Kael berdiri di depan gerbang besar yang memancarkan cahaya keemasan. Di atasnya, terdapat ukiran simbol-simbol yang terus berubah, seolah-olah menyesuaikan diri dengan pemahaman waktu seseorang yang melihatnya.
Ia telah melewati ujian pertamanya di Menara Temporal—menghadapi dirinya sendiri dari berbagai masa. Namun, ia tahu bahwa perjalanan ini belum berakhir.
Sebuah suara bergema di seluruh ruangan.
"Langkah pertama telah kau lalui, tetapi hanya mereka yang memahami inti waktu yang dapat melangkah lebih jauh."
Kael menatap gerbang itu dengan penuh kewaspadaan.
Ketika ia mencoba melangkah mendekat, tubuhnya tiba-tiba terasa berat. Seolah-olah gravitasi di tempat ini meningkat ribuan kali lipat dalam sekejap.
Ia mengerutkan kening.
Ini bukan hanya gravitasi biasa—ini adalah beban dari waktu itu sendiri.
Kael merasakan aliran energi waktu mengalir melalui tubuhnya. Setiap langkah yang ia ambil terasa seperti menembus ribuan tahun sejarah yang menekannya dari segala arah.
Namun, ia tidak berhenti.
Setiap detik yang berlalu, ia mulai memahami bahwa waktu bukan sekadar aliran yang bergerak ke satu arah.
Ia mengingat kembali pertarungannya sebelumnya.
Jika masa lalunya melambangkan keinginan dan tekad, dan masa kininya melambangkan batasan dan pemahaman, maka masa depannya bukanlah sesuatu yang telah ditentukan.
Masa depan adalah kemungkinan yang dapat ia ciptakan sendiri.
Saat kesadaran itu muncul dalam pikirannya, tekanan waktu yang menekan tubuhnya mulai berkurang.
Kael melangkah lebih jauh, mendekati gerbang keemasan.
Ketika tangannya menyentuh permukaannya, simbol-simbol yang ada di sana mulai bersinar terang.
Dan dalam sekejap, dunia di sekelilingnya berubah lagi.
---
Dimensi Di Luar Waktu
Kael kini berada di tempat yang tak dapat ia definisikan.
Tidak ada langit, tidak ada tanah, tidak ada batas.
Hanya kehampaan yang penuh dengan cahaya-cahaya yang bergerak seperti riak di permukaan air.
Namun, berbeda dari kehampaan yang pernah ia rasakan sebelumnya, tempat ini terasa penuh.
Penuh dengan sesuatu yang lebih dari sekadar ruang—sesuatu yang mengikat realitas itu sendiri.
Kael merasakan sesuatu bergerak di sekelilingnya.
Ia menoleh dan melihat bayangan-bayangan dirinya sendiri dalam berbagai bentuk dan usia.
Ada dirinya yang masih muda, masih belum memahami apa pun tentang hukum dunia.
Ada dirinya yang lebih tua, dengan tatapan penuh kebijaksanaan yang bahkan ia sendiri tidak bisa pahami.
Dan ada sosok lain—bayangan dari masa depan yang tidak pasti.
Kael mendekati salah satu bayangan tersebut.
Ketika ia menyentuhnya, gambaran masa depan yang belum terjadi mulai mengalir dalam benaknya.
Ia melihat dirinya di masa depan…
Berdiri di puncak realitas, dengan tangan yang mampu mengubah eksistensi hanya dengan satu pikiran.
Namun, ia juga melihat kemungkinan lain—dirinya yang gagal, terperangkap dalam kegelapan waktu yang tak berujung.
Kael menarik napas dalam.
"Jadi ini ujian selanjutnya?" gumamnya.
Sebuah suara kembali terdengar, tetapi kali ini lebih dalam dan berwibawa.
"Waktu bukan hanya sesuatu yang kau jalani, Kael. Waktu adalah sesuatu yang dapat menghancurkan atau membangun realitas. Dan kau harus memilih bagaimana kau ingin menggunakannya."
Kael menutup matanya sejenak, merenungkan kata-kata itu.
Ia telah melihat bagaimana waktu dapat mengubah segalanya.
Namun, jika ia ingin melangkah lebih jauh, ia harus memahami bukan hanya bagaimana waktu bekerja, tetapi bagaimana ia dapat mengendalikannya.
Ia membuka matanya kembali dan melangkah ke depan.
Dan saat itu, ia merasakan sesuatu berubah dalam dirinya.
Aliran waktu di sekelilingnya tidak lagi terasa asing.
Sebaliknya, ia mulai melihat pola-pola tersembunyi di dalamnya—seperti benang yang menghubungkan setiap momen dalam sejarah.
Kael mengulurkan tangannya.
Dan untuk pertama kalinya…
Ia tidak hanya mengikuti aliran waktu.
Ia membentuknya.
---
Menara Temporal, Lantai Tertinggi
Kael kembali ke tempat asalnya, tetapi kali ini, ia berdiri di puncak Menara Temporal.
Di hadapannya, sosok yang telah membimbingnya sejak awal kini berdiri menatapnya dengan ekspresi penuh arti.
"Jadi, kau akhirnya memahami esensi waktu."
Kael mengangguk.
"Sebelumnya, aku hanya berpikir bahwa waktu adalah sesuatu yang harus aku lalui. Tetapi sekarang, aku mengerti bahwa waktu adalah sesuatu yang bisa aku bentuk."
Sosok itu tersenyum.
"Dan dengan pemahaman itu, kau telah mencapai titik di mana hanya sedikit entitas yang pernah mencapainya."
Ia mengulurkan tangannya, dan seberkas cahaya muncul di tengah ruangan.
Dari dalam cahaya itu, sebuah artefak perlahan terbentuk.
Bentuknya menyerupai jam pasir, tetapi bukan terbuat dari pasir biasa.
Di dalamnya, terdapat fragmen-fragmen waktu itu sendiri, berputar dan bergerak dengan cara yang tidak bisa dijelaskan oleh logika biasa.
Sosok itu menatap Kael dengan serius.
"Ini adalah Jantung Keabadian—artefak yang hanya bisa dimiliki oleh mereka yang telah memahami inti dari waktu."
Kael mengambilnya dengan hati-hati.
Begitu artefak itu menyentuh tangannya, ia merasakan sesuatu yang luar biasa.
Seluruh keberadaannya kini terhubung dengan waktu itu sendiri.
Ia bisa merasakan setiap kemungkinan masa depan.
Setiap cabang realitas.
Setiap detik yang pernah ada dan yang akan ada.
Namun, ia juga tahu bahwa kekuatan ini bukan sesuatu yang bisa digunakan sembarangan.
Ia mengangkat kepalanya dan menatap sosok itu.
"Apa yang harus aku lakukan selanjutnya?"
Sosok itu tersenyum lagi.
"Itu bukan pertanyaan yang harus kau tanyakan padaku, Kael."
Ia menghilang dalam sekejap, meninggalkan Kael sendirian di puncak menara.
Kael menggenggam artefak itu erat-erat.
Ia tahu bahwa perjalanannya masih jauh dari selesai.
Tetapi sekarang, ia memiliki sesuatu yang lebih dari sekadar kekuatan.
Ia memiliki pemahaman.
Dan dengan pemahaman itu, ia siap untuk melangkah ke tahap berikutnya.