Malam semakin larut, udara dingin menggigit kulit mereka saat akhirnya mereka sampai di kaki gunung. Suasana hening, hanya suara mesin motor yang bergemuruh di antara mereka. Tidak ada yang berbicara, semua masih diliputi ketakutan setelah kejadian mengerikan di atas sana.
Natan menyalakan motornya, Lina segera naik di belakangnya. Rara dan Nana berbagi motor, sementara Sela mengendarai motornya sendiri.
"Jangan berhenti sebelum kita benar-benar sampai," ucap Natan tegas.
Tanpa ragu, mereka memacu motor mereka, melaju di jalan yang sunyi. Pohon-pohon tinggi di kanan dan kiri jalan menciptakan bayangan menyeramkan di bawah sinar bulan. Lina memeluk pinggang Natan erat-erat, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih berpacu.
Namun, di tengah perjalanan, mereka mendekati sebuah tikungan yang dikenal sebagai lokasi kecelakaan beberapa waktu lalu.
Ketika mereka melintasinya, sesuatu membuat mereka melambat.
Di tepi jalan, bangkai sebuah mobil hitam masih ada di sana.
Mobil itu hancur total, kapnya ringsek, kaca-kacanya pecah berserakan di tanah. Lebih mengerikan lagi, dua jasad masih terjebak di dalamnya.
Salah satunya adalah mayat seorang laki-laki, tubuhnya terhimpit di kursi pengemudi. Wajahnya hancur, tangannya menggantung tak bernyawa.
Di sampingnya, seorang perempuan—Karin—tergeletak dengan posisi yang tak wajar, kepalanya bersandar di dashboard, matanya kosong menatap ke langit-langit mobil.
Jantung Lina berdegup kencang.
Sela menutup mulutnya, menahan rasa mual. "Ini… masih di sini?"
"Seharusnya kecelakaan ini sudah dievakuasi," gumam Rara dengan suara gemetar.
Namun, ada sesuatu yang lebih mengejutkan.
Jejak kaki.
Jejak kaki yang berceceran di tanah, berwarna merah, bercampur dengan debu.
Dan yang paling mengerikan…
Jejak itu mengarah lurus ke satu tempat.
Rumah Natalia.
Lina menelan ludah, tubuhnya membeku di tempat.
Natalia.
Dia masih di sini.
Dan dia sedang menunggu mereka.
To Be Continue...