Xuan Ji segera melangkah maju, "Hei, kau…"
Gu Yuexi melirik Sheng Lingyuan, entah apa yang dilihatnya dengan penglihatan tembusnya, tetapi wajahnya berubah dengan ekspresi keterkejutan yang luar biasa.
"Jangan sentuh," kata Sheng Lingyuan, seluruh jalur meridian di tubuhnya telah putus, napasnya gemetar, namun ia masih mampu menepis tangan Xuan Ji, "Ada…uhuk… ada darah."
Xuan Ji tersentak. Jari-jarinya yang sudah menyentuh bahu Sheng Lingyuan dengan cepat ditarik kembali ke dalam lengan bajunya. Ia kemudian berpaling, berteriak, "Lao Wang, kemarilah, bantu aku!"
Namun, sebelum ia selesai berbicara, Sheng Lingyuan kehilangan kesadaran sepenuhnya dan jatuh ke arah Xuan Ji.
Seharusnya, Xuan Ji bisa menghindar, tetapi tubuhnya justru bertindak melawan kehendaknya. Secara refleks, ia menyambut Sheng Lingyuan dan menangkapnya.
Panas sekali.
"Apa yang harus aku lakukan? Perlukah membawanya ke rumah sakit? Tapi kurasa rumah sakit tidak menangani kasus seperti ini, apakah mereka bisa merawat roh pedang?" Wang Ze mendekat sambil menggaruk kepala, seolah ada sesuatu yang tak terhubung di otaknya, "Ini… dalam kondisinya sekarang, apakah dia tidak bisa menjalani pemindaian MRI?"
"Dia juga tidak bisa dimasukkan ke dalam microwave," Xuan Ji menjawab dengan nada kesal sambil kembali sadar dari kebingungannya. "Cepat, bukakan pintu mobil untukku."
Setelah mengatakan itu, tanpa menunggu Wang Ze mengulurkan tangannya untuk membantu, Xuan Ji dengan hati-hati memeriksa apakah ada darah yang mengalir dari tubuh Sheng Lingyuan. Ia kemudian membungkuk, mengangkat Sheng Lingyuan, dan membaringkannya di dalam mobil van.
Wang Ze menarik kembali tangannya, menggumam dengan bingung, "Bukankah kau memanggilku untuk 'membantu'? Kenapa kau sendiri yang mengangkatnya?"
Mobil van itu tampaknya digunakan untuk mengantar makanan laut ke sebuah restoran, sehingga baunya tidak terlalu menyenangkan. Untungnya, bahkan kursi dari bahan kulit sintetis pun terasa cukup nyaman bagi seseorang dari zaman kuno. Saat Sheng Lingyuan dipindahkan, ia tanpa sadar membuka sedikit matanya. Tubuhnya langsung tegang, tetapi dari celah sempit pandangannya, ia melihat sinar pagi di Dongchuan. Sejenak ia merasa bingung, seolah melupakan di mana ia berada, sebelum akhirnya kembali jatuh ke dalam pingsan yang lebih dalam.
Kursi mobil yang hampir terbaring dengan lembut menopangnya. Pikirannya, bersama abu yang tertiup angin, kembali melayang ke masa lalu, ke suku Penyihir yang jauh tak terjangkau.
Kenangan masa kecilnya datang seperti ombak laut di tengah musim dingin, menyembur dengan deras seiring gelombang.
Dia mengingat suatu kali ketika tubuhnya juga terluka—berbeda dengan kali ini, di mana organ dalamnya seperti terbakar, dan seluruh tubuhnya seolah diselimuti api. Saat itu, ia merasa sangat kedinginan, seperti darahnya hampir habis mengalir keluar. Kepala suku Penyihir menyelimuti tubuhnya dengan jubah dan dengan hati-hati menggendongnya menaiki gunung. Gubuk kayu kecil milik Da Sheng begitu hangat dan kering, dipenuhi aroma akar manis... Kehangatan yang tak tertahankan itu tiba-tiba membuat pertahanannya runtuh.
