Chapter 48

"Ayah anak itu meninggal?"

Grace kebingungan. Apa yang harus ia lakukan? Apa yang harus ia rasakan? Tidak ada tindakan atau emosi yang terasa benar dalam situasi ini.

Sementara tangannya mencengkeram pagar balkon hingga terasa sakit, percakapan antara orang dewasa terus berlanjut.

"Ngomong-ngomong, bukankah anaknya bilang dia melihat Angie?"

Saat Paman Dave bertanya pada ibunya, Grace terkejut. Apakah ibunya sudah memberi tahu orang-orang dewasa lain bahwa ia bermain dengan anak itu? Apakah ia akan dimarahi sekarang?

"Seharusnya aku menyingkirkan anak itu juga..."

Saat ia berpikir akan dimarahi, rasa tegang di hatinya kini berubah menjadi ketakutan yang lebih dalam.

'…Leon itu baik. Jangan bunuh dia, Paman.'

Namun, kata-kata itu tidak bisa keluar dari bibirnya.

Ibunya menoleh ke bawah, menatap Grace yang sedang memandang orang dewasa dengan mata ketakutan, lalu menggeleng pelan pada Paman Dave.

"Dia tidak bisa melihat wajahku. Lagipula, dia masih anak-anak."

Penumpang kelas dua tidak akan dicurigai telah membunuh seseorang.

Saat kembali ke kabin tidur yang mereka sewa—di mana ayahnya hanya bisa menghela napas karena melebihi anggaran—Grace berbaring di ranjang atas, menatap kosong ke langit-langit.

Ibunya yang berbagi kabin dengannya, tiba-tiba mengulurkan tangan ke atas.

"Kalau kau tidak nafsu makan, setidaknya makan ini."

Di tangannya ada sekotak cokelat mahal.

Grace melihat ibunya membelinya saat melewati gerbong makan tadi, tetapi ia tidak tahu bahwa ibunya akan memberikannya padanya. Saat pertama kali datang ke pantai Abbington, ia begitu bersemangat dengan perjalanan kereta dan hanya menunggu waktu untuk pergi ke gerbong makan. Namun, hari ini ia bahkan melewatkan sarapan.

Grace mengambil kotak cokelat itu, menatapnya sejenak, lalu tiba-tiba bangkit.

"Ibu."

"Ada apa?"

"Kalau aku sudah besar nanti..."

"Ya."

"Apa aku harus membunuh anak itu dengan tanganku sendiri?"

Grace masih bingung. Ia sama sekali tidak mengerti situasi ini. Ia bahkan tidak tahu perasaan apa yang seharusnya ia rasakan.

Namun, satu hal yang pasti.

…Aku tidak ingin membunuhnya.

"Grace..."

Ibunya memanggil namanya tanpa memberikan jawaban, lalu naik ke ranjang tempatnya berbaring.

Itu pertama kalinya Grace melihat seseorang yang selalu tampak mahakuasa, seperti dewa, terlihat seolah hendak menangis.

"Sini."

Selain itu, ini pertama kalinya ibunya memeluknya. Rasanya canggung. Berbaring di tempat tidur yang sama dengan ibunya, Grace menahan napas.

Ia mencium aroma parfum yang selalu samar-samar tercium sebelumnya.

'Bau ibuku…'

Tak lama kemudian, perasaan itu berubah menjadi hangat, bukan lagi canggung. Ibunya yang selalu keras padanya, kini memeluknya dan bahkan memberinya cokelat… Ulang tahun dan Natal pun tak pernah seindah ini.

"Kau tidak tidur?"

Ibunya bergumam sambil menepuk punggung Grace dengan lembut.

"Seharusnya aku mengirimnya ke panti asuhan…"

Dunianya runtuh.

Ia tahu bahwa ketika seseorang mengalami shock yang luar biasa, mereka bahkan tidak bisa menangis.

Kadang-kadang di malam hari, saat orang tuanya bertengkar, ia menutup tubuhnya dengan selimut di kamar sebelah dan mendengar ibunya berteriak.

"Itulah kenapa aku bilang untuk mengirimnya ke panti asuhan!"

Saat itu, ia tidak tahu bahwa yang mereka bicarakan adalah dirinya… Tidak, mungkin ia hanya mencoba menyangkalnya.

