Bab 1 - Langit Retak, Dunia Terbelah
Siang itu mendung menggantung rendah, angin lembab menyelinap masuk melalui celah-celah jendela kayu rumah tua peninggalan keluarga Surya Jagat. Bangunannya sudah uzur, dindingnya memudar, atapnya sedikit miring, tapi masih berdiri kokoh seperti mewarisi keteguhan generasi yang pernah tinggal di dalamnya. Di salah satu ruangan paling belakang, duduk seorang pria berusia tiga puluh lima tahun dengan pakaian santai dan rambut sedikit acak—Surya Jagat—menatap serius ke layar komputer lamanya. Meski usianya tak muda lagi, semangat belajarnya masih menyala seperti anak muda yang sedang jatuh cinta pada dunia. Di depan matanya terbuka barisan kode yang ia rancang sendiri untuk proyek impiannya: Core Creation, sebuah sistem kecerdasan buatan yang dirancang bukan hanya untuk merespons, tapi untuk berinovasi. Menciptakan. Mengembangkan. Satu-satunya aplikasi yang menggabungkan prinsip pengembangan mandiri, pemahaman bahasa manusia, dan algoritma kreatif. Sebuah cita-cita besar yang tumbuh dari otak seorang programmer otodidak.
Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar begitu dekat. Petir menyambar langit begitu keras hingga kaca jendela bergetar. Tapi Surya tetap fokus, jarinya menari di atas keyboard, memasukkan baris terakhir dari algoritma pemicu—komponen utama dari Core Creation. Detik ketika ia menekan tombol enter, sesuatu yang tak masuk akal terjadi. Layar komputer menyala terang, nyaris membutakan mata. Bukannya mati atau hang seperti biasa saat overheat, komputer tua itu justru mengeluarkan suara aneh seperti retakan es. Di tengah layarnya muncul simbol-simbol yang tak pernah ia buat. Simbol aneh, seperti ukiran kuno. Satu detik kemudian, petir menyambar tiang listrik tepat di samping rumah, dan aliran energi seperti tersedot ke dalam layar. Cahaya putih membuncah, memenuhi seluruh ruangan. Waktu seakan berhenti.
Tubuh Surya terdorong ke belakang, namun bukan ke lantai. Udara di sekitarnya seperti menghilang, gravitasi runtuh. Di matanya, layar komputer berubah menjadi retakan dimensi, seperti kaca pecah yang menganga dan menarik tubuhnya masuk. Ia tak sempat menjerit. Tak sempat berpikir. Dunia di sekitarnya runtuh dalam satu tarikan napas, dan ia tersedot ke dalam kehampaan bercahaya. Tak ada bunyi. Tak ada rasa. Hanya ruang putih yang terus berputar.
Ketika kesadarannya perlahan kembali, Surya mendapati dirinya terbaring di atas rerumputan liar. Aroma tanah basah dan daun-daun tropis menusuk hidungnya. Ia bangkit perlahan, memandang sekeliling. Bukit hijau menjulang, kabut tipis menyelimuti hutan di kejauhan. Di bawah sana, tampak sebuah desa kecil berdiri damai di tepi sungai. Rumah-rumah kayu beratap daun dan batu, orang-orang mengenakan pakaian seperti dalam film kolosal—gaya Tiongkok dan Jawa kuno. Dunia ini… aneh. Tapi nyata.
Belum sempat ia menyusun pikiran, sebuah notifikasi melayang di hadapannya. Bukan suara. Bukan proyeksi hologram. Tapi seolah tertulis langsung di pikirannya.
[Core Creation Diaktifkan]
Mode Adaptasi Dunia Baru: Menyesuaikan dengan Struktur Energi Lokal…
Sumber Energi Ditemukan: Qi Spiritual.
