Penyembah Iblis
Bab 1: Godaan dari Kegelapan
April 1980, Desa Sukamukti, Bandung, Jawa Barat
Di sebuah desa terpencil, berdiri sebuah rumah reyot di tepi hutan yang lebat. Rumah itu milik keluarga kecil: Bapak, Rini, dan anak mereka yang masih kecil, Rahayu. Hidup mereka penuh kesulitan. Bapak bekerja serabutan, kadang menjadi buruh tani, kadang mencari kayu bakar di hutan. Rini, istrinya, sering sakit-sakitan, tubuhnya semakin kurus seiring waktu.
Suatu malam, saat hujan turun deras, Bapak duduk di beranda, merokok sambil menatap pekarangan yang tergenang air. Pikirannya dipenuhi kekhawatiran. Tidak ada uang, beras hampir habis, dan Rini butuh obat. Ia merasa gagal sebagai kepala keluarga.
Saat itu, dari dalam hutan terdengar suara-suara aneh. Seperti bisikan, seperti seseorang memanggil namanya. "Ramdan..."
Bapak menoleh ke arah hutan. Matanya menyipit, mencoba menembus kegelapan. Di antara pepohonan, samar-samar terlihat sosok berjubah hitam berdiri. Wajahnya tidak terlihat jelas, tapi ada sesuatu yang menakutkan dari kehadirannya.
"Bapak, masuk... dingin," suara lemah Rini terdengar dari dalam rumah.
Bapak masih terdiam, seperti terhipnotis. Sosok itu mengangkat tangannya, seolah mengundangnya untuk mendekat. Bapak berdiri tanpa sadar, melangkah pelan ke arah hutan.
Ketika ia sudah cukup dekat, suara berat keluar dari sosok berjubah itu.
"Jika kau ingin keluar dari kemiskinan... ada cara lain."
Bapak merinding. Ia ingin lari, tapi kakinya seakan terpaku di tanah.
"Apa yang harus aku lakukan?" tanyanya dengan suara bergetar.
Sosok itu tidak langsung menjawab. Ia mengulurkan tangan, di dalamnya ada kantong kain hitam. "Ambil ini. Bawalah ke rumah. Taburkan di setiap sudut... dan kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan."
Bapak ragu, tapi pikirannya dipenuhi bayangan hidup lebih baik. Rumah yang layak, makanan yang cukup, dan Rini yang sehat. Dengan tangan gemetar, ia mengambil kantong itu.
Tiba-tiba, angin kencang berhembus. Sosok berjubah itu lenyap dalam sekejap, seakan hanya bayangan malam.
Bapak menelan ludah. Ia menggenggam kantong hitam itu erat, sebelum berbalik menuju rumah.
Tanpa ia sadari, dari kegelapan hutan, sepasang mata merah mengawasinya dengan penuh kegembiraan.