Bab 44: Ujian Menara Temporal

Kael merasa tubuhnya ditarik ke dalam pusaran kekuatan yang tak terlihat. Ruang di sekelilingnya berputar, terdistorsi oleh aliran waktu yang tak terkendali. Ia mencoba mempertahankan kesadarannya, tetapi energi yang menyelimutinya terlalu kuat.

Saat ia membuka matanya kembali, ia telah berdiri di dalam Menara Temporal.

Di sekelilingnya, koridor tanpa ujung membentang dalam berbagai arah, seakan-akan tidak ada batasan ruang atau waktu. Dindingnya dipenuhi dengan ukiran-ukiran yang terus berubah, menampilkan adegan dari berbagai era dan realitas yang berbeda.

Kael mengulurkan tangannya untuk menyentuh salah satu ukiran, dan dalam sekejap, ia merasakan aliran informasi mengalir ke dalam pikirannya.

Adegan demi adegan melintas di benaknya—peradaban yang lahir dan hancur, pertempuran besar antar entitas yang melampaui batas realitas, serta sosok-sosok yang menguasai waktu dengan berbagai cara.

Namun, sebelum ia bisa sepenuhnya memahami apa yang ia lihat, suara bergema di sekelilingnya.

"Selamat datang di Ujian Menara Temporal."

Kael menoleh ke segala arah, mencoba menemukan sumber suara itu, tetapi yang ia lihat hanyalah kegelapan yang perlahan merayap di sekelilingnya.

"Hanya mereka yang mampu memahami waktu dalam esensinya yang dapat melangkah lebih jauh."

Tiba-tiba, ruang di sekitarnya berubah.

Ia kini berdiri di sebuah arena luas, dengan langit yang terbelah antara siang dan malam.

Di hadapannya, muncul tiga sosok.

Sosok pertama tampak seperti dirinya sendiri di masa lalu—lebih muda, lebih lemah, tetapi dengan tatapan penuh tekad.

Sosok kedua tampak seperti dirinya di masa kini, berdiri tegap dengan pemahaman yang lebih dalam tentang hukum dunia.

Namun, sosok ketiga yang membuatnya terkejut.

Itu adalah dirinya di masa depan—sosok yang lebih tinggi, lebih kuat, dan dengan aura yang begitu mendominasi hingga seakan-akan realitas itu sendiri tunduk di hadapannya.

Kael menyipitkan mata.

"Jadi ini ujian pertama?"

Sosok dirinya di masa depan berbicara dengan suara yang dalam dan penuh wibawa.

"Jika kau ingin melangkah lebih jauh, kau harus mampu mengalahkan dirimu sendiri."

Kael mengangkat alis.

Ia sudah menghadapi banyak musuh yang lebih kuat darinya, tetapi bertarung melawan dirinya sendiri? Itu adalah tantangan yang berbeda.

Namun, sebelum ia bisa bereaksi lebih jauh, sosok masa lalunya sudah bergerak lebih dulu.

Dalam sekejap, ia merasakan serangan yang begitu cepat dan ganas menghantamnya dari segala arah.

Meskipun lebih lemah, versi dirinya di masa lalu bertarung dengan kegigihan yang luar biasa—seakan-akan setiap serangannya didorong oleh ambisi yang membara.

Kael menghindar, tetapi serangan dari dirinya di masa kini segera menyusul, memaksanya untuk terus bergerak tanpa henti.

Namun, yang paling berbahaya adalah dirinya di masa depan.

Setiap gerakan sosok itu menciptakan distorsi dalam waktu, membuat serangannya mustahil untuk diprediksi.

Kael mendengus pelan.

"Jadi begini caranya?"

Ia menyesuaikan ritmenya, mencoba memahami pola serangan lawannya.

Namun, semakin lama ia bertarung, semakin ia menyadari sesuatu.

Masa lalunya mewakili keinginan dan tekad yang belum terwujud.

Masa kininya mewakili pemahaman dan batasan yang ia miliki sekarang.

Dan masa depannya…

Mewakili kemungkinan yang belum ia capai.

Kael menarik napas dalam, lalu menutup matanya.

Jika waktu bukanlah sesuatu yang harus diikuti, melainkan sesuatu yang bisa dibentuk…

Maka ia tidak perlu bertarung dengan dirinya sendiri.

Ia hanya perlu melampaui mereka.

Ketika ia membuka matanya, auranya berubah.

Seluruh waktu di sekelilingnya bergetar, seakan-akan mengakui keberadaannya sebagai sesuatu yang berada di luar alirannya.

Sosok masa lalunya berhenti menyerang.

Sosok masa kininya mundur selangkah.

Dan sosok masa depannya… tersenyum.

"Jadi, kau akhirnya mengerti."

Kael tidak menjawab, tetapi ia tahu bahwa ujiannya belum berakhir.

Di kejauhan, menara ini masih memiliki rahasia yang belum ia ungkap.

Dan ia akan terus melangkah maju.

---