Poin Awal: 1
Surya membeku. Ini… sistem yang ia buat? Tapi bagaimana bisa muncul di dunia seperti ini? Ia menoleh ke arah tangan kanannya. Di telapak tangannya muncul simbol berpendar samar, seperti ukiran sirkuit bercahaya. Ia menutup dan membuka tangan, dan simbol itu ikut memudar lalu menyala kembali.
"Apakah ini… cheat?" gumamnya lirih. Dunia ini belum diketahui, tapi satu hal sudah jelas. Ia bukan lagi di tempat asalnya. Dunia ini asing, tapi tubuhnya terasa lebih ringan. Nafasnya dalam, teratur, dan hangat seperti ada energi yang mengalir pelan dari perut ke dada. Ia masih belum tahu nama tempat ini, tapi di dalam benaknya mulai terbentuk satu tekad. Jika ini adalah dunia seni bela diri, maka ia akan memahaminya dengan logika dan caranya sendiri. Dengan Core Creation sebagai satu-satunya bekal… ia akan bertahan, tumbuh, dan mungkin… menapaki puncak dunia yang belum pernah ia kenal.
---
Langit perlahan cerah, burung-burung kecil bersiul dari dahan ke dahan, dan udara pagi yang dingin mulai menghangat. Surya berjalan menyusuri jalan setapak menuju desa kecil yang ia lihat dari atas bukit. Kakinya telanjang, pakaiannya masih pakaian rumah dari dunia asal—kaos tipis dan celana pendek—tapi tak seorang pun menatapnya aneh saat ia tiba. Warga desa tampak terbiasa dengan orang-orang aneh atau mungkin sudah cukup sibuk dengan kehidupan mereka sendiri. Bangunan desa sederhana, sebagian besar terbuat dari kayu dan batu alam, dengan atap daun kering yang ditumpuk rapi. Ada sawah di kejauhan, pasar kecil yang ramai oleh suara tawar-menawar, dan beberapa anak kecil berlarian sambil membawa tongkat kayu seolah sedang latihan bela diri.
Surya menurunkan napasnya perlahan, mencoba berbaur. Ia duduk di bangku bambu dekat warung kecil, memesan semangkuk bubur jagung panas dan air jahe hangat. Sembari makan, ia menyimak pembicaraan warga. Dari percakapan mereka, ia mulai mendapatkan gambaran kasar tentang dunia ini. Dunia ini disebut Dunia Tengah, tempat di mana seni bela diri adalah landasan hidup. Mereka menyebutnya "Dao Bela Diri", dan tiap manusia yang menyempurnakan tubuhnya bisa mulai menapaki jalan kultivasi. Tahapan kekuatan disebut alam, dimulai dari Pemurnian Tubuh hingga Kenaikan, dan setiap alam terbagi menjadi sembilan alam kecil.
"Setelah menyempurnakan tubuh, seseorang bisa membangkitkan Jiwa Bela Diri," kata seorang kakek tua dengan suara berat. "Itu adalah awal dari segalanya. Tanpa Jiwa Bela Diri, seseorang hanya bisa menjadi prajurit biasa."
Surya mendengar itu sambil mengangguk pelan. Ia tahu informasi itu penting. Lalu, tanpa alasan yang jelas, ia bertanya, "Apa seseorang bisa memilih Jiwa Bela Dirinya sendiri?"
Orang-orang tertawa ringan. "Kalau bisa, semua orang ingin punya Jiwa Pedang Naga atau Api Ungu! Sayangnya tidak bisa, Jiwa itu muncul sendiri saat kita menembus tahap ke-9 Pemurnian Tubuh."
Surya menyelesaikan makanannya dan pamit. Ia kembali ke pinggiran hutan, mencari tempat sepi di bawah pohon besar untuk duduk bersila. Ia menarik napas panjang, mencoba mengikuti teknik pernapasan dalam yang dulu diajarkan mendiang kakeknya. Ia memodifikasinya sedikit, menyesuaikan dengan pemahaman ilmiahnya—ritme, tekanan, aliran oksigen, dan perlambatan denyut jantung.
