Pak Wisnu ternyata...

POV: Di depan Voidrift

Suasana di depan Voidrift terasa tegang. Para penambang yang berjaga di sekitar portal berwarna nguan kebiruan mulai gelisah.

Salah satu dari mereka, seorang pria berbadan kekar dengan helm pertambangan di kepalanya, mengeluh sambil melirik jam tangannya.

"Udah lebih dari 30 menit... Itu berarti para Sentinel udah setengah hari di dalam. Tapi nggak biasanya ekspedisi Voidrift Rank D selama ini, kan?"

Rekannya, seorang pria berambut ikal, menyahut sambil menyandarkan diri pada sebuah pohon besar.

"Mungkin mereka sedikit kesulitan lawan boss Labyrinth-nya..."

Dari belakang, suara lain menyela.

"Tidak usah khawatir. Temanku pasti akan mengalahkan boss-nya."

Semua menoleh ke arah suara itu.

Seorang pemuda dengan rambut sedikit berantakan dan tatapan tajam melangkah mendekat. Dia adalah Raka, sahabat Kaelindra, yang datang ke Voidrift untuk menjemputnya.

Salah satu penambang menatap Raka dengan alis terangkat.

"Memangnya Sentinel Guntur punya teman sepertimu?"

Raka mendengus dan menyilangkan tangan di dadanya.

"Guntur? Tidak, bukan dia." Dia tersenyum penuh keyakinan. "Temanku itu Sentinel Kaelindra, Sentinel Rank Ember."

Sejenak, suasana hening.

Lalu—

"Hahahahahaha!"

Para penambang tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban itu. Beberapa bahkan hampir terjatuh karena menahan perut mereka yang sakit akibat tawa.

"Astaga, kau ini anak muda..." Salah satu dari mereka mengusap air mata sisa tawa. "Rank Ember? Mau ngapain di dalam Labyrinth? Masak-masak?"

Raka mengepalkan tangan, jelas kesal. Tapi sebelum dia sempat membalas, seseorang menepuk pundaknya dari belakang.

"Tsk... Jangan terlalu serius."

Raka menoleh dan mendapati seorang pria berusia 40-an berdiri di belakangnya.

Pria itu mengenakan jas panjang hitam, dengan lencana kecil Asosiasi Sentinel di dadanya. Sebatang rokok terselip di bibirnya, dan dia menghembuskan asapnya ke udara sebelum berbicara lagi.

Dia adalah Pak Wisnu, staff Asosiasi yang menginterview Kaelindra tadi siang, dia juga yang mengurus perizinan Voidrift dan yang menyeleksi Sentinel untuk ekspedisi tim penyerang Ular Hitam.

"Lebih baik kau pulang saja, anak muda..." katanya dengan suara santai. "Rank Ember seperti temanmu itu nggak akan selamat dari dalam sana."

Raka menatap tajam ke arah Pak Wisnu.

"Apa maksud Anda?" Suaranya dipenuhi dengan keyakinan. "Teman saya bakal keluar hidup-hidup dari Labyrinth... Lihat saja nanti, karena dia itu Sentinel yang kuat!"

Pak Wisnu terkekeh pelan, lalu mengangkat bahu seolah tak peduli.

"Terserah kamu saja... Yang pasti nanti jangan kecewa."

Dia menghisap rokoknya sekali lagi, lalu berjalan ke depan, mendekati Voidrift.

Saat itu juga, Voidrift mulai bergetar.

"Para penambang, bersiaplah! Para Sentinel akan segera keluar dari Voidrift!" Pak Wisnu berteriak memberi himbauan.

Semua orang segera menoleh ke portal.

Di dalam kegelapan Voidrift, dua bayangan perlahan muncul. Siluet mereka semakin jelas seiring dengan mendekatnya mereka ke pintu keluar.

Pak Wisnu menyeringai.

"Yah... Kerja bagus, Guntur, Ega."

Namun, saat cahaya Voidrift menyinari sosok yang keluar, senyuman Pak Wisnu perlahan memudar.

Di hadapannya, bukan Guntur dan Ega.

Melainkan Kaelindra dan Mala.

Kael melangkah keluar dengan tubuhnya masih dibalut aura gelap yang perlahan memudar, matanya dingin seperti es.

Mala berdiri di sampingnya, wajahnya dipenuhi kelelahan dan kesedihan.

Seluruh area mendadak hening.

Pak Wisnu mengerutkan dahi.

Para penambang, yang sebelumnya tertawa, kini menatap dengan bingung.

Raka, di sisi lain, menyeringai lebar.

"Aku bilang juga apa?"

Dan saat itu juga, semua orang menyadari Guntur dan Ega tidak keluar dari Labyrinth.

Pak Wisnu, yang biasanya penuh percaya diri, kini terlihat pucat. Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya saat ia menatap Kael dan Mala yang berdiri di hadapannya.

"D-Dimana Sentinel Guntur dan Ega!? K-Kenapa hanya kalian saja yang keluar!?" Suaranya bergetar, mencerminkan kegelisahan yang mendalam.

Mala, yang masih terpukul dengan kejadian di dalam Labyrinth, membuka mulutnya, mencoba menjelaskan. "Mereka berdua meng—"

Namun, sebelum ia sempat menyelesaikan kata-katanya, Kael melangkah maju. Suaranya tegas, namun datar.

"Mereka berdua gugur dalam pertempuran."

Pak Wisnu terdiam sejenak. Matanya membesar, seolah-olah sulit menerima kenyataan yang baru saja didengarnya.

