Bab 4

Dengan terburu-buru, aku berlari pulang ke rumah.

Begitu aku masuk, aku mencium bau alkohol yang sangat kuat.

Berjalan ke ruang tamu, aku melihat Wen Qun terbaring di sofa. Alisnya masih mengerut, seolah-olah dia sedang mengalami mimpi buruk.

Tangannya mencengkeram kausku.

Jaket jas Wen Qun sendiri telah jatuh ke lantai, namun dia tetap memegang erat kausku di pelukannya.

Ada noda air transparan di kaus itu, menghalangi pinggang Wen Qun.

Wen Qun tidak hanya suka mengendalikan hidupku, dia bahkan memilih kaos ini untukku. Kakakku memiliki yang serupa sendiri.

Meraih, aku ingin menarik kaus itu untuk mencucinya, dan kemudian menutupi Wen Qun dengan selimut agar dia tidak kedinginan.

Tapi begitu aku menguatkan diri, Wen Qun tiba-tiba membuka matanya.

Pandangan membara jatuh di wajahku: "Wen Jiang."

Aku mengangguk patuh: "Ini aku, kakak."

Wen Qun meraih pergelangan tanganku, menarikku ke dalam pelukannya dengan satu gerakan, dan kemudian berbalik dengan kecepatan kilat, menindihku di bawahnya.

Matanya merah, tampak agak gelisah: "Wen Jiang, bukankah aku sudah memberitahumu untuk menunggu kakak sampai kamu berusia delapan belas, kenapa kamu tidak mendengarnya dan bermain-main dengan yang lain sembarangan?"

Aku agak tertegun, dan kakakku sangat berat, sesuatu yang keras tersangkut di antara kakiku: "Kakak, apa yang kamu bicarakan?"

"Jangan biarkan orang lain menyentuhmu di masa depan." Wen Qun menekan bahuku dengan keras, membuatku tidak bisa bergerak.

aku tahu hal terakhir yang bisa aku lakukan adalah menentangnya saat ini: "Aku mengerti, kakak, tolong lepaskan dulu."

"Lepaskan?" Bibir Wen Qun melengkung ke bawah, dan tidak terduga, tangannya menyelinap di bawah kausku.

Ketika tangannya yang berkapalan menyentuh punggung bawahku, aku menggigil seluruh tubuh.

"Kakak akan berusaha tidak menyakitimu dan akan membuat Jiang nyaman."

Dengan itu, Wen Qun membungkuk.

Sesebuah ciuman jatuh di bibirku yang kering, menggosok kiri dan kanan, lidahnya dengan paksa membuka gigiku, membakar seluruh tubuhku hingga mati rasa.

Dan tangan Wen Qun sudah menyelinap ke dalam celana olahraga ku.