Apakah seorang yang hampir selalu mengurung diri di dalam rumah untuk melarikan diri dari kehidupan bermasyarakat, akan dapat bertahan bila di lempar kejalanan seorang diri dan kehilangan segala dukungan dari orang-orang yang sebelumnya selalu menyediakan segala kebutuhan sehari-harinya.
Mungkin sebagian orang akan mengatakan pemalas seperti dirinya harusnya mati saja karena hanya akan menjadi beban keluarga serta sampah di masyarakat.
Tapi apakah memang harus seperti itu, ia harus pasrah dengan keadaannya kemudian mati begitu saja.
Jawabannya tentu saja sudah jelas kalau orang itu tidak mungkin akan menerimanya, karena meskipun semua orang bahkan diriku sendiri mengatakan kalau aku memang hanyalah orang yang tidak berguna, tapi di dalam hatiku sebenarnya juga ingin berubah dan tentu saja sekarang mau tidak mau aku harus melakukannya untuk dapat bertahan hidup.
Namaku adalah Pratama yang sejak 3 bulan lalu telah resmi menjadi seorang gelandangan setelah pihak bank menyita rumah serta segala yang aku miliki dan jelas kalau keadaanku sekarang tidaklah baik-baik saja.
Sekarang aku sedang berada di sudut sebuah gang setelah seharian mencari kaleng bekas dan perutku juga sudah mulai meminta di isi meskipun aku tidak punya uang untuk membeli makanan, akan tetapi masih ada sedikit harapan untuk mendapatkan makanan bila pintu belakang kedai di sini terbuka setelah kedai itu tutup menjelang malam.
"Ah... aku benar-benar sangat lapar dan apakah aku akan bisa mendapatkan makanan lagi untuk malam ini?"
Diriku bukanlah satu-satunya yang menunggu di gang samping bangunan kedai, karena di dekatku saat ini juga ada seekor kucing hitam yang tampak sangat jelek karena bulunya yang tidak terawat.
Beberapa hari yang lalu diriku memang sempat berebut makanan dengan kucing liar yang tinggal di gang ini tapi sekarang kami telah berdamai bahkan menjadi sangat akrab.
Aku dan kucing hitam di sini akrab bukan karena kami memiliki nasib yang sama, akan tetapi karena beberapa hari yang lalu pemilik kedai tidak sengaja melihatku yang sedang mengais tempat sampahnya, hingga akhirnya memberikanku pekerjaan mencuci piring dengan imbalan beberapa makanan dan aku membagi sedikit hasil kerja kerasku itu kepada si kucing liar ini hingga kami dapat berbaikan sekarang.
Matahari telah terbenam dan pintu belakang kedai yang aku tunggu akhirnya terbuka, di sana terlihat seorang pria paruh baya keluar sambil membawa dua kantong sampah yang langsung di masukan ke tempat sampah di sudut gang ini.
Kucing hitam yang bersamaku juga langsung melompat masuk ke tempat sampah dan mengais-ngaisnya berharap menemukan sesuatu yang dapat kucing liar itu makan.
Akupun juga langsung berdiri menatap pria paruh baya di sana dengan penuh harap, meskipun diriku masih merasa canggung karena belum terbiasa berhadapan dengan orang asing tapi aku harus berubah dan melakukan yang terbaik untuk dapat bertahan hidup.
"Kamu di sini lagi ah... aku mengerti masuklah ke dalam dan cuci piring-piring yang menumpuk di dapur itu, akan aku buatkan kamu sesuatu dari sisa bahan makanan hari ini," pinta pria paruh baya itu.
Aku langsung mengangguk untuk menjawab paman pemilik kedai di sana dan bergegas masuk ke dalam dapur untuk melakukan pekerjaan mencuci piring agar dapat mengisi perutku malam ini.
Sudah 3 bulan aku hidup sebagai gelandangan setelah sekitar 2 tahun yang lalu nasib buruk terus menimpa keluargaku.
Saat itu ayahku meninggal dalam sebuah kebakaran besar yang menghanguskan gedung perusahaan miliknya, sementara ibuku mengalami stroke dan sakit-sakitan setelah kehilangan suami hingga akhirnya juga meninggal dunia.
Akupun menjadi sebatang kara dan setelah itupun penderitaanku belum juga berakhir.
Diriku yang baru kehilangan kedua orang tuaku masih harus menanggung hutang besar perusahaan serta biaya rumah sakit ibuku saat di rawat, hingga di mana rumah serta seluruh harta kekayaan peninggalan kedua orang tuaku di sita oleh pihak bank.
