Ada Dan Tiada 3: EPS 6 END

ADA DAN TIADA 3: THE LOST PAST – TAMAT

Rusun tua itu mulai bergetar.

Retakan-retakan muncul di dinding, debu dan puing beterbangan di udara. Dari celah lantai yang menghitam, sosok-sosok mengerikan mulai merangkak keluar.

Pocong.

Mereka muncul satu per satu, memenuhi ruangan dengan gerakan kaku dan suara kain kafan yang bergesekan.

Sarah mundur dengan napas memburu, tetapi Tari berteriak kepadanya.

"Pergi, Sarah! Sekarang!"

Sarah ragu. Dia ingin menolong Tari, ingin menyelamatkannya dari ikatan mengerikan itu. Namun, tubuhnya terasa semakin berat. Udara di sekelilingnya semakin menekan, seolah ada kekuatan yang mencoba menyeretnya ke dalam kegelapan.

Lalu—

CRAACK!

Sebuah kayu besar jatuh dari langit-langit yang retak, tepat ke arah Sarah.

Sarah menjerit.

Sakit.

Sesak.

Pandangan matanya berputar, dan dunianya mulai memudar ke dalam kegelapan.

Lalu…

Hening.

Sarah tersentak bangun.

Matanya membelalak, tubuhnya terasa panas dan berkeringat. Nafasnya tersengal, seolah baru saja keluar dari mimpi buruk yang nyaris membunuhnya.

Dia berada di sebuah ruangan.

Bukan rusun.

Melainkan rumah.

Di sampingnya, suara isakan kecil terdengar.

Sarah menoleh.

Sita dan Putra.

Mereka duduk di tepi tempat tidur, wajah mereka penuh air mata. Begitu melihat Sarah sadar, mereka langsung memeluknya erat.

"Ibu!" tangis Sita. "Ibu akhirnya sadar!"

Putra ikut terisak, menggenggam tangan ibunya dengan erat.

Sarah masih bingung. Apa yang terjadi? Bagaimana dia bisa ada di sini?

Di ujung ruangan, Pak ustadz duduk dengan wajah khawatir, tangannya masih memegang kitab suci. Dia baru saja menyelesaikan pembacaan Surah Yasin.

"Alhamdulillah, kau sadar, Sarah," ujar Pak ustadz dengan suara lega.

Sarah menatap mereka semua, tubuhnya masih gemetar. Mimpi tadi… atau apa pun itu… terasa begitu nyata.

Air matanya mengalir deras.

Dengan suara lirih dan penuh kepedihan, dia berbisik:

"Kenapa ini harus terjadi padaku…?"

Dia terisak, menutup wajahnya dengan kedua tangan, menangis tersedu-sedu.

Ketakutan. Keputusasaan. Kesedihan.

Semua bercampur menjadi satu.

Tapi sebelum siapa pun bisa menenangkannya…

Tok. Tok. Tok.

Ketukan pintu.

Semua orang menoleh.

Pintu itu perlahan terbuka.

Dan di sana—

Ali berdiri.

Mata Sarah membelalak.

Pak Ustadz dan anak-anak terdiam.

Ali menatap Sarah. Wajahnya terlihat lelah. Penuh penyesalan.

Dia melangkah masuk, suara kakinya menggema dalam keheningan ruangan.

Lalu, dengan suara bergetar, dia berbisik:

"Sarah… maafkan aku."

TAMAT.