
"Dan itu hanya awal," jawab Ryuta dengan tatapan tajam, matanya terfokus pada horizon. "Ini baru satu dari banyak ujian yang akan datang."
Lucas mengangguk perlahan, meskipun dia tahu betul betapa beratnya ujian yang mereka hadapi. "Kita sudah bertahan sejauh ini, Ryuta. Kita bisa menghadapi lebih banyak lagi."
"Bukan soal bertahan, Lucas," jawab Ryuta, suaranya lebih rendah. "Tapi soal bagaimana kita menggunakan setiap kesempatan untuk menjadi lebih kuat."
Tanpa sadar, mereka sudah berjalan lebih jauh menuju reruntuhan yang lebih terbuka. Jalanan itu kini dipenuhi dengan tanda-tanda kehancuran—bangunan yang ambruk, tanah yang terbelah, dan lubang besar di mana energi gelap berputar. Dunia ini telah berubah, dan Ryuta tahu bahwa mereka tidak bisa lagi berjalan tanpa perhitungan.
"Mereka datang," Ryuta berbisik, menatap sekeliling dengan waspada.
Lucas mendengarnya dan segera menyarungkan pedangnya, sementara Ryuta menyentuh amulet di lehernya—satu-satunya benda yang mengingatkannya pada kehidupan lamanya sebelum dunia ini berubah. Mereka segera bersembunyi di balik bangunan yang runtuh, menunggu sesuatu yang lebih besar, lebih mengerikan datang.
Di kejauhan, mereka bisa melihat kilatan cahaya, tanda bahwa ada sesuatu yang sedang mendekat dengan kecepatan luar biasa. Ryuta berbisik, "Aku rasa kita harus mencari tempat yang lebih aman."
Namun, tepat saat itu, suara berat yang memekakkan telinga menggelegar dari tanah yang bergetar. Makhluk-makhluk besar, lebih besar daripada yang mereka hadapi sebelumnya, muncul dari bawah tanah. Mereka bergerak perlahan, tubuh mereka dilapisi dengan lapisan kulit hitam berkilau, sementara mata mereka bersinar merah. Dengan tubuh tinggi besar, makhluk-makhluk ini memancarkan aura gelap yang bahkan bisa dirasakan oleh orang yang tidak memiliki kekuatan magis sekalipun.
"Mereka adalah penjaga," kata Ryuta, suara penuh kebencian. "Makhluk-makhluk yang akan menghalangi jalan kita ke depan."
Lucas menghela napas dalam-dalam, merasakan beban tanggung jawab yang semakin besar di pundaknya. "Kita harus bertarung. Ini adalah satu-satunya jalan."
Dengan suara gemuruh yang menggetarkan tanah, makhluk pertama bergerak, menyerang dengan dua tentakel besar yang menjulur ke arah mereka. Ryuta langsung melompat ke samping, menghindari serangan tersebut. Dalam sekejap, Lucas memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerang.
Pedangnya bersinar dalam cahaya biru, menembus udara dengan gerakan cepat. Serangannya menghantam salah satu tentakel, namun makhluk itu hanya terhuyung sedikit. Reaksi dari makhluk itu sangat cepat—tentakel yang satu lagi meluncur cepat ke arah Lucas.
"Lucas, hati-hati!" teriak Ryuta, berlari menuju temannya yang hampir tertangkap oleh tentakel tersebut. Ryuta memanipulasi udara di sekitarnya untuk membuat tembok angin yang menahan tentakel tersebut sementara.
Lucas memanfaatkan celah itu untuk mundur sedikit, mengatur posisi. "Aku tidak bisa terus melawan sendirian. Makhluk ini terlalu kuat."
"Tapi kita harus terus bertarung," jawab Ryuta tegas. "Inilah satu-satunya cara untuk mengalahkan mereka dan melanjutkan perjalanan kita."
Mereka berdua saling bertukar pandang sejenak, menyadari bahwa hanya ada satu pilihan yang tersisa: bertarung dengan segala kemampuan yang mereka miliki.
Dengan serangan yang lebih kuat, Ryuta melancarkan gelombang angin tajam ke arah salah satu makhluk penjaga, sementara Lucas menyalurkan energi pedangnya untuk melakukan serangan mematikan ke titik yang lebih lemah di tubuh makhluk itu—bagian tenggorokan yang tak terlindung.
Teriakan makhluk itu menggema, tubuhnya mulai goyah, tetapi tidak cukup untuk membuatnya jatuh. Mereka terus bertempur dengan gigih, masing-masing mencari titik kelemahan dalam makhluk yang mereka hadapi. Namun, semakin lama, semakin banyak makhluk-makhluk baru yang muncul dari tanah.
---