Tidak ada kerabat yang bisa di mintai pertolongan dan tidak ada yang mau peduli pada penderitaan yang diriku alami, semua orang di lingkunganku juga hanya memberikan ucapan simpati saat melihatku berjalan pergi, tapi aku tidak dapat memakan kata-kata simpati dan harus berjuang sendiri di dunia yang kejam ini entah bagaimanapun caranya.
Piring-piring telah di cuci bersih dan di tata rapi dalam rak di sudut dapur dan kemudian diriku mendatangi pria paruh baya pemilik kedai yang sudah menyiapkan beberapa makanan hangat di atas meja.
"Apakah pekerjaanmu sudah selesai?" tanya pemilik kedai.
"Aku sudah mencuci semua piringnya," jawab Tama.
"Kalau begitu sebelum kamu makan bersihkan badanmu terlebih dahulu di kamar mandi sebelah sana."
"Baiklah aku mengerti."
Aku menuruti kata-kata paman pemilik kedai itu karena dirinya telah berbaik hati membantuku, lagi pula tubuhku memang sudah penuh keringat dan sedikit bau karena beberapa hari ini aku tidak sempat mandi.
Setelah membersihkan diri, aku kembali dan duduk di belakang meja untuk menikmati makan malam.
Paman pemilik kedai di sana juga mulai bersiap-siap untuk pulang kerumahnya sendiri, tapi pria baik itu masih menunggu sampai diriku menyelesaikan makan malamku dan tak butuh waktu lama hingga aku akhirnya bangkit dari bangku setelah membungkus sebagian sisa makanan itu.
Aku kembali keluar dari pintu belakang kedai bersama pria paruh baya yang kemudian terlihat menguncinya, sementara itu aku tidak lupa membagi sedikit makanan yang aku bungkus ke kucing hitam yang masih menunggu di gang itu dan pemilik kedai hanya melihat sekilas sebelum pergi pulang meninggalkan kami.
Malampun semakin larut jadi aku mulai membaringkan badan di sudut gang beralaskan trotoar keras dan tas berisi beberapa barang sebagai bantal serta selembar selimut kotor yang memberikan sedikit kehangatan di tubuhku.
Kucing hitam di sana juga mendekat dan membaringkan tubuh kurusnya di sisiku karena mungkin kucing itu sudah menganggapku sebagai temannya.
"Kuro apakah kamu mau tidur bersamaku malam ini?"
"Meow...?"
"Baiklah kamu boleh terus menemaniku mulai sekarang."
Tidur di sebuah gang beratapkan langit malam serta bulan bulat bersinar terang menghiasinya. Aku berdoa semoga keajaiban datang memberikan aku dan kucing hitam ini kehidupan yang jauh lebih baik di hari esok yang akan datang.
Perlahan mata Tama terpejam untuk melewati malam ini dan keajaiban ternyata benar-benar terjadi, di sekeliling tubuh Tama muncul sebuah sinar redup membentuk lingkaran sihir dan tak lama kemudian menghilang bersama tubuh Tama yang masih terbaring tidak tahu apa yang tengah terjadi.
Pagi haripun kembali dan paman pemilik kedai tidak melihat pemuda yang semalam berada di gang di samping tempat usahanya.
"Apakah pemuda pendiam itu sudah pergi mencari kaleng bekas lagi, padahal aku sengaja datang lebih awal agar dapat menawarinya pekerjaan di kedaiku sebagai pramusaji, tapi sudahlah mungkin nanti malam dia akan datang lagi."
Pemilik kedai itu pun akhirnya masuk ke dalam untuk persiapan membuka kedainya kembali hari ini, tapi Tama tidak pernah terlihat lagi di gang samping tempat itu.
16 Januari 1520 Kalender Benua Klasa, Selatan Provinsi Elmus, Kerajaan Orlandia.
Udara pagi yang terasa segar di tubuh Tama yang masih memejamkan mata dan kucing hitam di dekatnya juga mulai mengeong untuk membangunkannya.
"Ah ternyata sudah terang kurasa aku bangun sedikit terlambat hari ini, aku harus segera bergegas mencari kaleng bekas sebelum pemulung lain mendahuluiku."
Tama yang baru terbangun masih belum menyadari apa yang telah terjadi padanya semalam, sampai akhirnya dia bangkit berdiri dengan kedua kakinya dan mulai mengamati keadaan sekitar hingga sadar kalau dirinya tengah berada di tempat yang asing saat ini.
"Eh tunggu sebentar di mana aku sekarang?"