Entah berapa lama ia tertidur sebelum suara jernih seorang anak membangunkannya. Seorang anak kecil tampak pura-pura acuh tak acuh, mondar-mandir di bawah jendelanya sambil menyenandungkan lagu anak-anak yang tidak ia mengerti, berusaha menarik perhatiannya. Itu juga saat fajar. Begitu ia membuka mata, ia melihat sinar matahari pagi yang cerah mulai muncul dari puncak gunung, membentuk garis emas yang semakin meluas hingga menumpahkan kehangatan ke setengah lereng gunung. Di belakang gubuk kayu, ada sebuah pohon pir besar yang tumbuh subur tanpa memandang musim—setengah berbunga, setengah berbuah. Lalu, orang-orang mulai keluar masuk rumah, pintu kayunya berderit setiap kali dibuka. Setiap pintu terbuka, aroma buah pir yang menggoda menyeruak masuk ke dalam ruangan, mirip dengan anak kecil yang bernyanyi itu, seolah ingin memastikan semua orang tahu betapa menawan mereka.
Pohon pir yang ditanam oleh Da Sheng menghasilkan buah seukuran kepalan tangan. Setengah buah-buahan itu diberikan kepada anggota suku, sementara setengah lainnya selalu dicuri oleh A Luo Jin.
Anak itu memanjat pohon seperti seekor monyet—setiap kali ia makan, ia juga membawa tambahan. Setelah kenyang, ia akan melepas bajunya, memamerkan punggungnya yang kecokelatan oleh sinar matahari, lalu berjalan sambil membawa buah pir di kedua tangannya. Buah-buah itu ia bawa ke sebuah gua kecil di luar altar untuk dikeringkan menjadi irisan pir kering, dengan perasaan yakin bahwa tidak ada seorang pun yang tahu apa yang ia lakukan.
Di bawah altar ada kolam air dingin, dan Sheng Lingyuan, yang menyukai kesejukan, sering menghabiskan waktu di sana. Ketika lelah membaca, ia akan pergi ke "perbendaharaan" A Luo Jin untuk mengambil segenggam irisan pir kering. Sang Kaisar, meskipun menolak disebut pencuri, melakukannya dengan terang-terangan tanpa menyembunyikan tindakannya. Namun, A Luo Jin yang sejak kecil ceroboh, sama sekali tidak menyadari bahwa koleksinya berkurang.
"Lingyuan ge, cepat lihat! Aku berhasil mencuri kupu-kupu berwajah manusia milik Da Sheng!"
"Apa…? Bagaimana bisa kau berani melanggar aturan seperti ini! Cepat kembalikan, kau mau dihukum, ah?"
"Ah, kau jangan bilang pada ayahku, oke? Aku hanya ingin melihatnya saja, tidak akan melepaskannya. Ge, menurutmu, apakah benda ini benar-benar bisa memanggil roh dan membangkitkan orang mati?"
"Kalau sudah mati, ya mati. Kematian seperti lampu yang padam; roh dan dewa hanyalah cerita yang dibuat manusia untuk menipu diri mereka sendiri."
"Kalau begitu... setelah mati, tidak ada apa-apa lagi? Apa mungkin untuk tidak mati?"
"Apa yang kau bicarakan? Setiap orang pasti akan mati, kecuali…"
"Kecuali apa?"
"Kecuali seorang yang hidup menyerahkan dirinya kepada kegelapan."
"Sungguh!" A Luo Jin kecil terkejut, matanya berbinar-binar dan bertanya, "Bukankah itu sangat hebat?"
"Omongan anak kecil, apa yang hebat dari itu?" sang putra mahkota manusia yang tampak lebih dewasa dari usianya tersenyum kecil. Namun, A Luo Jin tidak mau melepaskan topik itu, terus mendesak dengan pertanyaan yang membuat sang putra mahkota tidak bisa fokus membaca buku.
"Mengapa tidak? Lingyuan ge, bisa hidup panjang dan abadi bukankah hebat?"
"Karena di dunia ini, hal-hal yang indah tidak pernah bertahan lama. Katanya, bunga yang paling indah membutuhkan waktu lama untuk mekar, hanya berbunga sekali seumur hidup, dan layu dalam sekejap. Orang yang hidup paling lama, ketika mendekati kematiannya, hanya bisa mengenang beberapa momen bahagia dalam hidupnya, yang semuanya berlalu secepat kilatan api. Guruku bilang, hanya mereka yang tidak bisa hidup dengan baik, dan tidak bisa mati dengan damai, yang akhirnya menjadi abadi—Sudahlah, hentikan ocehanmu. Cepat kembalikan kupu-kupu itu kepada Da Sheng. Anak kecil tidak perlu berbicara sembarangan tentang hidup dan mati, kau bahkan masih jauh dari kematian."
