Labirin Ketakutan
Suara gemuruh itu semakin keras, membuat dinding-dinding di sekitar mereka bergetar. Ryuta merasakan seluruh tubuhnya tergetar oleh getaran tanah yang semakin kuat. Matanya langsung tertuju pada makhluk yang kini berdiri di hadapan mereka.
Makhluk itu begitu besar—mungkin tiga kali ukuran manusia—dan wajahnya dipenuhi dengan mata-mata yang bergerak-gerak, seolah-olah itu adalah satu tubuh yang terdiri dari banyak mata yang saling memandang. Mulut makhluk itu ternganga lebar, memperlihatkan deretan gigi tajam yang siap untuk menerkam.
"Lucas," Ryuta berkata, suaranya rendah tapi penuh tekad. "Kita harus cepat bertindak."
Lucas sudah menghunus pedangnya, menatap makhluk itu dengan serius. "Aku siap. Jangan biarkan makhluk itu memecah kita."
Ryuta mengangguk, menggerakkan tangan ke samping untuk memberi isyarat. "Kita serang bersama. Aku akan mengalihkan perhatiannya, dan kamu serang dari belakang."
Mereka tidak membuang waktu. Ryuta melangkah maju, mempersiapkan dirinya. Dalam sekejap, dia berlari, menggunakan kelincahannya untuk menghindari serangan pertama makhluk itu, yang melontarkan bola energi besar yang hampir mengenai tubuhnya.
"Dodge!" teriak Ryuta, melompat ke samping, menghindari bola energi yang menghancurkan tanah di belakangnya.
Lucas segera mengikuti perintahnya. Dengan langkah cepat, dia berlari mengitari makhluk itu, berusaha mencari celah untuk menyerang. Setiap kali makhluk itu bergerak, banyak mata di wajahnya memandang ke arah mereka, mengawasi setiap langkah mereka dengan tajam.
Ryuta tahu mereka harus bergerak cepat sebelum makhluk itu sempat meluncurkan serangan yang lebih berbahaya. Dia meluncurkan serangan menggunakan pedang besar yang dia bawa, menargetkan bagian tubuh makhluk itu yang paling rentan. Namun, meskipun pedangnya menancap, makhluk itu hanya sedikit terhuyung, tak menunjukkan tanda-tanda akan jatuh.
"Pedang ini tidak cukup untuk menghentikannya," Ryuta berpikir sejenak, berpacu dengan waktu. "Lucas, coba fokus pada matanya. Itu titik kelemahan utamanya."
Lucas mengangguk, dan dengan kecepatan yang luar biasa, dia mengarahkan pedangnya tepat ke salah satu mata besar di wajah makhluk itu. Pedangnya menyentuh bagian mata, dan makhluk itu teriakkan raungan kesakitan yang menggema di seluruh ruang dungeon. Mata itu hancur, dan makhluk itu akhirnya mundur beberapa langkah.
Ryuta memanfaatkan kesempatan itu untuk melancarkan serangan lebih lanjut, menghantamkan pedangnya dengan kekuatan penuh ke bagian tubuh lainnya yang lebih lemah. Makhluk itu tampak semakin goyah.
Namun, tidak lama setelah itu, makhluk itu mulai bergerak lebih cepat. Ryuta dan Lucas hampir tidak bisa mengikuti gerakannya. Tentakel-tentakel panjang tiba-tiba muncul dari tubuh makhluk itu, meluncur ke arah mereka dengan kecepatan luar biasa.
"Lari!" Ryuta berteriak, menarik Lucas untuk mundur dengan cepat.
Namun, salah satu tentakel itu berhasil menangkap lengan Lucas, menariknya dengan kekuatan yang mematikan.
"Lucas!" Ryuta berlari ke arah temannya yang terjepit, berusaha melepaskan tangannya. Namun, tentakel itu semakin kuat, dan Ryuta merasa cemas.
"Ryuta, jangan! Pergi! Aku akan menahannya!" teriak Lucas dengan napas terengah.
Ryuta tidak bisa membiarkan temannya mati. Dengan segala kekuatan yang tersisa, dia memanfaatkan kemampuan magis yang baru mulai dipelajarinya. Sebuah energi besar menyelimuti tangannya, memanipulasi udara sekitar untuk menciptakan serangan bola energi yang cukup besar.
Dengan satu serangan, Ryuta melemparkan bola energi besar itu ke tubuh makhluk itu. Ledakan itu membuat makhluk itu terhuyung dan melepas Lucas. Namun, serangan itu juga membuat dungeon semakin goyah.
"Kita harus cepat keluar dari sini!" Ryuta berteriak, menarik Lucas yang sudah berusaha bangkit dari tanah.
Dengan napas terengah-engah, mereka berlari menuju pintu yang terbuka di ujung ruang besar. Mereka tahu mereka hanya memiliki sedikit waktu untuk melarikan diri sebelum dungeon ini runtuh.
---