Wajah bingung langsung terlihat di wajah Tama karena tempatnya terbangun pagi ini telah berubah dari sebelumnya merupakan wilayah perkotaan padat kini menjadi dataran hijau yang sangat luas, bahkan tidak terlihat satupun bangunan sejauh mata memandang.
"Sebenarnya apa yang terjadi, apakah mungkin seseorang telah memindahkanku saat aku tertidur dan membuangku ke tempat yang entah di mana ini?"
Dengan tergesa-gesa Tama langsung mengambil tasnya dan bergegas mencari tahu apa yang sebenarnya telah terjadi agar dapat memahami situasinya saat ini.
Sebuah jalan tanah terlihat dari kejauhan membelah padang rumput yang luas hingga Tama memutuskan untuk menyusurinya karena jalan itu pasti akan membawanya ke suatu tempat.
"Meow?"
Suara kucing membuat Tama menengok kebawah karena ternyata kucing liar yang sebelumnya selalu berada di gang samping kedai juga ikut bersamannya dan kucing hitam itupun terus berjalan mengikuti Tama karena sebenarnya kucing itu juga tidak tahu mengapa dirinya bisa berada di tempat ini.
"Ternyata kita memang memiliki nasib yang sama, di tolak oleh orang-orang dan di buang ke tempat yang entah di mana ini."
Cukup lama Tama dan kucingnya menyusuri jalan tanah menuju ke arah selatan hingga dirinya melihat ada beberapa kendaraan yang datang bergerak dari arah yang berlawanan, akan tetapi Tama menyadari kalau ada sesuatu yang berbeda karena jelas semua kendaraan itu bukanlah mobil melainkan gerbong yang di tarik oleh kuda dan jumlahnya ada lima.
"Kereta kuda, mengapa masih ada orang yang menggunakan kendaraan sekuno itu, apakah mungkin itu akan di gunakan untuk parade atau untuk syuting film?"
Tama memperhatikan rombongan kereta kuda yang semakin mendekat dan berharap mendapatkan tumpangan dari mereka meskipun dirinya juga sedikit ragu karena itu semua adalah kereta kuda.
Sementara di dalam salah satu gerbong kereta kuda, seorang wanita yang masih berusia sekitar tiga puluh tahun tengah mengalami kebosanan karena harus melakukan perjalan jauh untuk menghadiri sebuah pertemuan besar di kota Aldinar yang berada di wilayah Elmus.
Renea De La Horta seorang penguasa wilayah Horta di selatan kerajaan Orlandia terus menatap ke luar jendela dan berharap pemandangan sekitar akan dapat sedikit mengurangi rasa bosan selama perjalanannya, akan tetapi sepertinya itu tidak efektif karena bangsawan besar itu masih terlihat berwajah masam.
"Nona Renea sepertinya ada seseorang di depan jalan kita?"
Kusir yang mengendarai kereta kuda langsung memberitahu majikannya yang berada di dalam gerbong, karena dirinya melihat ada seorang pemuda yang tengah melakukan perjalanan bersama seekor kucing.
Renea juga langsung mengarahkan pandangannya jauh ke jalan di depan dan melihat seorang pemuda yang memang sedang berjalan di ikuti seekor kucing hitam dan hal seperti itu seharusnya cukuplah wajar, akan tetapi Renea mengingat sesuatu mengenai tempat dirinya berada saat ini hingga langsung bertanya kepada kusirnya.
"Kurgan bukankah tempat ini sangat jauh dari desa?"
"Nona Renea benar, memang kita masih cukup jauh dari desa di utara dan bila ke arah yang sebaliknya ke wilayah milik anda itu juga akan jadi lebih jauh lagi."
"Tapi kelihatannya pria berpakaian aneh itu sedang menuju ke arah selatan, bukankah bodoh melakukan perjalan sejauh ini hanya dengan berjalan kaki, lebih baik berbalik dan menunggu keberangkatan kereta kuda yang menuju ke wilayahku."
"Mungkin pria itu tidak tahu jalan dan sedang tersesat, nona Renea apakah anda ingin kita berhenti sejenak untuk membantunya, karena meskipun pemuda itu berbalik arah dan terus berjalan kaki ke utara mungkin dirinya baru akan sampai ke desa terdekat esok hari?"
"Kenapa aku harus membantu orang asing itu, bukankah dirinya sampai di tempat ini karena kebodohannya sendiri."
Sebenarnya kusir Kurgan sudah menduga jawaban dari majikannya yang akan menolak perbuatan baik yang sama sekali tidak akan memberikan keuntungan apapun untuk Renea, tapi Kurgan masih saja tetap menanyakannya pada nonanya.
