Hujan mulai mereda, menyisakan tetesan air yang jatuh perlahan dari dedaunan tinggi di atas mereka. Eldric masih mengikuti wanita berambut perak itu, meskipun pikirannya terus dipenuhi oleh banyak pertanyaan yang belum menemukan jawaban. Hutan di sekeliling mereka dipenuhi dengan kabut pekat, menciptakan suasana yang lebih sunyi dan penuh misteri.
Langkah wanita itu ringan, hampir tidak meninggalkan jejak di tanah yang basah. Berbeda dengan Eldric, yang sesekali harus menghindari akar pohon yang mencuat dari tanah atau genangan air yang terbentuk akibat hujan deras sebelumnya.
Setelah berjalan cukup jauh, Eldric akhirnya tidak bisa menahan rasa penasarannya lagi.
"Kau belum menjawab pertanyaanku," katanya, suaranya terdengar datar namun mengandung ketegasan.
Wanita itu tidak langsung menjawab. Ia tetap melangkah dengan tenang, membiarkan Eldric menunggu. Setelah beberapa saat, akhirnya ia berhenti di dekat sebuah pohon besar yang batangnya tampak lebih tua dibandingkan pohon lainnya.
"Apa yang ingin kau ketahui?" tanyanya, tanpa menoleh ke arah Eldric.
Eldric mendengus pelan. "Semuanya. Siapa kau? Kenapa kau tahu tentang aku? Dan kenapa aku harus mempercayaimu?"
Wanita itu menghela napas, lalu akhirnya menoleh. Tatapannya tetap tenang, namun ada sesuatu yang tersembunyi di dalam sorot matanya.
"Aku adalah seseorang yang sudah lama menunggumu," katanya.
Eldric menyipitkan matanya. "Itu bukan jawaban."
Wanita itu tersenyum samar. "Bukan jawaban yang kau inginkan, tapi tetap jawaban."
Eldric mengepalkan tangannya. Ia bisa merasakan bahwa wanita ini tidak berniat menyembunyikan sesuatu darinya secara sengaja, tetapi lebih seperti menunggu momen yang tepat untuk mengungkapkan kebenaran.
"Kau akan mengetahui semuanya pada waktunya," lanjut wanita itu. "Tapi untuk sekarang, ada sesuatu yang lebih penting yang harus kau lihat."
Eldric masih tidak puas dengan jawabannya, tetapi ia memutuskan untuk tidak mendesak lebih jauh. Ia bisa merasakan bahwa wanita ini tidak akan memberikan informasi begitu saja, tidak tanpa alasan yang jelas.
Wanita itu melanjutkan langkahnya, dan Eldric tidak punya pilihan selain mengikutinya.
Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Semakin dalam mereka masuk ke dalam hutan, semakin aneh suasananya. Kabut semakin tebal, membuat jarak pandang semakin terbatas. Namun, Eldric menyadari sesuatu yang lebih aneh lagi—udara di sini terasa... berbeda.
Ada sesuatu yang mengalir di sekitarnya. Bukan sekadar hawa dingin atau kelembapan akibat hujan, tetapi sesuatu yang lebih dalam, lebih kuno.
Perlahan, mereka sampai di sebuah area yang lebih terbuka. Di tengah kabut yang menggantung, sebuah batu besar berdiri kokoh dengan simbol-simbol aneh terukir di permukaannya.
Eldric menatap batu itu dengan penuh rasa ingin tahu.
"Apa ini?" tanyanya.
Wanita itu berdiri di sampingnya, matanya tertuju pada simbol-simbol misterius itu.
"Ini adalah bagian dari ingatan yang telah lama dikunci," katanya pelan.
Eldric mengerutkan kening. "Ingatan siapa?"
Wanita itu menoleh padanya. "Ingatanmu."
Jantung Eldric berdegup lebih cepat. Ia menatap wanita itu dengan ekspresi penuh kebingungan.
"Apa maksudmu?"
Wanita itu tidak menjawab. Sebaliknya, ia melangkah maju dan menyentuh batu besar itu dengan ujung jarinya. Cahaya samar muncul dari permukaan batu, mengalir mengikuti ukiran simbol-simbol misterius di sana.