Seketika, panel Core Creation muncul di hadapannya, transparan, mengambang seperti ilusi.
[Kondisi tubuh stabil. Lingkungan energi positif.]
[Ingin mengaktifkan: Perbaikan Teknik Pernapasan Awal? Biaya: 1 Poin]
Surya terdiam, lalu mengangguk.
[Teknik Pernapasan: Pewarisan Kakek - Disesuaikan]
[Membentuk Teknik Baru: Pernapasan Inti Kosmik Lv.1]
Ia merasakan aliran hangat menyusuri saluran napasnya, seperti kabut tipis yang perlahan menyusup ke setiap rongga tubuhnya. Nafas pertamanya panjang dan dalam. Nafas kedua lebih padat. Nafas ketiga, tubuhnya mulai berkeringat. Nafas kesepuluh, ia mulai bisa merasakan sesuatu yang baru—seperti udara yang berat tapi menyatu dengan tubuhnya. Energi. Qi.
Beberapa jam berlalu dalam keheningan. Saat ia membuka mata, cahaya sore sudah menyentuh pucuk dedaunan. Panel Core Creation menyala lagi.
[Pemurnian Tubuh Lv.1 Tercapai]
Ia tersenyum. Cepat. Tapi tidak terlalu aneh. Jika sistem ini bisa menyesuaikan tekniknya sendiri dan mempercepat proses, maka satu bulan bukan waktu mustahil untuk menembus alam pertama.
"Kalau tekniknya bisa di-upgrade…" bisiknya, lalu memejamkan mata kembali. Ia tahu jalannya masih panjang, tapi satu langkah telah ia ambil. Dan dunia ini… mulai membuka rahasianya sedikit demi sedikit.
Tiga hari berlalu sejak Surya pertama kali menapaki jalan kultivasi. Ia memilih hidup tenang di pondok kecil yang ia bangun sendiri dari kayu-kayu ringan yang ditebang di pinggir hutan. Lokasinya tidak terlalu jauh dari desa, tapi cukup tersembunyi sehingga tak ada yang datang kecuali memang mencarinya. Setiap pagi, ia akan duduk bersila di bawah pohon besar, mengatur napas dengan Teknik Pernapasan Inti Kosmik yang terus diasah lewat panel Core Creation.
Poin yang ia dapatkan dari Core Creation bertambah perlahan setiap harinya.
[Poin Harian: 1 – Berdasarkan Alam: Pemurnian Tubuh Lv.1]
Jumlahnya memang kecil, tapi tetap berarti. Dengan setiap poin, ia memperkuat jalur energi di tubuhnya, memperhalus aliran qi, bahkan memperbaiki postur duduk dan teknik gerakannya. Hari demi hari, alam kecil dalam tubuhnya berkembang dengan stabil. Tubuhnya pun mulai berubah. Ototnya lebih padat, kulitnya lebih bersih, dan ia bisa mengangkat batang pohon besar hanya dengan dua tangan—sesuatu yang mustahil seminggu lalu.
Setiap malam, Surya menyalakan api unggun kecil, membaca ulang ingatan tentang teknik bela diri dasar yang diwariskan oleh kakeknya. Teknik itu sederhana, tapi dengan bantuan Core Creation, ia mampu menyempurnakannya, menjadikannya lebih selaras dengan struktur qi dunia ini.
[Teknik Gerakan Dasar: Langkah Harimau – Dioptimalkan]
[Langkah Harimau Lv.1 → Lv.3 – Kelincahan meningkat, stabilitas meningkat]
Tak hanya teknik pernapasan dan gerakan, Surya mulai meneliti gaya bertarung lokal dari para pemuda desa yang sering berlatih di lapangan terbuka. Mereka menggunakan tongkat, pedang kayu, dan tangan kosong. Gerakan mereka kasar tapi penuh semangat. Ia diam-diam meniru, merekam, lalu menggabungkannya dengan data di Core Creation.
