...
Snow: "Manusia?"
Valentine: "Ya, benar... beberapa dari monster itu memimiliki postur, kerangka, dan juga organ-organ yang ada pada tubuh manusia yang telah mengalami deformasi dan berubah bentuk menjadi makhluk yang begitu mengerikan."
Snow: "Bagaimana bisa mereka bermutasi begitu?"
Valentine: "seperti yang kubilang tadi... terdapat beberapa kristal kegelapan di dalam tubuh mereka. Kemungkinan sengaja ditanamkan dengan paksa oleh seseorang."
Snow: "Sungguh keji sekali... Tapi aku tidak tahu kristal kegelapan bisa membuat hewan ataupun seseorang bisa bermutasi? bahkan tubuh mereka seakan tergabung atau digabung menjadi satu... Kukira setahuku kristal itu hanya bisa membuat seseorang menjadi gila setelah terpancar radiasinya dalam waktu lama."
Valentine menyerahkan sebuah kaset bertempelkan kertas kepada Snow. Pada kertas itu tampak sebuah lambang berbentuk lingkaran dengan 2 garis silang memotong bagian tengahnya.
Valentine: "Kami menemukan kaset ini di dalam salah satu laci truk itu…"
Snow: "Apa isinya?"
Valentine: "kau mungkin mau melihatnya sendiri."
Snow: "ada lagi?"
Valentine: "itu saja informasi yang bisa kami dapatkan."
Snow: "Baiklah kalau begitu, Kami ambil alih dari sini… akan kuhubungi komandan Hanz untuk memulai operasi. Oh ya! bisakah kau mencarikanku beberapa referensi buku atau berkas yang berkaitan dengan sihir gelap?"
Valentine : "Tentu, akan aku kirimkan pos ke markas 66th ."
Snow: "Terima kasih atas bantuannya, Val… aku pamit dulu." [ia beranjak dari tempat duduknya menuju pintu keluar]
Valentine: "Jika kau berjumpa dengan Prime, jangan lupa aku titip salam ya~"
Snow: "Cih..."
Snow memakai kembali jaketnya kemudian pergi meninggalkan restoran itu untuk melapor ke markasnya.
Saat Snow keluar dari restoran itu, di seberang jalan ia melihat seorang laki-laki dengan perawakan dan wajah tak asing baginya.
Rambut berwarna coklat agak berantakan dengan postur agak tinggi itu… ia merasa seperti pernah bertemu orang itu sebelumnya.
Snow: "itu kan..."
Snow mencoba mengingat orang itu kembali dengan menatap orang itu secara seksama… teringat kembali di benaknya dan ia pun sangat yakin bahwa laki-laki itu benar-benar dia… seseorang yang ia selamatkan pada malam itu. Snow kemudian cepat-cepat menyebrangi jalan dan membuntuti Roy dari belakang.
Ia terus mengikutinya sampai ke alun-alun. Di depan tempat yang masih berantakan itu terdapat garis pembatas polisi, di sana telah dibuat sebuah memorial yang banyak dikerumuni oleh orang-orang sedang berbelasungkawa kepada korban-korban tragedi malam suci itu.
Keluarga dan kerabat tertinggal masing-masing membawa foto dari para korban, dan rangkaian-rangkaian bunga diletakkan di sekeliling foto-foto itu.
sebagian besar orang disana tampak sedang histeris, menangisi kepergian orang terdekat mereka. Yang dirinya bisa dengar disana hanyalah jerit tangisan dari orang-orang itu.
Roy juga terlihat mengeluarkan foto temanya Lynda, ikut serta dalam mengenang seseorang yang hilang dari hidup mereka. Ia mengangkat dan mengepalkan tangannya seraya berdoa kepada sang teman, berharap dirinya tenang di alam sana.
Setelah usai berdoa ia berbalik badan meninggalkan tempat itu. seketika dirinya terdiam saat berhadapan dengan Snow yang hadir di depan dirinya.
Roy: [Terkejut] "Kau…"
Snow berjalan melewati Roy ke tempat orang-orang yang sedang berdoa. kemudian ia sampai di depan memorial itu, mengepalkan tangannya tinggi, dan berdoa dengan sepenuh hati.
Selepas berdoa ia berbalik kepada Roy. Pada wajah yang putih agak pucat itu Roy melihat setetes air mata mengalir ke pipi si gadis itu.
Snow: "bisa kita bicara sebentar?"
Kemudian mereka pergi dari sana, dan duduk berdampingan di kursi taman dekat alun-alun. Snow membelikan Roy secangkir kap kopi hangat dari kedai terdekat untuk dinikmati sambil berbincang.