Eldric merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Sebuah perasaan yang tidak bisa ia jelaskan dengan kata-kata.
"Sentuhlah," kata wanita itu.
Eldric ragu sejenak, tetapi kemudian ia mengulurkan tangannya dan menyentuh permukaan batu itu.
Begitu jarinya menyentuh batu, dunia di sekitarnya tiba-tiba berubah.
---
Kabut di sekitar mereka berputar dengan cepat, seolah tersedot ke dalam batu. Udara menjadi lebih berat, dan suara-suara asing mulai terdengar di kepalanya.
Tiba-tiba, sebuah gambaran muncul dalam benaknya.
Ia melihat seseorang berdiri di tempat ini. Sosok itu mengenakan jubah panjang berwarna hitam, dan wajahnya tidak terlihat jelas. Suaranya terdengar terdistorsi, sulit dipahami.
Namun, ada satu kalimat yang bisa ia tangkap dengan jelas.
"Kebenaran selalu tersembunyi di balik kabut."
Lalu, gambaran itu menghilang, digantikan oleh pemandangan lain.
Eldric melihat dirinya—atau seseorang yang mirip dengannya—berdiri di tempat ini. Di sekelilingnya, ada beberapa orang lainnya, tetapi wajah mereka semua kabur.
Salah satu dari mereka berbicara.
"Kita harus menyegelnya. Jika tidak, semuanya akan berakhir."
Yang lain mengangguk.
"Tapi apakah kita bisa mempercayai dia?"
Sosok Eldric dalam gambaran itu terdiam, lalu akhirnya berkata dengan suara rendah.
"Tidak ada pilihan lain."
Lalu, tiba-tiba semuanya menghilang.
---
Eldric tersentak dan mundur selangkah. Nafasnya memburu, dadanya terasa sesak.
Wanita itu menatapnya dengan tenang. "Apa yang kau lihat?"
Eldric butuh beberapa detik untuk menenangkan diri sebelum menjawab. "Aku... aku tidak tahu. Tapi aku merasa... aku pernah ada di sini sebelumnya."
Wanita itu tersenyum samar. "Itu karena kau memang pernah ke sini."
Eldric menatapnya dengan mata melebar. "Apa maksudmu?"
Wanita itu tidak langsung menjawab. Ia mengangkat tangannya, menyentuh batu besar itu lagi. Cahaya samar kembali muncul, mengalir mengikuti ukiran simbol-simbol yang tampak semakin jelas.
"Masih banyak yang belum kau ingat, Eldric. Tapi ini baru permulaan."
Eldric merasa ada sesuatu yang mendidih dalam dirinya. Seakan-akan ada sesuatu yang ingin keluar dari dalam pikirannya, sesuatu yang selama ini terkubur dalam.
"Apa yang sebenarnya terjadi di sini?" tanyanya.
Wanita itu menatapnya dalam diam selama beberapa saat, lalu akhirnya berbicara.
"Ini bukan pertama kalinya kau berdiri di sini, Eldric. Dan ini bukan pertama kalinya kau mencoba mengungkap kebenaran."
Eldric menahan napasnya. Kata-kata wanita itu terasa seperti beban berat yang jatuh ke pundaknya.
"Apa maksudmu?"
Wanita itu menatap batu besar itu dengan ekspresi yang sulit ditebak.
"Ini bukan hanya tentang masa lalu," katanya pelan. "Ini tentang sesuatu yang lebih besar."
Eldric merasa kepalanya berdenyut. Ada sesuatu yang ingin ia ingat, tetapi terasa begitu jauh dan sulit dijangkau.
"Apa yang harus aku lakukan?" tanyanya akhirnya.
Wanita itu menoleh padanya.
"Teruslah mencari. Teruslah bertanya. Jangan pernah berhenti."
Eldric menghela napas panjang. Ia tahu bahwa jawaban yang ia cari tidak akan datang dengan mudah. Tapi satu hal yang pasti—ini baru permulaan dari sesuatu yang jauh lebih besar.
Dan entah mengapa, ia merasa bahwa waktu yang dimilikinya untuk menemukan jawabannya semakin menipis.