Lorong menuju ruang eksperimen masih sunyi seperti sebelumnya, tetapi ada sesuatu yang berbeda kali ini. Udara terasa lebih berat, seolah ada sesuatu yang mengawasi Kazuki dari kegelapan.
Ia melangkah masuk, dan di hadapannya berdiri cermin besar yang pernah ia lihat sebelumnya.
Cermin itu berdiri tegak di tengah ruangan, setinggi hampir dua meter, dengan bingkai logam yang sudah berkarat. Permukaannya terlihat jernih, tetapi saat Kazuki mendekat, ada sesuatu yang aneh—bayangannya tidak langsung mengikuti gerakannya.
Ia berhenti sejenak, mencoba mengatur napasnya.
"Ini hanya refleksi biasa… bukan?"
Namun, ketika ia mengulurkan tangan untuk menyentuh permukaan kaca…
Pantulannya tidak melakukan hal yang sama.
Kazuki membeku.
Di dalam cermin, pantulannya berdiri diam, menatapnya dengan ekspresi yang tidak biasa. Bukan sekadar refleksi dirinya, tetapi sesuatu yang lain.
Kemudian, pantulan itu tersenyum.
---
Kazuki ingin mundur, tetapi tubuhnya terasa kaku. Tatapan pantulannya tidak lepas darinya, dan dalam sekejap, cermin itu berubah.
Ruangan dalam refleksi itu bukan lagi ruang eksperimen yang ia kenal. Di dalamnya, Kazuki melihat sesuatu yang tidak seharusnya ada.
Aoi.
Ia berdiri di sana, mengenakan sweater putih favoritnya, rambutnya tergerai seperti biasa. Matanya yang jernih menatap langsung ke arah Kazuki.
Kazuki merasakan dadanya menegang.
"Ini tidak mungkin… Aoi sudah tidak ada."
Namun, sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, pantulan dirinya berbicara.
> "Jika kau ingin kembali, kau harus membayar harga."
Suara itu dalam, nyaris bergema di kepalanya.
Kazuki mengerjapkan mata, memastikan ia tidak berhalusinasi. Tetapi pantulan itu tetap tersenyum tipis, ekspresinya tidak sepenuhnya milik dirinya sendiri.
Kazuki mengepalkan tangannya.
"Kembali…? Kembali ke mana?"
Sebelum ia bisa mengucapkan sepatah kata pun, pantulannya mengangkat tangan, menunjuk ke permukaan kaca. Saat itu juga, sesuatu yang tidak seharusnya ada muncul di sana.
Jejak tangan.
Di sisi dalam cermin.
Bukan miliknya.
Kazuki mundur selangkah, tetapi pantulannya justru tetap di tempat. Jejak tangan itu semakin jelas, seolah seseorang sedang berusaha keluar.
---
Kazuki menoleh, mencari sesuatu yang bisa membantunya memahami situasi ini.
Di sudut ruangan, ada sebuah kotak logam kecil yang tampaknya sudah lama terabaikan. Tangannya bergetar saat ia membuka tutupnya.
Di dalamnya, ada potongan kalung perak kedua.
Ia mengangkatnya perlahan, memperhatikan detailnya. Bentuknya mirip dengan kalung milik Aoi—tetapi ada sesuatu yang salah. Ukiran di permukaannya tampak tidak lengkap, seperti sesuatu yang telah dihapus dengan sengaja.
Di bagian dalam kotak, ada secarik kertas tua dengan tulisan tangan yang samar:
> "Jangan dengarkan suara di balik kaca."
Kazuki merasakan hawa dingin menjalar di tengkuknya.
---
Saat ia kembali menatap cermin, pantulan dirinya sudah tidak ada.
Sebagai gantinya, Kazuki melihat sesosok lain.
Bukan dirinya. Bukan Aoi.
Seseorang… atau sesuatu… berdiri di sisi lain kaca, mengenakan jubah hitam dengan wajah yang tidak sepenuhnya terlihat.
Sosok itu memiringkan kepalanya, lalu berbicara dengan suara yang nyaris berbisik:
> "Kau sudah terlalu jauh, Kazuki. Tapi pintu masih bisa dibuka."
Kazuki menahan napas.
Pintu?
Apa yang dimaksud dengan itu?
Tiba-tiba, suara lain bergema di ruangan—lebih lembut, lebih familiar.
> "Kazuki… apakah itu kau?"
Kazuki membeku.
Itu suara Aoi.
---
"Jika ada dunia lain… bisakah aku kembali ke sana?"
---
To be continued