"Lingyuan ge, kenapa kita harus menghindari pembicaraan tentang hidup dan mati? Kenapa kehidupan tidak bisa bertahan lama? Ah, kau membuatku bingung. Ge, coba jelaskan lagi, apa maksud dari 'orang hidup menyerahkan diri kepada kegelapan'... Jangan pergi, ge!"
Namun, semua itu adalah cerita dari masa yang sangat jauh... sangat lama yang lalu.
Siapa yang menyangka bahwa hidup ini bisa begitu pendek, tetapi sekaligus terasa begitu panjang.
Xuan Ji meletakkan Sheng Lingyuan, dan menyadari bahwa ketika pria itu sempat membuka matanya barusan, ada kebingungan di dalam pandangannya sejenak. Lalu perlahan, kelopak matanya tertutup, ekspresinya menjadi tenang, bahkan sudut bibirnya tampak mengulas sedikit senyuman.
Xuan Ji tertegun, tetapi sebelum ia bisa melihat dengan jelas, senyuman itu telah menghilang. Seperti bunga yang hanya mekar sekali dalam seumur hidup, lalu layu dalam sekejap.
Pendengaran Xuan Ji sangat tajam. Ia mendekat dan mendengar suara aneh dari tubuh Sheng Lingyuan—seperti suara retakan pelan dari lapisan es tipis yang mencair di permukaan sungai saat musim semi tiba. Dengan lengan bajunya sebagai pelindung, Xuan Ji mengulurkan tangan untuk mencari sumber suara itu. Namun, Gu Yuexi tiba-tiba berteriak, "Tunggu, Direktur Xuan, jangan sentuh!"
Gu Yuexi melangkah ke dalam mobil, berdiri setengah langkah jauhnya, memandang Sheng Lingyuan yang sedang berbaring diam di kursi belakang dengan ekspresi setengah hormat dan setengah heran.
"Ada apa?" Wang Ze, yang mendengar suara itu, segera menjulurkan kepala melalui jendela mobil. "Yuexi, apa yang kau lihat?"
"Tulang dan organ dalamnya terbakar oleh sambaran petir," Gu Yuexi berlutut setengah, menurunkan suaranya seolah takut mengganggu sesuatu, "Sekarang semuanya sedang memperbaiki dirinya sendiri dengan sangat cepat. Jalur meridiannya sedang terbentuk kembali... ini luar biasa sekali. Bukankah tubuh roh pedang seharusnya hampir sama dengan manusia?"
Hati Xuan Ji bergetar kaget. Ia berpikir, Kau tahu banyak tentang roh pedang?
Metode kuno untuk menempa benda menjadi roh telah lama hilang ribuan tahun yang lalu. Ia sebelumnya hanya berbicara sembarangan, dengan keyakinan bahwa tidak ada yang akan menyadari kebenarannya. Namun sekarang, ia mulai merasa sedikit waspada—apakah ada sesuatu yang ia abaikan?
"Tidak, data yang ada saat ini sangat terbatas. Aku hanya pernah mengenal roh pedang sebelumnya... Ternyata, roh pedang memang tidak semuanya sama," Gu Yuexi menatap Sheng Lingyuan dengan saksama, "Mataku dapat melihat energi anomali di tubuh orang-orang dengan kemampuan khusus. Setiap garis keturunan memiliki warna dan tekstur yang berbeda. Aku belum pernah melihat energi hitam yang sebersih ini sebelumnya."
Xuan Ji, dengan mental yang kuat, memaksakan dirinya untuk tetap tersenyum—energi hitam yang murni... bukankah itu persis seperti energi iblis?
Sebelum Xuan Ji sempat menenangkan pikirannya, Zhang Zhao di sebelahnya langsung bertanya tanpa ragu, "Jiejie, bukankah kau bilang energi iblis yang dipanggil oleh mantra ritual yinchen di Rumah Sakit Chiyuan juga berwarna hitam?"
