Bab 12 - Jejak Retakan
Langit masih kelabu saat Surya meninggalkan Lembah Bisu. Dua fragmen kini bersemayam dalam kesadarannya, berputar lambat seperti dua bintang gelap yang menunggu tersambung dalam garis takdir. Tak ada lagi penjaga. Tapi ia tahu, semakin banyak fragmen yang dikumpulkan, semakin besar pula perhatian yang akan ia tarik. Dunia ini memang luas, tapi rahasia di dalamnya lebih dalam dari yang terlihat.
Ia tidak segera kembali ke kota. Sebaliknya, ia memilih jalur memutar ke arah timur, menuju pegunungan Giri Langit. Bukan karena ada petunjuk pasti, melainkan karena sesuatu terasa mengganggu—seolah ada keretakan dalam aliran qi dunia. Saat ia bermeditasi malam sebelumnya, Core Creation miliknya merasakan adanya perubahan pola spiritual yang tak biasa di wilayah timur itu.
Retakan.
Mungkin kecil. Mungkin hanya sebagian. Tapi jika benar apa yang ia duga, maka itu bisa menjadi pintu bagi makhluk atau kekuatan yang tidak seharusnya ada di dunia ini.
---
Perjalanan menuju Giri Langit memakan waktu empat hari. Surya menggunakan waktu itu untuk menstabilkan tubuh dan mengolah energi dari dua fragmen yang ia miliki. Ia kini sudah di tahap ketujuh Pembentukan Gua, dan dengan bantuan Core Creation serta pasukan kecil yang terus memperluas pencarian sumber daya di area aman, ia hanya butuh sedikit dorongan lagi menuju tahap ke-8.
Namun bukan itu yang mengusiknya.
Di malam kelima, saat ia beristirahat di pinggir tebing, ia merasakan sesuatu yang ganjil. Sebuah energi samar, seperti gema dari dunia lain. Ia segera masuk ke Ruang Kendali Dimensi, dan memperluas jangkauan pemindaiannya. Planet kecil yang kini menjadi markas utamanya berputar pelan, cincin energinya bersinar samar, dan dari panel pengawasan, muncul tanda tak dikenal: celah tipis di dinding dunia, hanya beberapa ratus li dari tempat ia berada.
Seketika ia bergerak.
---
Celah itu berada di dalam gua tersembunyi, dilindungi formasi ilusi yang hanya bisa dilihat jika memahami pola qi bumi. Di dalamnya, tampak pusaran kecil seperti lubang cermin yang berputar lambat, memancarkan aura halus tapi menusuk.
"Retakan dunia…" Surya bergumam.
Dan sebelum ia sempat menganalisis lebih dalam, sebuah suara menggema dari balik celah.
"Kau bukan dari sini… Tapi aku mencium aroma yang sama seperti mereka."
Surya mundur setapak. Dari celah, muncul proyeksi samar—sosok berjubah hitam, wajahnya kabur oleh kabut dimensi. Tapi aura yang terpancar… jauh di atas Pembentukan Gua. Mungkin setingkat Penyatuan, atau lebih.
"Fragmen itu bukan milikmu," kata suara itu lagi. "Tapi kalau kau sudah memegangnya, maka kau bagian dari permainan ini."
Permainan?
Surya bersiap, tapi sosok itu tidak menyerang. Hanya menatap… atau mungkin menganalisis. Lalu ia menghilang.
Retakan pun menutup perlahan, seperti belum pernah ada.
Surya terdiam cukup lama, lalu masuk kembali ke ruang kendali. Ia tidak bisa meremehkan ini. Fragmen bukan sekadar sumber daya, melainkan bagian dari sesuatu yang jauh lebih tua dan lebih besar. Sesuatu yang bahkan mungkin berkaitan dengan dunia ini sendiri.
Saat ia kembali keluar, langit mulai cerah. Tapi bagi Surya, cahaya fajar bukan pertanda harapan… melainkan peringatan. Karena mulai saat ini, lawan-lawan yang akan ia hadapi bukan hanya manusia, sekte, atau binatang buas.
