Flashback kemarin...
Cokelat dan hitam. Kami saling berpandangan dalam dan mulai mendekatkan diri. Sialan sekali, mataku ini begitu terfokus pada seksinya bibir Jake.
"Putri..."
Bibir kami hampir bersentuhan saat Jake lirih mengucapkan namaku. Sedikit lagi dan...
Cklek! Brak!
"Jake, Dokter Kim sudah ada di sini dan... hei, apa yang kalian lakukan?"
Itu suara Han Sora!
Putri dan Jake sontak saling menjauh begitu suara tinggi Han Sora menyapa masuk ke dalam indera pendengaran mereka.
"Heii... apa aku mengganggu sesuatu yang, em, privasi di sini?" Han Sora berkata dengan raut wajah jahil.
Jake yang melihatnya langsung menunjukkan pandangan beringas.
"Ya, kau sangat menggang—"
"Err... nggak apa-apa kok, Pak Han. Umm, aku... aku tadi, err... itu habis melap—iya itu! Melap keringat bos karena habis latihan."
Jelas saja Putri memotong kalimat Jake karena sangat malu jika salah satu orang kepercayaan bosnya ini tahu apa yang akan mereka lakukan tadi.
Selesai mengatakan hal itu, Putri langsung membuang wajah memerahnya ke samping. Han Sora hanya tersenyum penuh arti dan menatap Jake.
"Ayo temui Dokter Kim, Jake. Dia sudah menunggu di ruangan lainnya." ajak Han Sora. Mau tak mau, Jake pun menuruti.
Jake mendesah pelan, merasa kesal karena momen tadi terputus begitu saja. Ia menatap Putri yang sedang sibuk membereskan berbagai peralatan miliknya.
"Putri, tetap tunggu di sini. Aku nggak akan lama."
Putri hanya mengangguk pada ucapan Jake, meski sebenarnya setelah selesai membereskan semuanya, dia ingin langsung pulang.
Skip beberapa saat kemudian!
Jake POV
"Apa kau yakin dengan Putri? Kalau kau hanya sekadar penasaran padanya, kusarankan untuk menjauhi dia, Jake."
Han Sora yang berjalan di sebelahku ini sangat cerewet sekali.
"Aku sudah bilang, Han, tidak ada apa-apa di antara aku dan Putri. Kami memang cukup akrab dan..."
"Kau nyaris menciumnya tadi, Jake! Sekarang kutanya, apa yang kau rasakan jika berdekatan dengan Putri, huh?"
Aku menoleh, menatap Han dengan mengernyitkan dahi.
"Aku merasa jantungku berdetak terlalu keras dan..."
"Dan?" potong Han Sora, penasaran.
Aku lebih memilih menggantungkan kalimatku dan hanya terdiam sepanjang perjalanan menuju ruang latihan.
Cklek...
"Kutekankan sekali lagi, Jake. Ingat, jika perasaanmu hanya sesaat, tolong jauhi Putri! Kau tidak lupa, bukan, apa yang terjadi pada Clara, huh? Dia menaruh harapan besar padamu, tahu!"
Peringatan Han membuatku menghela napas keras. Jujur saja, aku memang tidak memiliki perasaan apa pun pada Clara karena aku hanya menganggapnya teman. Tidak lebih!
"Aku lebih tahu diriku sendiri, Han..." ujarku perlahan dan menutup pintu.
Blam!
Aku masuk ke dalam dan mencari sosok Putri. Kuharap ia tidak pulang duluan seperti pesanku tadi.
"Putri? Kau di mana?"
Suaraku perlahan mengecil saat melihat dirinya yang terlelap nyaman di sebuah sofa dekat jendela. Aku lantas berjalan ke sana dan berjongkok tepat di hadapannya.
"Kamu kecapean, kah? Harusnya bilang supaya aku nggak terlalu nyita waktu istirahatmu."
Aku menyelipkan helaian rambut panjang Putri dan mengelus pipinya yang mulus.
"Manis sekali..."
Nghh... hoam... zz...
Aku sedikit tersentak saat Putri terbangun.
"Huh? Bos? Kau sejak kapan balik? Ah, maaf, aku malah ketiduran, hehee."
Lesung pipi itu selalu muncul saat dia tersenyum.
Deg... deg... deg...
Jantungku rasanya mau meledak! Ya Tuhan, apa ini sungguh cinta?
"Jake?! Hei, kenapa?"