"Berbeda," Gu Yuexi menjawab. "Energi anomali pada orang itu hanyalah kabut hitam kosong, sama seperti iblis yang tadi mengejar kita. Tetapi dia..." Gu Yuexi menatap Sheng Lingyuan sambil bergumam, "Energi anomalinya lebih hitam, lebih murni, dan teksturnya lebih padat. Itu terdiri dari banyak huruf kecil hitam yang rapat sekali, tetapi aku tidak bisa melihat dengan jelas... Ah? Ini…"
Dalam waktu singkat saat mereka berbicara, tubuh Sheng Lingyuan yang sebelumnya rusak parah akibat sambaran petir telah pulih hampir sepenuhnya. Gu Yuexi perlahan mulai melihat aliran darah yang jelas dan jantung yang mulai terbentuk. Di bagian dadanya, tiba-tiba muncul warna seperti nyala api, tetapi tidak jelas apa itu.
Penglihatan tembus Gu Yuexi secara otomatis tertarik oleh cahaya menyilaukan itu. Namun, sebelum ia bisa melihat dengan jelas, rasa sakit tajam tiba-tiba menusuk matanya, seperti jarum baja yang langsung menusuk bola matanya. Meskipun ia adalah orang yang tenang dan sangat tahan terhadap rasa sakit, ia tetap berteriak singkat sambil menutup matanya dengan tangan.
"Yuexi jie!"
"Yuexi!"
Air mata refleks segera mengalir dari matanya. Tangisan itu sedikit meredakan rasa sakit yang tajam. Ia perlahan mengedip beberapa kali dan membuka matanya, tetapi yang ia lihat hanyalah tubuh pria itu, tanpa bekas luka sedikit pun. Penglihatan tembusnya tidak lagi dapat melihat apa pun.
Larangan untuk mengintip.
Gu Yuexi membuka mulutnya, bermaksud menjelaskan sesuatu kepada rekan-rekannya yang khawatir, tetapi ia mendapati bahwa ia kehilangan suaranya.
Larangan untuk membocorkan.
Bahkan manusia iblis pun tidak dapat melarang Gu Yuexi untuk mengintip sebelumnya, jadi pedang macam apa sebenarnya ini?
Pandangan Xuan Ji yang penuh rasa ingin tahu jatuh padanya. "Wakil Komandan Kedua?"
"Tidak ada apa-apa," Gu Yuexi tiba-tiba mengalihkan pandangannya dan tidak berani lagi melihat Sheng Lingyuan. "Hari ini aku terlalu sering menggunakan penglihatan tembus pandang, jadi sedikit kelelahan—proses pemulihan dirinya hampir selesai, seharusnya tidak ada masalah. Direktur, kau tidak perlu khawatir… Mari kita fokus dulu mencari cara untuk memperbaiki mobil ini."
Saat Xuan Ji memasang formasi sebelumnya, satu kotak penuh air mineral dan tangki air dari van menguap menjadi uap. Udara di sekitar mereka dipenuhi uap air hangat, seperti sebuah ruang sauna. Wang Ze mengumpulkan uap air itu ke satu titik, menggantungnya di atas atap van, menunggu hingga dingin, lalu memasukkannya kembali ke dalam tangki air mobil.
Meskipun van itu dari luar tampak tua dan usang, ternyata mobil ini masih sangat "tangguh." Setelah melompat-lompat sepanjang perjalanan, dikerjakan dan dibongkar oleh Gu Yuexi, lalu dirakit kembali, kendaraan ini masih mampu berfungsi dengan baik dalam perjalanan kembali.
"Aku dengar Direktur Xiao tersambar petir," Wang Ze berkata setelah menutup telepon dengan rekan-rekan yang sedang membersihkan lokasi. Melihat semua orang menunjukkan ekspresi aneh, ia segera menunjuk wajahnya sendiri dan menambahkan, "Bukan... Teman-teman, lihat wajah seriusku ini, aku bicara secara harfiah, bukan mengumpatnya."
Tangan Xuan Ji yang memegang rokok berhenti sesaat.