Tapi entitas dari balik dunia ini sendiri.
Surya tidak langsung kembali ke kota setelah menutup celah retakan. Ia memilih duduk bersila di atas batu besar, memandangi lembah di bawahnya yang perlahan disinari mentari pagi. Ada ketenangan yang tenang tapi semu, seperti wajah damai sebelum badai kembali mengamuk.
Fragmen di dalam tubuhnya masih memancarkan getaran halus, namun kini jauh lebih terkendali. Dengan bantuan Core Creation, Surya perlahan memahami bahwa fragmen-fragmen itu mungkin bukan hanya benda kuno… melainkan potongan dari struktur energi yang menyusun batas dunia. Sebuah kerangka dimensi yang retak, dan semakin banyak potongan yang ia kumpulkan, semakin jelas pula gambaran yang terbentuk.
"Aku harus tahu siapa mereka," gumamnya pelan. "Dan apa yang sebenarnya mereka kejar."
Ia kembali membuka Ruang Kendali Dimensi, masuk ke dalam dan menyusun ulang data yang berhasil dikumpulkan. Planet mini itu sekarang telah berkembang lebih jauh dari sebelumnya. Selain memiliki cincin energi dan zona pertahanan, ada satu tambahan ruang baru yang muncul pasca ia mencapai Pembentukan Gua tahap ke-7: Ruang Simulasi Pertarungan. Fitur ini belum sepenuhnya aktif, namun sudah bisa digunakan untuk menganalisis pola bertarung dari lawan yang pernah ia hadapi.
Ia menguji ulang proyeksi sosok berjubah hitam dari celah dimensi tadi. Meskipun hanya proyeksi, tekanan spiritual yang tercatat sangat besar. Kemungkinan itu adalah avatar jiwa dari seseorang atau… sesuatu yang belum teridentifikasi asalnya.
"Ada dua kemungkinan," katanya, berpikir keras. "Entah fragmen-fragmen ini adalah kunci, atau penjara. Dan aku sedang memungut kunci yang tak seharusnya ditemukan."
Ia memutuskan untuk turun gunung. Tapi tidak kembali ke Banyu Langit. Kali ini, ia bergerak ke arah barat laut, ke sebuah kota dagang bernama Watu Belang, terkenal sebagai tempat lalu lintas informasi dan artefak langka.
Perjalanan memakan waktu tujuh hari, sebagian karena ia memilih jalan memutar dan menyamarkan keberadaannya. Selama perjalanan, ia tetap berlatih, memadatkan qi, menstabilkan tubuhnya, dan membuat langkah pertama untuk menuju Pembentukan Gua tahap 8. Semakin dekat ia ke batas dunia, semakin ia butuh kekuatan untuk menahan apa pun yang mengintai dari balik sana.
Setibanya di Watu Belang, ia menyewa kamar kecil di sebuah penginapan sederhana. Tidak menonjol, tidak mencolok. Tapi dari tempat itulah ia mulai menelusuri jejak informasi—tentang sekte gelap, perburuan fragmen, dan nama-nama besar yang disebut-sebut telah "menghilang" dalam perburuan kekuatan yang tidak tercatat sejarah.
Dan di malam ketiga, salah satu mata-mata bayaran yang ia tugaskan mengirimkan kabar penting:
> "Ada satu sekte di utara, di balik hutan salju, bernama Puncak Kabut Hitam. Mereka disebut-sebut menemukan artefak dari langit. Tapi siapapun yang bicara terlalu banyak, tak pernah muncul lagi."
Surya menatap pesan itu lama. Lalu mengaktifkan panel dalam ruang kendalinya. Titik koordinat sekte itu dimasukkan ke dalam peta planet mininya.
Ia tahu, langkah berikutnya akan berbahaya. Tapi ia juga tahu, jika ingin mencapai alam Kenaikan, atau bahkan melampauinya, maka ia harus terus bergerak. Dunia ini tidak pernah ramah bagi yang diam.