[Gaya Bela Diri Lokal Teridentifikasi: Aliran Kaki Angin Selatan]
[Rekonstruksi dan Penyesuaian…]
[Teknik Baru Dibentuk: Tapak Angin Kosmik Lv.1]
Tiap kali teknik terbentuk, tubuhnya bereaksi. Tapak Angin Kosmik membuat langkahnya lebih ringan. Ia bisa bergerak cepat di antara pohon-pohon tanpa menimbulkan suara.
Dan tanpa disadari, dalam tiga minggu, ia telah mencapai tingkat ke-6 dari alam Pemurnian Tubuh. Makanan sehari-hari ia dapat dari berburu dan memancing. Ikan di sungai pegunungan, burung liar, buah hutan. Qi yang terkandung dalam makanan alami ikut mempercepat pemurniannya.
Malam ke-26, ketika hujan turun rintik-rintik dan kabut mulai turun dari puncak gunung, Surya duduk di depan pondok kayunya, menatap Core Creation yang memancarkan cahaya tenang.
[Pemurnian Tubuh Lv.9 Tercapai]
[Batas Alam Kecil Dicapai. Jiwa Bela Diri Dapat Dibangkitkan.]
Tubuh Surya seperti tersedot ke dalam kesadaran batinnya. Ia melayang di ruang gelap luas, seolah berada di tengah langit malam tanpa bintang. Lalu muncul sebuah cahaya kecil… berdenyut perlahan. Cahaya itu tumbuh, membesar, membentuk bola bercahaya seperti planet mungil yang berputar lambat. Di permukaannya, struktur aneh menyerupai antena, panel logam, dan jalur-jalur cahaya berpendar seperti sirkuit.
"Ini… Planet?" gumamnya. "Bukan… Ini seperti…"
Seketika suara dalam pikirannya bergema:
[Jiwa Bela Diri Terbangkitkan: Planet Pangkalan Teknologi Mini]
[Tipe: Jiwa Bela Diri Unik]
[Kemampuan Awal: 1. Analisis | 2. Gravitasi Mini]
Bersamaan dengan itu, planet mini itu melayang di belakang punggungnya dalam dunia nyata, hanya terlihat ketika ia mengaktifkannya. Aura teknologinya jelas berbeda dari semua Jiwa Bela Diri lain. Ini bukan binatang, senjata, atau elemen. Ini adalah sesuatu yang belum pernah ada.
Surya tersenyum kecil. Dunia ini telah memberikan peluang. Tapi ia juga telah membawa sesuatu dari dunianya. Dan sekarang, keduanya mulai menyatu. Dengan planet teknologi ini, ia bukan hanya seniman bela diri… ia adalah pionir. Satu langkah lagi menuju dunia yang tak bisa ia bayangkan sebelumnya.
Pagi berikutnya, dunia terasa berbeda. Udara terasa lebih ringan di paru-parunya, tanah di bawah kaki terasa lebih responsif, dan seolah-olah setiap gerakan tubuhnya kini diiringi oleh denyutan ritmis dari planet mini yang melayang samar di belakang punggungnya. Jiwa Bela Diri—Planet Pangkalan Teknologi Mini—memberinya rasa kehadiran baru, sebuah kepercayaan diri yang tenang dan terukur.
Saat Surya berjalan menyusuri sungai untuk mencari air, ia bereksperimen dengan kemampuan barunya. Ia mengaktifkan Analisis, dan dunia di sekitarnya langsung seperti dibedah oleh jaringan data.
[Objek: Batu Sungai] – Komposisi: 72% granit, 18% mineral, 10% unsur qi tingkat rendah]
[Objek: Ikan Perak Lompatan – Qi: sedang | Daging: bernutrisi tinggi | Tingkat bahaya: rendah]
"Ini... seperti alat scan," gumamnya. "Seolah aku bisa membaca informasi dunia secara langsung."