Aku sibuk melamun sambil merasakan degupan jantungku yang semakin menggila.
Tiba-tiba wajah Putri makin mendekat, dan tanpa sadar aku malah mencicipi bibir ranumnya.
"Aku sepertinya mencintaimu..."
Jake POV END
Mata Putri membulat, terkejut. Tak percaya dengan apa yang barusan dikatakan oleh Jake.
"Err... jangan bercanda, Jake. Ini... uhh, nggak lucu, tahu, hahaha..."
Putri berkata demikian untuk menghilangkan rasa canggung. Jujur saja, hatinya sendiri mulai berdebar keras dan dia khawatir Jake akan mengetahuinya.
"Umm, sudah selesai kan kerjaanku hari ini? Err... aku boleh pulang sekarang?" tanya Putri sambil berusaha bangkit dari sofa.
Grep!
Jake menahan lengan Putri dan membawa jemarinya untuk meraba tepat di dada sebelah kiri Jake yang berdetak keras.
"Kau merasakannya juga, bukan? Jujur padaku, Putri! Apa ini yang terjadi padamu juga?"
Wajah Putri tiba-tiba memerah merasakan debaran jantung Jake yang sangat kuat—seirama dengan miliknya sendiri.
"Tapi, Jake, aku..."
Saat Putri menatap mata cokelat Jake, dia langsung terdiam dan terpaku oleh pandangan intens yang Jake berikan.
"Ya, aku tahu perasaan kita sama. Aku senang akan fakta itu. Jadi jangan mengelak dan terimalah..."
Cup!
Seperti dejavu, kedua belah bibir mereka saling bertemu dan mengecap manisnya cinta yang mulai bersemi di hati masing-masing.
Ciuman yang dilatari terbenamnya matahari sebagai penutup senja di langit kota Manhattan.
●●●●●
Jakarta, 20.45 WIB
"Pah, hasilnya hari ini banyak sekali, ya. Sampai ludes, loh, semua tadi. Alhamdulillah."
Arisa bersama Damian baru saja menghitung hasil dagangan mereka hari ini. Ya, mereka berdua memang membuka usaha kuliner—berjualan bakso dan mi ayam.
"Iya, mah. Coba saja kalau Putri di sini ya? Hehe. Itu anak pasti sibuk megang mangkok melulu. Nggak bisa diem soalnya, makanan kesukaan dia nih."
Baik Damian maupun Arisa terkekeh kala mengingat sang anak sulung yang jauh di sana. Mereka memulai usaha ini pun atas saran sang anak dan bantuan modal dari Putri.
"Sayang, nih. Uangnya sebagian kita tabung buat pengobatanmu, ya? Sisanya bisa kita pakai sehari-hari."
Arisa merasa sangat bersyukur memiliki Damian yang tulus mendampinginya, meski dokter telah memvonis dirinya setengah lumpuh.
"Makasih, Pah..."
Damian tersenyum dan merangkul erat sang istri. Kemesraan mereka tiba-tiba terusik oleh ketukan pintu yang cukup keras.
TOK! TOK! TOK!
Mereka saling berpandangan bingung. Tak lama, terdengar suara Aisyah dari luar rumah.
"Mama? Papa? Bukain pintunya, ini Aisyah!"
"Sayang, aku bukain pintu dulu, ya? Kamu tunggu di sini." Arisa mengangguk, sedikit heran mendapati Aisyah datang malam-malam begini.
Apa ada masalah dengan Alex, hm?
Cklek...
Pintu terbuka, dan Aisyah langsung memeluk sang ayah erat-erat. Damian sedikit bingung mendapati anak keduanya ini tiba-tiba memeluknya sambil terisak pelan.
"Aku boleh nginap di sini, Pah? Hikss..."
Damian hanya mengangguk sambil mengelus pundak sang anak, lalu membawanya masuk ke dalam rumah.
-----
"Apa mereka sudah bertemu?"
"Sudah, Tuan dan Miss Putri juga bekerja pada Tuan Jake sebagai asistennya."
Seseorang yang dipanggil "Tuan" itu hanya tersenyum kecil. Harapannya tercapai—bahkan melebihi ekspektasinya.
"Bagus. Sekarang waktunya Clara dan Leo juga berada di sana. Aku penasaran, kisah cinta mana yang akan terjadi di antara mereka..."
Sang asisten hanya mengangguk mendengar ucapan atasannya. Dia hanya menjalankan perintah sesuai instruksi sang bos besar.