"T-Tidak mungkin... Dua Sentinel Radiant terbunuh dalam Voidrift Rank D? Emangnya monster apa yang mampu membunuh mereka, hah!!??"

Amarahnya meluap, dan kini ia menatap tajam ke arah Kael dan Mala.

Kael dan Mala hanya bisa saling bertukar pandangan, terkejut melihat betapa emosionalnya Pak Wisnu.

Pak Wisnu menyipitkan matanya, memperhatikan detail pakaian mereka—dan saat itulah dia melihatnya.

Noda darah.

Darah manusia, mengotori pakaian Kael dan Mala.

"Ohh, jadi begitu...!!" Suaranya menggelegar. "Melihat noda darah itu, kalian lah yang membunuh Guntur dan Ega!!"

Jari telunjuknya dengan cepat mengarah ke mereka berdua.

"Saya akan melaporkan kalian ke Asosiasi Sentinel! Kalian akan dihukum karena melakukan pembunuhan antar Sentinel!"

Mala, yang selama ini masih bisa menahan diri, kini benar-benar terpancing amarahnya.

"Apa!? Anda menuduh kami!?"

Mata Mala membara. Tangan gemetar menahan rasa frustrasi. Bagaimana mungkin dia dan Kael yang dituduh, padahal Guntur dan Ega lah yang berniat membantai Sentinel lainnya.

Namun, sebelum emosi Mala meledak, sesuatu yang lebih mengejutkan terjadi.

Kael menghilang dari tempatnya.

Dalam sekejap, dia sudah berada di belakang Pak Wisnu.

Pak Wisnu tersentak. Jantungnya berdegup kencang.

"K-kau...!"

Aura gelap samar mengelilingi Kael, memberikan tekanan luar biasa pada orang-orang di sekitarnya. Suaranya pelan, namun menusuk.

"Apa maksud Anda, Pak?" Kael mendekat sedikit, membuat Pak Wisnu semakin panik. "Dari mana Anda tahu kalau mereka berdua terbunuh oleh kami?"

Pak Wisnu menelan ludahnya.

Kael melanjutkan.

"Dan kenapa Anda hanya mencemaskan Guntur dan Ega? Bagaimana dengan empat Sentinel lainnya? Bukankah kami masuk ke dalam Labyrinth ini delapan orang?"

Pak Wisnu terpaku di tempat.

Dia tidak bisa menjawab.

Namun, tatapannya yang penuh kecemasan adalah jawaban yang lebih dari cukup bagi Kael.

Senyum tipis tersungging di wajah Kael.

"Ah... jadi begitu."

Dia melangkah lebih dekat, membuat Pak Wisnu mundur selangkah.

"Dari awal, kalian memang bekerja sama dengan dua Sentinel bajingan itu."

Sekarang, seluruh wajah Pak Wisnu dipenuhi keringat dingin.

Penambang-penambang di sekitar mereka mulai berbisik. Beberapa dari mereka tampak bingung, sementara yang lain mulai menyadari sesuatu.

Kael tidak berhenti.

"Bagaimana Anda akan melaporkan kasus ini ke Asosiasi? Bahkan bukti saja Anda tidak punya."

"Tapi justru saya dan Sentinel Mala yang menjadi saksi hidup bagaimana dua bajingan itu membantai Sentinel yang lain."

Kael menatap tajam ke dalam mata Pak Wisnu.

"Dan semua ini demi apa?" Suaranya semakin tajam. "Demi keuntungan ekspedisi tanpa membagi rata kepada Sentinel lainnya?"

Pak Wisnu tersentak.

"Termasuk Anda juga ikut menikmatinya, kan!?"

Tuduhan itu bagaikan tamparan keras.

"Karena itulah Anda menerima Sentinel Rank Rendah supaya mereka hanya menjadi pelengkap tim dan jadi tumbal!"

Pak Wisnu mundur lagi, tubuhnya sedikit gemetar.

Lalu, dia menggeram marah.

"Sialan kau...!!"

Tatapannya tajam, namun sarat dengan rasa takut.

"Ternyata kau memalsukan Rank-mu!!"

Kael tersenyum dingin.

"Saya memiliki lisensi Sentinel, dan di sana tertulis jelas... Rank Ember."

"Bahkan Anda tidak memiliki sedikit pun bukti."

Pak Wisnu mengepalkan tangannya.

"Kau pikir kau bisa lolos dari semua ini!?"

Namun—

"EL!! KAEL!!!"

Suara dari kejauhan memecah ketegangan.

Raka.

Ia berlari mendekat, melambaikan tangannya dengan penuh semangat.

Pak Wisnu melihat itu sebagai kesempatan.

Dia menggerutu pelan, lalu berbalik dan mulai pergi.

Namun sebelum benar-benar menjauh, dia menoleh ke arah Kael, tatapannya penuh kebencian.

"Tch... Saya akan mengingat wajahmu."

Suara Pak Wisnu terdengar dingin.

"Dan satu hal yang harus kau tahu...

Ketua Tim Penyerang Ular Hitam, Sentinel Herman, tidak akan tinggal diam."

Kael menatap Pak Wisnu dengan tajam, dan seketika, aura gelapnya sedikit meningkat.

Pak Wisnu menahan napas.

"Saya...

Kael menatap lurus ke arah Pak Wisnu, suaranya tegas, menusuk hingga ke tulang.

"Kaelindra Azrath...

Sentinel Rank Ember."

Suasana menjadi sunyi.

Pak Wisnu menelan ludah, sebelum akhirnya berbalik dan pergi dari tempat itu.

Namun Kael tahu—

Ini belum berakhir.