Snow: "ini, kubelikan kopi untukmu. sepertinya kita belum berkenalan dengan benar sejak malam itu… boleh tau siapa namamu?"
Roy: "Roy Schofield. Senang bertemu denganmu lagi. Aku mendengar namamu di radio… Snow Scarlett, bukan?"
Snow: "Betul! Senang bertemu denganmu juga~ syukurlah kau bisa keluar dari sana dengan selamat!"
Roy: "Terima kasih telah menyelamatkanku malam itu. Aku tak menyangka gadis sekecil dirimu sudah mencapai gelar Kapten…"
Snow: "Kau kira umurku berapa? Aku sudah hampir menginjak 22 tahun tau!"
Roy: "Yang benar saja!? Hanya setahun lebih muda dariku? Kukira umurmu 17 tahun… lagian badanmu terlihat seperti seorang remaja yang baru saja pendewasaan... kau pasti orang yang benar-benar hebat ya?"
Snow: "Ya… aku sering mendengar pendapat itu… saat itu aku melihatmu mengenakan seragam polisi Lyonia, apa kau berjaga pada malam itu?"
Roy: "Benar. Aku diutus sebagai kepala keamanan pada pos 3. Akulah bertanggungjawab atas masuknya serangan ke dalam alun-alun…" [wajahnya murung dan ia menundukkan kepalanya]
Snow: "Hush! Jika ada yang harus disalahkan yaitu adalah orang-orang yang terlibat dalam penyerangan kemarin. Jadi jangan salahkan keterbatasan dirimu sendiri!"
Roy: "Kau benar…"
Snow: "Dari kejauhan saat sebelum aku menolongmu, aku melihat dirimu bertarung cukup baik melawan monster itu... Dari gaya bertarungmu, sepertinya kau bukan berasal dari kota ini?"
Roy: "Aku berasal dari Timur, tepatnya di pedalaman Gynesa. Para lelaki disana dilatih seni berpedang Gynesa saat masih usia muda."
Snow: "Begitu ya… kenapa jauh-jauh kemari?"
Roy: "Aku merasa bosan tinggal di pedalaman. Akhirnya aku memutuskan untuk menempuh karir di kota yang besar. Tak kusangka aku bisa diterima masuk ke kepolisian. Huh... Sepertinya sudah tiga tahun lebih aku tidak pulang..."
Snow: "pasti kau merindukan rumah… Omong-omong apa yang kau lakukan di tempat tadi? Bukan bermaksud tidak sopan, kau juga tidak perlu menjawab pertanyaanku… tapi kau terlihat seperti mendoakan seseorang di sana."
Roy: "Iya… dia temanku Lynda. Dia tewas di hadapanku pada malam itu… aku bahkan belum mengucapkan sampai jumpa kepadanya saat kami berpisah…"
Snow: "Maafkan aku… aku... turut berduka cita atas kehilanganmu… jika saja aku datang lebih awal, mungkin temanmu masih bisa diselamatkan…"
Roy: "itu bukan salahmu! Seperti katamu tadi… Jika ada yang harus disalahkan yaitu para bajingan yang terlibat dalam penyerangan itu."
Mereka berdua saling terdiam untuk beberapa saat, merasa canggung satu sama lain… Snow membuka kembali pembicaraan mereka, menarik perhatian Roy dengan informasi yang ia dapatkan dari Valentine.
Snow: "kau tau... Aku punya satu kabar baik. Kita mendapatkan beberapa petunjuk untuk menemukan dalang dari penyerangan malam itu…"
Roy: "Benarkah? Baguslah kalau begitu… Petunjuk seperti apa?"
Snow: "Tak bisa kuberi tahu secara detail. Tapi akan kupastikan kematian temanmu itu dapat terbalaskan. Kecuali…"
Roy: "Kecuali?"
Snow kemudian berdiri beranjak dari tempat duduknya, menunjukkan ekspresi wajahnya yang terlihat sedikit bersemangat.
Snow: "Baiklah! Sudah kuputuskan! kutemui lagi kau nanti di markasku besok ya!"
Snow memberikan Roy secarik kertas bertuliskan alamat markas divisi 66 yang terletak di seberang kota Lyonia.
Roy: "Divisi 66? Jadi kau—"
Snow: "untuk sekarang aku harus segera pergi mengecek beberapa berkas dan menghubungi komandan ku… Setelah itu, mungkin saja kau akan mendapatkan kesempatan."
Roy: "Kesempatan? Kesempatan untuk apa?"
Snow: "Pembalasan."