Gema dari Masa yang Hilang

Kazuki terbangun dengan napas memburu.

Detak jantungnya berdegup kencang, seolah baru saja berlari jauh. Namun, tubuhnya masih terbaring di ranjang. Keringat dingin mengalir di pelipisnya.

Mimpi itu lagi.

Kilasan gambar yang tidak masuk akal, potongan suara yang terdengar akrab namun asing. Ia mencoba mengingatnya, tetapi semakin keras ia berusaha, semakin kabur semuanya.

Yang tersisa hanyalah perasaan aneh di dadanya—seperti sesuatu yang sangat penting telah hilang.

Atau… dicabut dari dirinya.

---

Hari itu, Kazuki berjalan tanpa tujuan di koridor kampus. Namun, semakin jauh ia melangkah, semakin familiar semuanya terasa.

Deja vu.

Sebuah sensasi aneh menyelimutinya. Langkahnya melambat ketika ia melewati taman kecil di sudut gedung. Ada ayunan tua yang berayun perlahan di bawah hembusan angin.

Aku pernah di sini.

Tapi kapan?

Sesuatu dalam dirinya berkata bahwa tempat ini penting. Bahwa ada sesuatu yang ia tinggalkan di sini.

Jarinya secara refleks menyentuh liontin kalung perak di lehernya. Seketika, sebuah kilasan ingatan menyerang benaknya.

Seorang gadis berdiri di depan ayunan itu.

Helaian rambut panjangnya tertiup angin, wajahnya tertutup cahaya matahari, membuatnya sulit dikenali.

Gadis itu tersenyum padanya.

"Kau akan kembali, kan?"

Kazuki tersentak mundur.

Jantungnya berdegup lebih cepat, napasnya tercekat. Itu… bukan ingatan yang ia miliki sebelumnya.

Jadi kenapa ia bisa mengingatnya sekarang?

---

Kazuki mengikuti instingnya.

Ia kembali ke tempat di mana ia menemukan kalung perak itu—sebuah ruangan tersembunyi di dalam kompleks penelitian yang lama ditinggalkan.

Begitu ia melangkah masuk, udara di dalam terasa lebih dingin dari yang seharusnya. Cahaya redup dari jendela kecil di atas memantulkan bayangannya di lantai yang berdebu.

Namun, bukan itu yang menarik perhatiannya.

Di dinding, ada simbol aneh.

Bentuknya familiar, tetapi lebih kompleks dari yang ia ingat. Mata Kazuki menyipit, mencoba mengingat di mana ia pernah melihatnya sebelumnya.

Lalu ia sadar.

Ini adalah versi yang lebih rumit dari simbol yang ada di kalung peraknya.

Jantungnya berdebar.

Seseorang telah meninggalkan ini untuknya.

Tetapi siapa?

Tangannya terangkat, nyaris menyentuh simbol itu—

Dan saat itulah ia mendengarnya.

---

"Aku di sini…"

Kazuki membeku.

Suara itu tidak datang dari dalam pikirannya. Tidak seperti deja vu atau ingatan samar yang menghantuinya.

Ini nyata.

Ia menoleh cepat, tetapi ruangan itu kosong.

Hanya ada dirinya dan simbol di dinding.

Namun, sensasi dingin menjalari tengkuknya, seakan sesuatu benar-benar ada di sana.

"Jangan lupakan aku."

Suaranya terdengar lebih dekat, lebih nyata, seolah seseorang berdiri tepat di belakangnya.

Kazuki berbalik, tetapi tetap saja tidak ada siapa pun.

Namun, sebelum ia sempat bernapas lega, suara itu berbisik lagi—lebih pelan, tetapi kali ini penuh keputusasaan.

"Jangan tinggalkan aku di sini… Kazuki."

Darahnya membeku.

Bagaimana suara itu tahu namanya?

Dan kenapa terdengar begitu akrab?

---

Suara itu memudar, meninggalkan Kazuki sendirian di ruangan dingin itu.

Ia menatap simbol di dinding, lalu kembali menyentuh liontin peraknya.

Sesuatu… tidak beres.

Kilasan ingatan, deja vu, suara yang memanggil namanya—semuanya terhubung.

Tetapi apa yang sebenarnya telah ia lupakan?

Dan yang lebih penting—siapa yang berusaha mengingatkannya?

---

To be continued