PERTEMUAN PERTAMA

**"Rindu yang Terpendam, Terungkap di Bali"** *—jejak Januari—*

### **BAB 1: DETAK JANTUNG DI KELAS 10**

Hari itu, kelas terasa seperti hari-hari biasa—riuh dengan suara siswa yang bercanda, sesekali terdengar suara guru mengingatkan mereka untuk tetap fokus. Kyra duduk di bangku dekat jendela, menatap ke luar dengan tatapan kosong. Sampai akhirnya, matanya secara tak sengaja menangkap sosok yang baru pertama kali ia lihat.

Varez.

Ia bukan siswa yang sering muncul di lingkaran pertemanan Kyra, tapi entah mengapa, keberadaannya langsung menarik perhatian. Rambutnya sedikit berantakan, senyumnya tidak berlebihan, namun cukup untuk membuat seseorang berhenti sejenak dan memperhatikannya lebih lama. Cara ia berbicara dengan temannya terdengar santai, tapi tetap karismatik.

Jantung Kyra berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia tidak tahu apa sebabnya, tapi ada perasaan aneh yang tiba-tiba hadir—nyaman tanpa alasan, dan hangat tanpa sebab.

*Mungkin ini hanya perasaan sesaat*, pikirnya. *Hanya sekadar rasa penasaran, bukan lebih dari itu.*

Tapi hari itu, Kyra sadar bahwa Varez adalah nama yang akan sering muncul di kepalanya, tanpa ia sadari dan tanpa bisa ia hindari.

**BAB 2: CINTA YANG TERHALANG**

Perasaan itu semakin menguat seiring waktu. Kyra bahkan tak sadar sejak kapan ia mulai mencari-cari sosok Varez di tengah kerumunan, atau bagaimana ia mulai mengingat kebiasaan kecilnya—seperti cara Varez memainkan ujung lengan bajunya saat sedang berpikir, atau bagaimana ia sedikit menundukkan kepala saat tertawa.

Pada suatu hari, ia tak tahan lagi dan akhirnya bercerita pada sahabatnya. Dengan penuh semangat, ia menggambarkan bagaimana perasaannya mulai tumbuh tanpa bisa ia kendalikan. Namun, reaksi yang didapat tidak seperti yang ia harapkan.

*"Varez? Dia udah punya pacar, loh."*

Dunia Kyra terasa runtuh dalam sekejap. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Semua perasaan yang selama ini ia pelihara dengan hati-hati, tiba-tiba saja terasa sia-sia.

Malam itu, ia memutuskan sesuatu—ia harus berhenti. Ia tidak ingin merusak kebahagiaan orang lain. Jika Varez sudah memiliki seseorang, maka ia harus mundur.

Dan begitulah, ia menyimpan perasaannya dalam diam, memilih untuk menjauh. Itu menjadi pertemuan pertama sekaligus terakhirnya dengan Varez di kelas 10.

Ia benar-benar mengira kisahnya sudah berakhir di sana.

**BAB 3: JALAN TAK TERDUGA**

Waktu berjalan, tahun ajaran berganti. Kyra mencoba melupakan semuanya. Ia berpikir mungkin perasaan itu hanyalah fase yang akan berlalu seiring berjalannya waktu.

Dan semesta seolah mendukung keputusannya. Ia tidak pernah bertemu Varez lagi. Tidak ada interaksi, tidak ada momen yang membuatnya kembali mengingat perasaan itu.

Hingga suatu hari, semesta ternyata punya rencana lain.

**BAB 4: HARAPAN BARU DI BALI**

Saat itu, Kyra sudah duduk di kelas 11. Sekolah mengadakan study tour ke Bali, dan suasana perjalanan dipenuhi dengan canda tawa siswa yang antusias.

Kyra mengira perjalanan ini hanya akan menjadi momen menyenangkan biasa, sampai di suatu tempat, di tengah keramaian, matanya menangkap sosok yang sudah lama berusaha ia lupakan.

Varez.

Jantungnya kembali berdebar, kali ini lebih kuat dari sebelumnya.

Ia berpikir bahwa perasaan itu sudah hilang. Tapi melihat Varez lagi, dengan wajah yang masih sama, dengan cara bicara yang masih membuatnya tertarik, ia menyadari satu hal—perasaan itu tidak pernah benar-benar pergi.

Semesta mempertemukan mereka kembali. Tapi untuk apa?

**BAB 5: HARAPAN YANG TERUNGKAP**

Setelah study tour itu, Kyra tidak ingin mengulangi kesalahannya. Ia tidak ingin kehilangan kesempatan lagi. Maka, ia memberanikan diri untuk meminta kontak Varez.

Dan yang mengejutkan, mereka mulai sering berbicara.

Hari-hari berlalu, dan dari percakapan mereka, Kyra akhirnya memberanikan diri untuk bertanya—sesuatu yang sudah lama mengganjal di hatinya.

*"Varez… dulu waktu kita kelas 10, katanya kamu udah punya pacar?"*

Varez mengerutkan dahi. *"Siapa yang bilang gitu?"*

*"Teman-temanku."*

Varez tertawa pelan, lalu menggeleng. *"Aku nggak pernah punya pacar waktu itu."*

Kyra terdiam.

Jadi… selama ini?

Teman-temannya berbohong?