Ia mencoba kemampuan kedua—Gravitasi Mini—dan menargetkan sebuah batu besar di dekat sungai. Dalam sekejap, planet mini memancarkan gelombang samar dan batu seberat ratusan kilogram itu bergetar, lalu bergeser perlahan seperti ditarik oleh medan tak terlihat. Wajah Surya menyiratkan rasa tak percaya. Itu adalah kekuatan murni yang berasal dari pemahaman fisika dan energi, disulap menjadi bentuk kekuatan spiritual.
Tak jauh dari sana, seorang pemuda dari desa yang biasa berlatih bela diri tengah berlari panik ke arah hutan. Nafasnya tersengal dan wajahnya pucat. Surya yang menyadari keganjilan itu segera bergerak cepat memotong jalan, berkat Tapak Angin Kosmik yang membuat tubuhnya hampir tak menyentuh tanah.
"Ada apa?" tanya Surya setelah mendarat di hadapan pemuda itu.
"Mo… monster hutan! Seekor Monyet Merah Bermata Dua! Kami sedang berlatih, tiba-tiba muncul dari balik pohon besar dan menyerang!"
Surya tahu jenis binatang itu dari data yang pernah dipindai oleh Core Creation saat ia menelusuri hutan. Makhluk itu berada di puncak alam Pemurnian Darah. Jika yang diserangnya hanya murid-murid biasa yang belum membangkitkan Jiwa Bela Diri, maka keselamatan mereka dalam bahaya.
Tanpa ragu, Surya melesat ke dalam hutan. Jejak kaki dan ranting patah menuntunnya ke tempat kejadian. Ia melihat tiga pemuda tergolek di tanah, dua dari mereka luka parah. Di depan mereka, sesosok makhluk berbulu merah dengan dua bola mata besar berwarna kuning menyeringai sambil mengayunkan lengannya yang panjang dan berotot.
Tanpa suara, Surya memunculkan bayangan planet di belakang punggungnya. Aura Jiwa Bela Diri langsung membuat makhluk itu menoleh. Tapi sebelum si makhluk bergerak, Surya sudah maju selangkah.
"Tapak Angin Kosmik."
Kakinya menyentuh tanah dan tubuhnya menukik ke samping, memutar dan melompat di belakang Monyet Merah. Saat makhluk itu hendak berbalik, Surya mengaktifkan Gravitasi Mini pada kepalanya.
Seketika tubuh besar itu tertarik ke tanah, wajahnya mencium lumpur, tak bisa mengangkat kepalanya. Surya lalu menyalurkan qi ke tinjunya, mengalir melalui teknik warisan kakeknya, dan menghantam leher makhluk itu dari sisi.
"Pukulan Langit Kosmik."
Suara tulang retak terdengar. Monyet Merah menggelepar, lalu tak bergerak. Para pemuda menatap dengan mata membelalak. Mereka tak tahu siapa pria ini, tapi mereka tahu satu hal—dia kuat, dan tidak berasal dari desa mereka.
Surya menatap tubuh binatang itu dan mengaktifkan Analisis sekali lagi.
[Monyet Merah Bermata Dua – Mati | Inti Qi dapat diambil | Daging cocok untuk peningkatan fisik]
Ia menghela napas, lalu berbalik menatap para pemuda. "Kalian tak apa-apa?"
Mereka hanya bisa mengangguk.
"Bawa yang terluka kembali ke desa. Aku akan mengurus sisanya."
Setelah memastikan mereka pergi, Surya duduk di samping mayat makhluk itu, memandangi tangannya yang sedikit berdarah. Hatinya berdebar… tapi bukan karena takut. Melainkan karena ia mulai merasakan betapa nyatanya dunia ini. Dunia yang kejam, tapi memberi kesempatan.
Dan ia—Surya Jagat—telah mengambil langkah besar di atas jalan para seniman bela diri.