ADA DAN TIADA 3: THE LOST PAST
Bandung, 19 Mei 1978
Baik, mari kita lanjutkan!
---
ADA DAN TIADA 3: THE LOST PAST
Sarah menatap foto tua yang ada di tangannya. Warna sepiaknya memudar, tetapi gambar bangunan itu jelas: rumah rusun tempat dia dan anak-anaknya nyaris kehilangan nyawa. Di bawah foto itu, tertulis dengan tinta hitam yang mulai luntur:
7 Februari 1927
Jantung Sarah berdegup kencang. Ada sesuatu yang aneh tentang foto ini. Rumah rusun itu tampak lebih baru, lebih kokoh, namun ada sesuatu yang membuatnya bergidik—jendela-jendela yang gelap, seolah menyimpan rahasia yang enggan terungkap.
Ustadz Rahman, yang duduk di seberangnya, menghela napas panjang. "Itulah malam di mana semuanya dimulai, Sarah."
Sarah menelan ludah. "Maksud Ustadz?"
Ustadz Rahman mengusap janggutnya sebelum berbicara. "Dulu, sebelum rumah rusun itu dibangun, ada pembantaian besar di sana. Tiga puluh empat orang dibunuh… mayat mereka disusun di setiap kamar. Setelah itu, untuk menutupi kejadian tersebut, dibangunlah rumah rusun."
Darah Sarah seakan membeku. "Tiga puluh empat…"
Dara.
Tiga puluh empat pocong yang berdiri di belakangnya malam itu.
Ustadz Rahman melanjutkan, "Tak ada yang tahu siapa dalang pembunuhan itu. Tapi sejak saat itu, tempat itu tak pernah benar-benar tenang. Entah kenapa, setiap penghuni yang tinggal di sana… selalu mengalami sesuatu yang aneh."
Sarah menggenggam foto itu lebih erat. Sekarang semuanya mulai masuk akal. Kejadian di rusun, kemunculan Dara, tiga puluh empat arwah yang terikat di sana… semua itu berakar dari peristiwa di masa lalu.
Tiba-tiba, terdengar suara lirih dari luar kamar. Seperti bisikan…
Sarah menoleh.
Di sudut kamar, bayangan seseorang berdiri.
Seseorang dengan gaun putih.
---BERSAMBUNG---