Grace kecil secara bawah sadar merasa bahwa baik ayah maupun ibunya tidak mencintainya. Namun, sejak hari itu, ia tidak bisa lagi menyangkal kenyataan bahwa dirinya adalah seseorang yang bisa ditinggalkan kapan saja.

***

Setelah kembali ke rumah, ia langsung terserang flu musim panas yang parah.

"Aku akan membunuhnya… Jangan buang aku…"

Orang tuanya langsung pergi untuk menjalankan misi lain. Satu-satunya yang tetap di sisinya saat ia mengigau karena demam tinggi adalah kakaknya.

"Apa yang terjadi di sana? Hah? Grace, katakan kepada kakak."

Kakaknya bertanya dengan cemas, tetapi Grace tetap diam.

'Mereka bilang aku ragu untuk membunuh musuh dan ingin membuangku karena aku tentara revolusi yang tidak berguna.'

Jika ia mengatakan hal seperti itu, bahkan kakaknya mungkin akan meninggalkannya juga.

Majalah yang diberikan Jimmy untuk menghiburnya sama sekali tidak membantu.

[ Pemakaman Mayor Richard Winston digelar di tengah berkabung nasional ]

Tragedi di keluarga Winston. Eksekusi tokoh pemberontak utama bertepatan dengan pemakaman. Putra sulung Mayor Winston yang mengikuti jejak ayahnya yang gugur dengan terhormat, melanjutkan perjuangan untuk memusnahkan para pemberontak.

Grace membalik halaman yang membuat kepalanya berputar, lalu melemparkan majalah itu.

Saat majalah itu terjatuh ke lantai dan terbuka, Grace berteriak.

Dalam foto hitam-putih yang memenuhi satu halaman, bocah itu menatapnya lurus.

'…Kau menipuku. Kau membunuh ayahku. Aku menyukaimu, bagaimana bisa kau melakukan ini padaku?'

"Tidak. Ini bukan salahku. Jangan melihatku seperti itu!"

Ayah anak itu pantas mati… Dia pasti anak yang jahat juga. Semua babi monarki kotor itu sama saja.

Jika Grace tidak percaya bahwa anak laki-laki itu jahat, maka ia harus percaya bahwa orang tuanya yang jahat.

Bagi Grace, orang tuanya adalah dewa. Neraka adalah satu-satunya tempat bagi jiwa-jiwa yang ditinggalkan oleh Tuhan.

"Kami berjanji untuk menjadikan kehidupan semua orang setara dan makmur… demi perjuangan… demi perjuangan… Utopia itu tumbuh subur dengan darah tentara revolusi dan berkembang serta berbuah… berbuah…"

Ajaran para tetua desa sangat membantu Grace untuk menipu dirinya sendiri.

Mereka telah hidup sebagai tentara revolusi yang setia demi perjuangan yang mereka bicarakan. Ibunya, yang ingin membuangnya, tidak bisa menahan kebanggaannya. Dan untuk menyembunyikan kesalahan masa lalu karena jatuh cinta pada musuh…

Itu adalah rahasia yang belum pernah ia ceritakan kepada siapa pun—hingga ia diperintahkan untuk menyusup ke keluarga Winston.

"Pelayan baru?"

"Ya. Senang bertemu dengan Anda, Kapten. Nama saya Sally Bristol. Saya ditugaskan ke paviliun kali ini."

Anak laki-laki yang ia temui lagi saat dewasa adalah orang yang sangat berbeda.

"Sekarang kita punya satu orang lagi, aku bisa mengubah ruang penyiksaan menjadi lautan darah sesuka hatiku."

…Seorang iblis haus darah.

Ia tidak perlu lagi menipu dirinya sendiri. Mudah untuk membenci anak laki-laki yang telah menjadi orang jahat—sesuai dengan kata-kata yang selalu ia ulangi seperti mantra.

Anak laki-laki itu, seperti gadis itu, bangkit dari kebencian.

"Semua orang… akan mati…"

Hari di mana ia jatuh cinta untuk pertama kalinya adalah hari di mana ia kehilangan hatinya. Ia kehilangan ayahnya—satu-satunya orang yang ada di sisinya—dengan cara yang begitu mengerikan. Itu adalah tragedi yang bahkan orang dewasa pun sulit untuk hadapi. Namun sekarang, di rumah tanpa sekutu, tidak ada yang peduli dengan guncangan yang ia alami.