Zhang Zhao, yang bingung, membuka ponselnya dan berkata, "Dari dulu aku sudah mau bilang, Dongchuan beberapa hari ini cerah sekali, dari mana datangnya petir? Lagi pula, bukankah Direktur Xiao sendiri adalah pengguna elemen petir? Bagaimana bisa dia tersambar petir?"
"Itu bukan inti masalahnya," Gu Yuexi berkata sambil mengernyit. "Bagaimana kondisinya sekarang?"
"Untung dia pengguna elemen petir," Wang Ze menghela napas. "Kalau tidak, besok kita sudah harus mengadakan upacara peringatan untuknya. Sekarang dia sudah dibawa ke rumah sakit, tetapi rekan-rekan yang menemaninya berkata keadaannya cukup stabil, tidak ada masalah besar."
Setelah mendengar berita tersebut, semua orang secara serempak menghela napas lega. Xuan Ji melihat mereka dan merasa puas, berpikir, Akhirnya, tim khusus ini masih memiliki semangat persahabatan.
Lalu, Zhang Zhao menepuk dadanya dan berkata, "Hampir saja aku mati ketakutan. Kalau benar-benar terjadi sesuatu pada Ayah Xiao, bagaimana kita nanti mengatasi kelebihan anggaran untuk misi? Harus memohon pada siapa?"
Xuan Ji: "…"
Dengan beberapa kalimat singkat, Wang Ze menjelaskan apa yang terjadi di makam suku penyihir, lalu bertanya kepada Xuan Ji, "Oh iya, Direktur Xuan, apakah tadi pedang spiritualmu mengatakan sesuatu tentang meninggalkan jimat petir? Aku tidak salah dengar, kan?"
Xuan Ji memijat pelipisnya, "Benar, sepertinya dia memang membuat semacam pengaturan pada mayat A Luo Jin, sengaja meninggalkannya untuk menjebak orang yang mengendalikan mantra ritual yinchen. Namun, tampaknya yang terjerat hanyalah sebuah avatar, dan avatar itu tersambar petir, sedangkan wujud aslinya masih sempat menelepon dan memanipulasi kita. Setelah kembali, kita bisa mulai menyelidiki dari mana panggilan telepon itu berasal."
Gu Yuexi, yang melihat perubahan di wajah Xuan Ji, dengan peka bertanya, "Ada apa?"
"A Luo Jin—yaitu makhluk iblis yang tadi kita temui—mengatakan bahwa orang yang merapal mantra ritual Yinchen berniat menyalakan kembali api Chiyuan. Ia menyebutkan beberapa nama yang terdengar seperti 'Suku Iblis,' 'Suku Bayangan,' dan 'Suku Pegunungan'... Jangan tanya apa maksudnya, karena aku juga tidak tahu," kata Xuan Ji sambil menggelengkan kepala dengan rasa gelisah. "Aku curiga masalah ini belum selesai."
Api Chiyuan, jika benar dinyalakan kembali seperti yang dikatakan A Luo Jin, mungkinkah segalanya akan kembali ke situasi kacau seperti sebelum pertempuran besar di Jiuzhou?
Ia tak dapat menahan diri untuk melirik Sheng Lingyuan. Sheng Lingyuan meringkuk tenang di kursi mobil yang hampir datar, matanya tertutup, namun kepalanya miring ke arah jendela, seolah masih merindukan sesuatu.
Hari di Dongchuan telah dimulai. Asap dari berbagai kios sarapan mulai memenuhi udara, dan jam sibuk pagi mulai terlihat, membuat perjalanan pulang mereka melambat cukup signifikan.
Sesampainya di hotel, dari kejauhan mereka melihat sekelompok orang berkumpul di mal lantai bawah, tampaknya sedang membahas tentang lantai yang "ambrol." Para agen lapangan yang berpengalaman dalam menyelesaikan masalah tetapi tidak menangani konsekuensinya, berpura-pura tidak melihat, dengan tenang mengembalikan mobil, lalu menyelinap pergi tanpa diketahui.
Sebagai kepala departemen penanganan akhir, Xuan Ji, yang merasa sudah menangani tugas yang sebetulnya bukan tanggung jawabnya, secara terang-terangan ikut "melalaikan tugas" bersama para kolega lainnya dan menyelinap kembali ke hotel dengan santai.