Ia berdiri, dan untuk pertama kalinya sejak lama… ia tersenyum tipis.
"Baiklah... Puncak Kabut Hitam, mari kita lihat apa yang kalian sembunyikan."
Surya berangkat saat fajar baru menyentuh atap-atap kota Watu Belang. Kabut tipis mengambang rendah di jalan-jalan sempit, sementara suara pedagang mulai terdengar dari kejauhan. Ia tak lagi membawa beban kecuali satu: kepastian bahwa apa pun yang disembunyikan oleh Puncak Kabut Hitam, ia akan mengungkapnya—meski harus mengorbankan kenyamanan yang baru sebentar ia nikmati.
Perjalanan menuju utara bukan perkara mudah. Hutan salju yang disebutkan dalam informasi tak hanya dingin dan penuh kabut tebal, tetapi juga dikenal menyimpan binatang buas yang telah menelan ratusan nyawa petualang. Bahkan dalam beberapa gulungan sejarah, daerah itu disebut sebagai batas alam antara manusia dan "makhluk yang tertinggal dari zaman lampau."
Namun Surya telah memasuki Pembentukan Gua tahap 8, tubuh dan jiwanya telah ditempa cukup kuat untuk bertahan dari tekanan spiritual yang menghantui daerah-daerah berbahaya. Dengan Core Creation, ia bisa menyerap energi alam sekitar perlahan tapi pasti, menjaga kekuatannya tetap stabil sepanjang perjalanan.
Di tengah hutan beku, ia merasakan gangguan.
Sebuah fluktuasi Qi yang tidak biasa. Tidak liar seperti binatang buas, tapi juga tidak teratur seperti manusia biasa. Surya menghentikan langkah, lalu melepaskan satu unit Prajurit Mini dari dalam ruang kendali.
Pasukan kecil itu meluncur diam-diam, hanya untuk kembali beberapa saat kemudian dengan data visual: sosok berjubah biru tua dengan simbol spiral merah di dada—simbol yang sama yang dilihatnya saat menyerang celah dimensi.
Surya tidak langsung menyerang. Ia menunggu. Dan benar saja, dalam waktu singkat, dua sosok lain muncul dari arah berlawanan. Ketiganya membentuk segitiga, seolah berjaga di sekitar titik tertentu.
"Formasi penjaga… Mereka sedang melindungi sesuatu," Surya menyimpulkan.
Ia mengaktifkan Armor Tempur, tak sepenuhnya muncul, tapi cukup untuk menahan kemungkinan serangan mendadak. Tubuhnya kini lebih ringan, reaksi lebih cepat, dan Qi-nya tersalurkan lebih efisien ke titik vital.
Mengendap hingga jarak pandang cukup jelas, Surya akhirnya melihatnya—sebuah monolit kristal hitam berdiri tegak di tengah lingkaran batu. Tak sebesar fragmen yang ia simpan, tapi aura yang dipancarkan… bahkan lebih pekat.
"Sumbernya di sini," pikir Surya.
Tanpa suara, ia melepaskan satu proyeksi dari Ruang Kendali Dimensi, menyerang dari atas untuk menarik perhatian. Seperti yang diharapkan, tiga penjaga langsung terpecah dan membentuk formasi bertahan. Namun sebelum mereka bisa bereaksi lebih jauh, tubuh Surya telah menyatu dengan bayangan, muncul di sisi lain dan meraih monolit itu.
Namun saat tangannya menyentuh kristal, dunia seakan runtuh sesaat.
Gema suara asing bergema dalam pikirannya, berat dan dalam:
> "Kau bukan pemilik kami. Tapi... kau membawa Cahaya Asing. Maka, satu dari kami akan mengikutimu… hingga waktumu habis."
Suara itu menghilang seperti kabut dihembus angin. Kristal lenyap, tergantikan oleh pecahan kecil yang masuk ke dada Surya, menyatu dengan fragmen yang telah ada sebelumnya.