"Karena kau anak sulung, kau harus mengikuti jejak ayahmu…"

"Kau harus membalaskan dendam ayahmu…"

Anak laki-laki itu, seperti gadis itu, tersiksa oleh rasa bersalah yang seharusnya bukan miliknya. Mungkin, ia bisa mencegah kematian ayahnya. Saat itu, ia seharusnya menghentikan ayahnya dan pulang bersamanya…

Wanita yang duduk di kursi penumpang adalah seorang pemberontak. Setelah mengetahui identitas wanita itu, Leon mulai memiliki kebiasaan mengamati wanita berambut pirang dengan saksama.

'Jika aku menangkapmu, aku akan membunuhmu. Aku akan membuatmu membayar dengan harga yang sama seperti yang kau lakukan pada ayah.'

Lama-kelamaan, ia mulai membenci semua wanita berambut pirang. Dan kebencian itu pun segera meluas ke semua wanita.…Semua wanita adalah binatang. Mereka adalah ular yang licik dan babi betina yang rakus.

"Barusan kau terlihat seperti seorang pangeran."

"Babi kotor!"

Mereka berbisik manis untuk merayu pria, lalu ketika pria itu sudah tidak berguna lagi, mereka berubah seketika dan melontarkan kata-kata kejam.

Ibunya pun tak kalah menjijikkan.

"Suamiku kehilangan nyawanya demi kesetiaan pada keluarga kerajaan. Namun, balasannya hanya kenaikan pangkat anumerta menjadi letnan kolonel… Betapa pahit perasaannya di surga, betapa menyedihkan Leon yang kehilangan ayah di usia muda dan harus menjadi kepala keluarga, huhuu…"

Bahkan kematian ayahnya hanyalah alat bagi ibunya untuk mendapatkan gelar.

Di depan orang lain, ia berpura-pura mencintai dan menghormati ayahnya. Setelah meminta bantuan ke sana kemari, akhirnya ia gagal mendapatkan gelar yang diinginkannya, lalu menangis tersedu-sedu di hadapan para bangsawan dan pejabat militer yang berkumpul di pemakaman.

Air mata yang ia tumpahkan bukanlah air mata duka cita atas kematian suaminya… melainkan air mata meratapi dirinya sendiri, yang kini hanya menjadi "Janda Winston" tanpa gelar.

'…Apakah ayah mati demi hal seperti ini?'

Saat ia menusukkan paku tajam, cairan merah menyembur dan membasahi tangannya. Anehnya, ia tidak merasa jijik.

Leon menarik napas dalam-dalam.

Rasanya seperti aroma tajam darahnya memenuhi paru-parunya dan menembus otaknya. Aneh, saat ia mencium bau darahnya sendiri, kecemasan yang menghantuinya sepanjang hari menghilang begitu saja. Semakin sering ia melakukannya, semakin memudar bayangan wajah terakhir ayahnya yang kejam—yang tidak menghilang meskipun ia menutup atau membuka matanya.

Tak lama kemudian, setiap hari, burung dan tikus ditemukan mati dalam kondisi mengenaskan di kediaman Winston. Nyonya Winston pun mengirim putra sulungnya ke akademi militer beberapa tahun lebih awal.

Beruntung ia bersekolah di akademi militer, tempat di mana kekejaman dianggap sebagai sebuah kebajikan. Terlepas dari berbagai tindakan yang seharusnya membuatnya dikeluarkan dari sekolah biasa, Leon justru lulus dengan predikat terbaik di kelasnya.

"Vampir Camden"—julukan yang biasanya diberikan kepada pembunuh berantai—menjadi kehormatan bagi seorang perwira militer.

Orang-orang berkata bahwa ia adalah prajurit yang terlahir alami. Namun, Leon tahu kebenarannya… Ia tahu bahwa ia adalah seorang monster.

Dan bukan hanya itu—ada satu hal yang tidak diketahui orang-orang…

Fakta bahwa Kapten Winston yang tampaknya tak takut akan apa pun, sebenarnya menderita mimpi buruk.

"Babi kotor!"

Iblis yang muncul dalam setiap mimpi buruknya bersinar dengan kebencian biru dan berbau darah.