Jika saja ia tahu yang sebenarnya sejak dulu, jika saja ia tidak percaya begitu saja… mungkin segalanya akan berbeda.

*Mungkin mereka sudah dekat sejak kelas 10.*

*Mungkin… mereka bisa memiliki cerita yang berbeda.*

Kyra menatap Varez, masih sulit percaya.

Semesta mempertemukan mereka kembali, tetapi kali ini dengan satu perbedaan besar—tidak ada lagi kesalahpahaman yang menghalangi.

Tapi apakah semuanya akan berjalan sesuai harapan?

Ataukah semesta masih menyimpan plot twist lainnya?

____

BAB 6: ANTARA TAKDIR DAN PILIHAN

Kyra masih terdiam. Semua yang ia yakini selama ini, runtuh begitu saja dalam satu jawaban sederhana dari Varez. Seandainya ia tahu lebih awal, mungkin hatinya tak perlu terjebak dalam kesedihan bertahun-tahun. Tapi apa sekarang segalanya bisa diperbaiki?

Varez menatapnya dengan bingung. "Kyra? Kamu kenapa?"

Kyra menggeleng cepat, mencoba tersenyum. "Enggak, cuma… kaget aja."

Varez tertawa kecil. "Aku juga kaget sih, ternyata kamu pernah percaya aku punya pacar. Pantes aja kita nggak pernah ngobrol waktu kelas 10."

Obrolan itu seharusnya berakhir sebagai candaan, tapi Kyra merasakan sesuatu yang aneh di dadanya. Ada penyesalan, ada harapan, tapi juga ada ketakutan. Karena meskipun sekarang mereka sudah bicara lagi, apakah Varez masih seperti dulu? Apakah perasaannya masih sama?

Malam itu, mereka terus bertukar cerita melalui chat. Tentang masa lalu, tentang hal-hal kecil yang dulu tak pernah mereka bahas. Semakin lama, Kyra menyadari bahwa Varez adalah orang yang jauh lebih menyenangkan daripada yang ia bayangkan dulu.

Hingga akhirnya, sebuah pesan dari Varez membuat jantung Kyra berdegup lebih cepat dari biasanya.

"Kyra, kalau dulu kita nggak salah paham… menurutmu kita bakal jadi apa sekarang?"

Kyra tertegun menatap layar. Pertanyaan itu seakan membawa mereka kembali ke titik awal. Ke hari pertama ia melihat Varez di kelas 10. Ke perasaan yang ia coba pendam selama ini.

Ia ingin menjawab dengan jujur, ingin mengatakan bahwa mungkin mereka sudah bisa lebih dekat. Mungkin mereka bisa lebih dari sekadar teman. Tapi sebelum ia bisa mengetik apa pun, ponselnya kembali bergetar.

Pesan lain masuk dari Varez.

"Tapi, kayaknya sekarang udah terlambat, ya?"

Kyra merasakan sesuatu di hatinya mencelos.

Terlambat?

Jadi… apakah ini hanya percakapan untuk mengenang 'mungkin' yang tidak akan pernah jadi kenyataan? Ataukah ada sesuatu yang disembunyikan Varez darinya?

Semesta sudah mempertemukan mereka kembali. Tapi apakah itu benar-benar sebuah kesempatan kedua—atau hanya pertemuan untuk mengucapkan selamat tinggal dengan cara yang lebih baik?

_____

BAB 7: SEBUAH KENYATAAN YANG TERSEMBUNYI

Kyra menatap layar ponselnya cukup lama. Kata terlambat itu terus terngiang-ngiang di kepalanya. Jemarinya ingin mengetik sesuatu—mungkin sebuah protes, mungkin sekadar pertanyaan, tapi entah kenapa dadanya terasa sesak.

Apa maksud Varez? Apa yang membuat mereka terlambat?

Dengan napas yang sedikit tertahan, Kyra akhirnya membalas.

"Kenapa terlambat?"

Tidak langsung ada balasan. Kyra menunggu beberapa menit, tapi centang biru itu tetap diam. Pikirannya mulai dipenuhi kemungkinan-kemungkinan yang tidak ingin ia bayangkan.

Apakah Varez sudah punya seseorang sekarang? Apakah ada alasan lain yang membuat mereka tidak bisa lagi berjalan ke arah yang sama?

Saat ia mulai merasa putus asa, ponselnya akhirnya bergetar. Balasan dari Varez masuk.

"Karena sekarang aku udah nggak bisa kayak dulu, Ky."

Kyra menggigit bibirnya.

"Maksudnya?"

Lagi-lagi, jeda panjang sebelum balasan datang. Kali ini, lebih lama dari sebelumnya. Dan ketika akhirnya Varez mengetik sesuatu, hanya ada satu kalimat yang cukup untuk membuat dunia Kyra kembali runtuh.

"Aku udah ada seseorang sekarang."

Jantung Kyra serasa berhenti berdetak sejenak.

Jadi, benar. Semesta memang mempertemukan mereka kembali. Tapi bukan untuk memperbaiki kisah yang dulu sempat terputus.

Melainkan untuk menunjukkan bahwa semuanya sudah berubah.

Kyra menatap layar ponselnya kosong. Ada ribuan kata yang ingin ia katakan, tapi tidak ada satu pun yang terasa cukup tepat.

Karena kali ini, perasaannya benar-benar tidak bisa diubah lagi.

____