Chapter 47

"Kwon Chae-woo! Aku tidak butuh suami yang bahkan tidak mau mendengarkanku!"

Sementara Lee-yeon menepuk dadanya sendiri karena frustrasi, pria itu justru semakin mendekat ke arah datangnya hewan liar itu. Begitu ia masuk ke dalam jangkauan pandangan babi hutan tersebut, binatang itu menggeram lebih buas lagi dan langsung menyerangnya.

Tak bisa berbuat apa-apa selain menjadi saksi dari bencana yang terjadi di depan matanya, Lee-yeon menutup mulutnya rapat-rapat dengan kedua tangan.

Tepat ketika taring babi hutan itu nyaris mengenai wajah Kwon Chae-woo, pria itu dengan cepat membalikkan kapak yang dipegangnya. Kapak itu menusuk babi hutan dan darah muncrat dari leher hewan itu.

Meskipun lukanya mematikan, babi hutan itu hanya berhenti sejenak lalu mulai menyeruduk Kwon Chae-woo lagi.

Ia terdorong, terus terdorong, hingga ke pohon tempat Lee-yeon memanjat tadi.

'Kau tidak boleh mati!' Lee-yeon menggenggam ponselnya dengan tangan yang gemetar. Untuk pertama kalinya, ia benar-benar berharap pria itu selamat.

Namun, Kwon Chae-woo jelas tidak menganggap ini sebagai situasi berbahaya. Justru sebaliknya, ia malah… tersenyum.

Dengan kelincahan yang bisa disamakan dengan pemburu profesional, ia menancapkan kapak itu di antara bekas kapak yang sebelumnya telah ia buat. Babi hutan itu, yang tidak sempat mengerem lajunya, tak bisa menghindar dari ujung tajam kapak yang menembus tubuhnya.

Kueehhhhh—

Suara lolongan menyakitkan itu membuat burung-burung pegunungan beterbangan.

Sambil berpegangan pada pohon yang bergetar, Lee-yeon tak melepaskan pandangannya dari pria itu.

Yang membuatnya merinding adalah kenyataan bahwa Kwon Chae-woo tersenyum seolah-olah ia sedang memainkan sebuah permainan yang menyenangkan. Saat itu juga, ia mulai mengayunkan kapak yang digenggamnya erat.

Srak. Srak.

Darah muncrat setiap kali kapak itu diayunkan. Ketika ia mencengkeram taring babi yang mencuat dan merobek arteri karotis di dalamnya, tubuhnya berlumuran darah dari kepala hingga kaki. Pria itu tampak seperti dilukis dengan warna merah cerah. Cairan merah itu merembes di antara giginya.

"Ih…!"

Pria itu tampak seperti dilumuri cat merah. Cairan merah itu mengalir dari sela-sela giginya. Setelah mengeluarkan suara yang mengerikan, babi hutan itu terhuyung-huyung seperti kehabisan tenaga.

"Kau boleh turun sekarang, Lee-yeon."

Mulutnya kering dan jantungnya berdegup kencang. Entah mengapa, ia merasa sebaiknya tidak turun. Rasanya seperti ia menjadi tokoh dalam manga—seorang kakak perempuan yang lolos dari harimau berkat seorang pria yang selalu memaksanya memilih antara "Jangan mati" dan "Jangan membunuh."

"Apa kau mau aku naik ke atas?"

"Tidak!" jawabnya tegas.

"Kakiku, kakiku gemetar. Aku akan istirahat sebentar, setelah itu aku turun. Kwon Chae-woo, kau juga… tenang dulu…."

"Kau pikir aku sedang terangsang?"

Saat ia melirik ke bawah, Kwon Chae-woo tidak terlihat berbeda dari biasanya, kecuali dadanya yang sedikit naik turun karena bernafas.

Justru sebaliknya, dia tenang—setenang kabut pagi.

"Oh, jadi kau melihatku terangsang sambil berlumuran darah, ya?" Nada bicaranya jelas mengarah ke hal yang berbeda.

Sambil memutar bahunya seperti orang yang akan pemanasan, ia melanjutkan,

"Kalau memang itu yang kau inginkan, bilang saja. Kau ingin melihat penisku yang sedang terangsang?"

"Apa-apaan sih―, tidak mau!"

"Aku kan sudah bilang, aku bisa melakukan apa saja yang kau inginkan."

"Aku bukan orang mesum!" Lee-yeon menegaskan dengan suara keras. Namun, kata-kata dokter dengan wajah seriusnya kembali terngiang di benaknya.

'Kelainan perilaku, agresivitas, hiperseksualitas.' Tiga kata itu benar-benar menggambarkan kondisi Kwon Chae-woo saat ini.

Begitu menyadari bahwa Lee-yeon menahan napas, pria itu mengusap darah di wajahnya dengan punggung tangan lalu bertanya,

"Kau takut?"

"Aku lebih takut melihat wajahmu sekarang."

Mendengar itu, pria itu tertawa terbahak.

"Jangan tertawa sambil membawa kapak!"

Siapa pun yang melihat mereka pasti akan mengira pria itu pembunuh yang sedang menunggu mangsanya di bawah pohon. Lee-yeon memeluk batang pohon lebih erat. Ia merasa sangat ingin menghapus momen saat ia sempat merasa ragu terhadap diagnosis sang dokter.

'Aku harus lebih waras mulai sekarang supaya bisa jadi pembohong yang lebih baik.'

Tepat saat itu, Lee-yeon mendengar Kwon Chae-woo, dengan tubuh sedikit membungkuk, mengerang kesakitan.

"Kwon Chae-woo, kau tidak apa-apa?"

Ia menyembulkan wajahnya dari balik dedaunan. Karena pria itu terlihat sangat baik-baik saja, Lee-yeon sempat lupa kalau dia baru saja bertarung dengan seekor babi hutan besar.

"Sakit sekali, ya?"

Melihat pria itu tak bergerak, Lee-yeon merasa ada yang tidak beres. Saat ia hendak berpindah dahan untuk mendekat ke Kwon Chae-woo, kapak itu jatuh ke tanah.

"Seperti katamu, aku udah

meletakkan kapaknya." Ia meluruskan punggungnya dan melambai.

"Sekarang giliranmu untuk turun."