Rombongan kereta kuda semakin dekat dengan pria yang masih tetap berjalan di pinggir jalan tersebut, tapi tidak ada tanda-tanda kalau rombongan kereta kuda milik Lady Horta akan berhenti sejenak untuk sekedar memberikan arah yang tepat.
Kurgan dan para kusir yang lain juga tidak peduli karena kereta kuda mereka adalah rombongan yang membawa bangsawan dan harus di utamakan.
Sementara itu Renea melihat pria dengan kucing hitam itu sekali lagi yang sekarang tampak jauh lebih jelas karena jaraknya yang semakin dekat, hingga Renea akhirnya sadar kalau ada sesuatu yang tidak beres dari penampilan pria muda di pinggir jalan itu.
"Kurgan hentikan rombongan kereta kudanya!"
Perintah Renea yang tiba-tiba menyuruh kusirnya menghentikan rombongan kereta kuda hingga Kurgan sedikit terkejut, tapi dia segera memberikan isyarat agar rombongan itu berhenti tepat di dekat pria asing yang berdiri di pinggir jalan.
"Nona Renea ada apa dan mengapa anda menyuruh rombongan kita berhenti, apakah mungkin?"
Kurgan langsung dapat menebak kalau nonanya menghentikan rombongan kereta kuda karena ada sesuatu dari pria yang ada di pinggir jalan itu, sehingga kusir itupun berbicara sekali lagi.
"Nona Renea biar aku saja yang berbicara dengan pria misterius itu dan menyuruhnya untuk menumpang ke gerbong kereta yang ada di belakang bila dia mau berbalik arah."
"Ya tapi sebelum itu tolong tanyakan siapa dirinya dan mengapa dia menuju ke wilayahku di selatan."
"Baiklah nona Renea, aku akan menanyakan hal itu kepadanya," jawab Kurgan.
Renea terlihat cukup penasaran karena wilayahnya di selatan merupakan wilayah yang baru beberapa tahun di kuasai oleh kerajaan Orlandia sehingga tempat itu masih sangat pelosok dan berbahaya.
Kurgan langsung turun dari kereta kuda dan mendekati pria misterius di pinggir jalan itu, meskipun dirinya masih cukup heran mengapa nonanya tiba-tiba mengubah keputusannya untuk membantu pemuda itu dan apa yang membuat Renea menjadi penasaran sampai menyuruh mencari tahu identitas pria tersebut.
Sementara itu Tama melihat rombongan kereta kuda telah berhenti dan memperhatikan salah satu kusir kuda yang mengenakan pakaian aneh dengan jahitan kain berendra di leher juga di ujung lengan turun untuk mendatanginya.
"Anak muda apakah kamu sedang tersesat karena arah yang dirimu tuju saat ini sangatlah jauh dari pemukiman penduduk?" tanya kusir Kurgan.
Tama mendengar ucapan kusir itu yang terdengar seperti bahasa asing, tapi entah mengapa dirinya dapat langsung memahami bahasa tersebut membuatnya menjadi bertambah bingung lagi, tapi Tama berpikir jika benar arah yang sedang dirinya tuju saat ini jauh dari pemukiman itu akan menjadi masalah besar baginya.
"Benarkah demikian, saya memang sama sekali tidak mengenal wilayah ini padahal saya sudah berjalan jauh dari pagi tadi."
Dengan perlahan Tama berbicara karena harus menyesuaikan kata-katanya yang menggunakan bahasa asing yang ternyata dapat dirinya kuasai secara misterius.
"Jadi kamu benar-benar sedang tersesat?"
"Ya sepertinya begitu."
"Lalu bagaimana kamu bisa sampai ke tempat seperti ini yang jauh dari manapun?"
"Saya juga tidak tahu mengapa saya bisa sampai di sini, karena semalam saya masih berada di kota Jakarta dan ketika terbangun tadi pagi saya sudah berada di sini bersama kucing hitam ini, tapi ada kemungkinan seseorang telah memindahkan saya saat tidur tadi malam."
Tama menjelaskan semuanya secara perlahan tapi tentu saja si kusir Kurgan sangat sulit untuk mempercayai cerita tersebut, karena bagaimana mungkin ada orang yang dapat memindahkan pemuda di depannya dari kota Jakarta yang entah di mana itu ke tempat ini dan bagaimana pria ini tidak menyadari saat dirinya di pindahkan.
"Kota Jakarta, sepertinya tidak ada nama kota seperti itu di kerajaan Orlandia, berarti kamu berasal dari kerajaan lain bukan, lalu kerajaan apa itu dan siapa namamu?"
