Pertemuan pertama,Sahabat Cantik?

Sinar matahari menelusup malu-malu lewat celah-celah jendela kayu yang tua. Di atas ranjang jerami yang hangat namun gatal, Zayan menggeliat, wajahnya tertutup bantal. Hari baru dimulai di Eltheria. Dunia asing yang... sayangnya bukan mimpi.

"Masih di sini... Hhh... bukan mimpi ya."

Sistem yang terbangun telat kemarin kini muncul lagi, seperti hologram kecil melayang di samping kepala Zayan. Kali ini mengenakan bando tidur dan membawa mug bertuliskan 'Kopi Dunia ke-7'.

[Selamat pagi, Pahlawan Terlupakan!]

"Lo... tidur lagi ya semalam?"

[Ehem. Aku dalam mode pengumpulan data. Aku... multitasking.]

Zayan mendesah panjang. Pahlawan di dunia baru, katanya. Tapi sampai sekarang, belum ada pedang, belum ada jurus petir, dan bahkan belum ada sarapan.

Saat itu, pintu kamarnya diketuk pelan.

"Zayan... kamu sudah bangun?" suara lembut itu seperti suara seorang gadis.

Namun begitu pintu terbuka, Zayan kembali tertegun.

Di ambang pintu berdiri seorang pemuda dengan rambut cokelat bergelombang, mata besar berwarna zamrud, dan senyum lembut yang bisa melelehkan batu. Mengenakan celemek dapur.

"Anj—kenapa dia lebih cantik dari semua heroine di mimpi gue?"

"Namaku Hazel," katanya dengan suara hangat. "Ayahku menemukanmu di sungai. Kamu bisa tinggal di sini sementara. Sarapan sudah siap."

Zayan hanya bisa mengangguk lemah.

"Jangan salah paham, Zayan... dia cowok... dia cowok... dia cowok..."

Desa Sona: Tempat di Mana Waktu Bergerak Lebih Lambat

Desa Sona kecil, damai, dan dikelilingi padang hijau serta pegunungan biru. Warga ramah, tapi jelas terkejut saat melihat pemuda asing muncul dari sungai tanpa identitas.

Hazel memperkenalkan Zayan pada semua orang. Meski awalnya canggung, tak butuh waktu lama hingga Zayan mulai merasa hangat oleh kehadiran mereka.

Namun di balik kehangatan itu, Zayan tahu ia tak boleh terlalu lama terlena.

"Kalau ini dunia isekai beneran, berarti suatu saat monster bakal nyerang, kerajaan bakal kacau, dan ada demon lord di ujung cerita."

[Benar!] sistem menyahut dengan nada santai.

[Tapi sebelum itu, kamu harus menyelesaikan quest pertamamu.]

"Akhirnya, quest! Bawa sini, serahkan pada pahlawan utama!"

[Quest: Cuci piring untuk membayar sarapan pagi.]

"...Lo becanda, kan?"

[Quest Level: Pemula yang bahkan belum bisa lempar batu.]

Zayan menghela napas, lalu mengikuti Hazel ke dapur.

Antara Hidup Baru dan Masa Lalu yang Tak Bisa Kembali

Saat mencuci piring, pikirannya kembali pada Samy.

"Kalau Samy nggak lupa... mungkin gue masih hidup. Masih di kosan. Masih nonton anime bareng dia."

Namun rasa sedih itu perlahan tertutupi oleh suara Hazel yang bercerita tentang hari-harinya, dan warga desa yang mulai mengajak Zayan membantu mereka. Ia bahkan diajari dasar menebang kayu oleh anak-anak kecil yang lebih kuat darinya.

[Jangan khawatir. Kamu akan berkembang. Aku akan membimbingmu... setelah aku recharge lagi sebentar.]

"LO MAU TIDUR LAGI?!"

Hari itu, saat matahari tenggelam, Zayan berdiri di ladang gandum yang bergoyang lembut tertiup angin. Dunia ini... nyata. Dan meski menyakitkan, mungkin... ia diberi kesempatan kedua.

"Kalau ini bukan mimpi... maka aku akan hidup di sini. Dengan caraku sendiri."