Dia membawa Sheng Lingyuan kembali ke hotel dan mencoba mengecek suhu tubuhnya, yang ternyata sudah kembali normal.
Syukurlah, pikir Xuan Ji, kalau tidak, ia benar-benar tidak tahu bagaimana harus mengatasinya.
Tubuh Sheng Lingyuan ini, bisa dibilang kuat, tetapi juga rapuh. Tidak seperti boneka batu giok di Chiyuan, tubuhnya bisa mengeluarkan darah, terluka, bahkan demam. Ia tidak terhindar dari penderitaan manusia biasa. Namun, tubuh ini juga tidak dapat dihancurkan oleh api Chiyuan, mampu sepenuhnya menaklukkan A Luo Jin—sesama makhluk iblis, memanggil kemarahan langit dan bumi, dan bahkan, tanpa sadar, dapat menghentikan penglihatan tembus. Ketika Gu Yuexi menggunakan kemampuannya, pupil matanya berubah menjadi bentuk vertikal, tetapi saat menatap Sheng Lingyuan, ia tiba-tiba merasakan rasa sakit tajam dan pupilnya kembali ke bentuk normal. Xuan Ji menduga penglihatan tembus Yuexi telah dihentikan secara paksa.
Kaisar Manusia ini bukan dewa, bukan pula manusia; tidak hidup, dan juga tidak mati. Sulit untuk menentukan apa sebenarnya dirinya.
Xuan Ji menyeduh secangkir teh untuk dirinya sendiri, lalu mandi singkat saat dini hari. Ia bersandar di ranjang lain dengan niat untuk sekadar memejamkan mata dan beristirahat sejenak. Namun, begitu ia menutup mata, bayangan punggung seseorang yang berdiri melindunginya terus muncul di pikirannya, tidak bisa dilupakan.
Mengapa dia melindunginya?
Xuan Ji, yang tidak bisa tidur setelah berulang kali mencoba, akhirnya mengeluarkan ponselnya. Ia mencari sebuah buku berjudul Catatan Kaisar Wu dari Qi di aplikasi membaca, lalu membelinya.
Buku ini, meskipun termasuk bacaan populer, ditulis oleh seorang pakar sejarah kuno yang terkenal, dengan referensi yang terpercaya dan cukup dapat diandalkan. Begitu membuka sampul buku tersebut, gambaran besar Kaisar Wu yang tampak kokoh langsung muncul di layar. Xuan Ji tanpa sadar melirik Sheng Lingyuan sejenak, lalu dengan hati-hati menyembunyikan ponselnya di balik selimut, diam-diam memegangnya di tangan untuk membaca… Meskipun buku itu adalah literatur sejarah yang serius, cara membacanya membuatnya terlihat seperti seseorang yang sedang mencuri-curi membaca bacaan dewasa di kereta bawah tanah.
...Kaisar Wu, Sheng Xiao, lahir selama Pertempuran Pertama Pingyuan. Ada yang mengatakan bahwa ia dilahirkan untuk menghadapi takdir. Pertempuran tragis itu menjadi pembuka dari dua puluh tahun kekacauan, di mana Kaisar Ping, yang memimpin sendiri pasukan, gugur dalam peperangan. Kerajaan runtuh, dan sang pangeran kecil yang baru lahir hilang dalam kepanikan para bangsawan yang melarikan diri. Baru dua tahun kemudian ia ditemukan kembali oleh para menteri istana.
Bagaimana proses penemuan itu berlangsung tidak diketahui secara pasti. Demikian pula, bagaimana para menteri kala itu memastikan identitas asli sang pangeran kecil, tidak ada catatan sejarah yang bisa menjelaskannya. Ada teori yang tersebar di kalangan akademik bahwa Kaisar Wu bukanlah anak kandung dari Permaisuri Chen dari Kaisar Ping. Jika iya, maka tindakannya membunuh ibunya sendiri nanti terlalu berlawanan dengan kodrat manusia.
Namun, menurut penulis, dugaan ini kurang memiliki bukti yang kuat.