"Nama saya Pratama yang berasal dari Indonesia dan jika ini adalah negeri asing sepertinya itu benar, karena bahasa yang di gunakan oleh anda memang berbeda dengan bahasa negeri tempat asal saya."
Sekarang Kurgan benar-benar bertambah bingung lagi mendengar penjelasan dari pria muda di depannya yang semakin tidak masuk akal, karena Indonesia tidak ada negeri dengan nama itu di benua ini.
"Aku tidak tahu nama negeri yang kamu sebutkan barusan, tapi coba aku tanyakan terlebih dahulu pada majikanku yang seorang bangsawan, mungkin dirinya pernah mendengar tentang negaramu itu jadi tunggulah sebentar di sini."
Kurgan berjalan pergi untuk menemui majikannya yang masih berada di dalam gerbong kereta kuda, dirinya memang sengaja tidak langsung menawarkan tumpangan kepada Tama, karena pria muda yang dirinya temui itu ternyata memang terlalu mencurigakan hingga Kurgan memutuskan untuk meminta pendapat dari Renea terlebih dahulu.
Sementara itu Tama juga sedikit berpikir, 'Sepertinya aku memang terlempar ke tempat dan situasi yang sulit di pahami dengan akal sehat, negeri asing, bahasa asing yang dapat langsung aku kuasai, kereta kuda dan bangsawan kerajaan.'
Renea yang sejak tadi sudah menunggu juga mulai penasaran karena mengapa Kurgan begitu lama kalau hanya untuk menanyakan identitas seseorang sekaligus menawarkan sebuah tumpangan, hingga akhirnya Renea melihat Kurgan yang kembali mendekat ke gerbong kereta kudanya.
"Kurgan bagaimana, apakah pria berpakaian aneh itu memberi tahu siapa dirinya?"
"Benar tapi jawaban pria itu sangat tidak masuk akal, dirinya mengaku bernama Pratama yang berasal dari kota Jakarta di negeri Indonesia."
"Indonesia, aku belum pernah mendengar negeri dengan nama itu sebelumnya, apakah negeri itu berada di benua lain?"
"Aku sendiripun juga tidak tahu letak negeri itu di mana tapi pria dengan kucing hitam itu memang sangat mencurigakan, dirinya mengatakan kalau semalam masih berada di negerinya dan ketika dia terbangun tiba-tiba telah berada di tempat ini, bahasa yang dia gunakan di negerinya katanya juga berbeda tapi pemuda itu juga dapat menggunakan bahasa Orlandia, meskipun terlihat jelas kalau pemuda itu masih sedikit kurang fasih saat mengucapkannya."
"Dugaanku ternyata benar, aku memang sempat curiga dengan penampilan pria asing yang menggunakan pakaian aneh itu, meskipun dari penjelasanmu tadi sebagian besar tentangnya patut untuk di pertanyakan kebenarannya, tapi tidak ada salahnya untuk sedikit mengambil perjudian dengan orang itu, Kurgan apakah dia mau untuk ikut dengan rombongan kita?"
"Aku belum menawarkan tumpangan padanya karena harus meminta pendapat anda terlebih dahulu, tapi aku akan segera kembali kesana dan menyuruhnya untuk naik ke gerbong kereta kuda milik tuan Sirgit yang ada di belakang."
Renea berpikir mungkin orang asing itu memiliki beberapa informasi yang bermanfaat karena berasal dari negeri asing yang belum di ketahui olehnya, jadi Renea berbicara kembali kepada kusirnya.
"Tidak aku ingin berbicara secara langsung dengan pria itu, jadi suruh dia untuk masuk ke gerbong kereta kudaku."
"Tapi nona Renea bukankah itu terlalu berbahaya dengan membiarkan orang mencurigakan sepertinya satu kereta kuda dengan anda."
"Kurgan apakah kamu sudah lupa siapa aku yang sebenarnya?"
"Ah tentu aku tahu dengan pasti kalau nona Renea adalah orang yang sangat kuat, akan tetapi tetap saja pemuda itu hanyalah orang asing yang tidak jelas asal-usulnya."
"Justru karena itulah aku ingin menyelidikinya lebih jauh, jadi lakukan saja apa yang aku suruh."
"Baiklah kalau itu keinginan nona Renea, aku akan kembali berbicara kepada pria asing itu."
Kurgan segera bergegas kembali menemui pria yang masih berdiri di pinggir jalan itu untuk menawarkan tumpangan dan Tama tentu saja tidak mungkin untuk menolaknya.