Pertama, dalam Qi Shu (Buku Qi) memang terdapat catatan tentang 'Permaisuri Chen sedang mengandung,' yang jika dikaitkan dengan waktu kelahiran, cocok dengan catatan kelahiran Sheng Xiao. Selain itu, teori 'pertukaran bayi dengan kucing' sulit diterima karena sebelum Sheng Xiao lahir, Permaisuri Chen telah memiliki seorang putra bernama Sheng Wei. Kakak kandung Sheng Xiao lebih tua tiga tahun darinya, meskipun sering sakit-sakitan, namun dengan keberuntungan berhasil bertahan hingga dewasa dan dianugerahi gelar Raja Ning. Tidak ada alasan bagi Permaisuri Chen untuk mengambil anak orang lain demi memperkuat kedudukannya, apalagi menyerahkan anak kandungnya dan menggantinya dengan anak yang diadopsi, yang jelas tidak masuk akal.
Kesimpulannya, meskipun beberapa 'penggemar' secara emosional sulit menerima tindakan Sheng Xiao membunuh ibunya dan mencoba menghadirkan berbagai teori untuk membenarkan hal tersebut, teori-teori itu tidak memiliki bukti yang cukup. Jika dilihat secara keseluruhan, kehidupan Kaisar Wu memiliki momen gemilang seperti mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan seluruh warga kota dari pembantaian musuh, tetapi juga sisi gelap seperti kekejaman dan ketidakpedulian terhadap kerabatnya sendiri. Kita seharusnya menilai tokoh sejarah dengan sudut pandang yang lebih objektif dan adil.
Pada bagian berikutnya, penulis mengutip pandangan seorang psikolog kepribadian:
Diceritakan bahwa meskipun Sheng Xiao lahir di tengah kekacauan perang dan dibesarkan di lingkungan militer, ia memiliki kebiasaan hidup yang sangat rapi serta tingkat kontrol diri yang tinggi. Dalam Qi Shu—Bab Kaisar Wu disebutkan bahwa Sheng Xiao sangat tidak menyukai ketidakteraturan dalam berpakaian. Kecuali saat masa kecilnya yang penuh dengan pengembaraan, bahkan jika ibunya sendiri ingin menemuinya, ia akan meminta sang ibu menunggu hingga ia selesai mandi dan berpakaian rapi sebelum muncul. Pernah suatu kali, saat ia sakit parah dan pingsan selama tiga hari, hal pertama yang ia lakukan setelah sadar adalah meminta semua orang keluar agar ia bisa merapikan dirinya sendiri. Kebiasaan ini tampaknya merupakan bentuk kompensasi atas masa kecilnya yang tidak memiliki tempat tinggal tetap dan lingkungan hidup yang sangat tidak terkendali...
Pandangan Xuan Ji berhenti sejenak pada frasa "sangat membenci ketidakteraturan dalam berpakaian," lalu beralih ke jubah jerami Sheng Lingyuan yang compang-camping dan rambutnya yang berantakan. Kemudian, seolah digerakkan oleh sesuatu, ia bangkit, masuk ke kamar mandi, dan mencari handuk yang ia basahi dengan air. Sambil mengatur suhu air, ia berpikir, Apa-apaan ini? Apa aku sudah gila... Ah, tidak, ini lebih ke prinsipku: membalas kebaikan dengan kebaikan, dan membalas dendam dengan dendam.
Dengan sikap serius penuh keyakinan, Direktur Xuan yang "teguh dalam prinsip" membawa handuk besar yang basah ke sisi tempat tidur, lalu dengan seksama mempelajari selama beberapa waktu bagaimana jubah jerami "orang kuno" itu diikat. Akhirnya, ia menemukan simpul rumit pada ikat pinggangnya.
Aku tidak sedang bertindak tidak senonoh, pikir Xuan Ji sambil mulai melepaskan simpul tersebut. Aku hanya sekalian ingin memeriksa luka akibat hantaman balik formasi tadi...
Tiba-tiba, sebuah tangan pucat mencengkeram pergelangan nadinya.
Xuan Ji: "…"
Apakah Yang Mulia ini tidak bisa sembuh dengan baik? Pingsannya tidak tepat waktu, perdarahannya tidak tepat waktu, bahkan "Bluetooth"-nya juga terputus pada waktu yang salah... bahkan bangun pun tidak pada waktu yang tepat!