Tubuh Surya bergetar, bukan karena luka, tapi karena resonansi energi yang baru. Jiwa Bela Diri-nya berpendar, dan Planet Mini-nya bereaksi dengan gelombang panjang: sebuah wilayah baru mulai terbuka di permukaannya. Entah apa fungsinya, tapi jelas kekuatannya bertambah satu tingkat lagi.
Musuh? Mereka menyadari bahwa Surya bukan orang biasa. Salah satu dari mereka bahkan mengaktifkan Jiwa Bela Diri miliknya—seekor ular bermata tiga, melilit tombak merah darah. Aura kematian memancar dari makhluk itu.
Surya tidak ragu. Dalam sekejap, proyeksi Planet Mini muncul di belakangnya, dan dari dalamnya, deretan prajurit serta pesawat tempur meluncur keluar—tak membawa kehancuran, tapi cukup untuk mematahkan semangat.
Pertempuran berlangsung cepat. Ketiganya kuat, setara dengan Pembentukan Gua tahap 9, tapi mereka tidak memiliki ruang kendali, tidak punya pasukan cadangan, dan—yang terpenting—mereka tidak memiliki keunikan seperti Surya.
Akhirnya, hanya satu yang bertahan cukup lama untuk bicara:
> "Kau akan… menyesal. Itu bukan kekuatan yang bisa dikendalikan sembarangan… Dunia akan… menolakmu…"
Lalu ia jatuh, tak bernyawa.
Surya berdiri lama di antara salju yang mulai mencair. Dalam hatinya, tak ada kebanggaan. Hanya satu tekad:
Menjadi cukup kuat untuk tak perlu melawan… hanya dengan hadir, dunia harus gentar.
---
Langkah kaki Surya membelah kabut pagi yang pekat. Hutan salju yang membentang di hadapannya bukan sekadar jalur biasa—di sinilah benang yang mengaitkan semua konflik mulai terlihat ujungnya. Meski ia telah menyingkirkan pemimpin dari bayang-bayang, perasaan bahwa masih ada dalang yang mengatur segalanya terus menghantui. Dan semua petunjuk mengarah ke utara, tempat reruntuhan kuno yang dikenal dengan nama Puncak Kabut Hitam.
Tiga hari perjalanan tak membuatnya goyah. Tubuhnya telah berada di alam Pembentukan Gua tahap 8, satu langkah lagi menuju tahap akhir dari fondasi kekuatan sejati. Selama perjalanan, Core Creation bekerja perlahan, menstabilkan energinya dan membuat setiap detik terasa produktif. Tak perlu duduk diam bermeditasi selama berminggu-minggu seperti para seniman bela diri lain—Surya bisa terus berjalan, terus tumbuh.
Ketika melewati celah sempit di antara dua tebing, hawa dingin tiba-tiba berubah. Bukan hanya dingin fisik, tapi dingin dari keheningan spiritual. Surya menghentikan langkah. Di kejauhan, tiga sosok berjubah tampak berjaga. Masing-masing berdiri mengelilingi batu kristal hitam sebesar meja persembahan. Aura yang terpancar dari batu itu sangat mirip dengan pecahan kristal gelap yang pernah ditemukan musuh di desa dulu.
Ia tidak langsung maju. Prajurit mini dilepaskan diam-diam untuk mengamati, lalu ditarik kembali saat semua posisi musuh telah dipetakan. Setelah semua data terkumpul, Surya menyusun rencana. Dia tahu, menyerang secara frontal bukan pilihan bijak.
Pelan-pelan, ia mengaktifkan Armor Tempur, lalu melepaskan proyeksi Planet Mini dari balik dimensi. Gelombang kecil melepaskan segerombolan drone pengalih perhatian dari atas langit. Ledakan kecil memecah keheningan.
Seperti yang diharapkan, ketiga penjaga langsung bergerak, membentuk formasi pertahanan berbentuk trisula. Saat fokus mereka teralihkan, Surya menyelinap di sisi belakang dan menyentuh permukaan kristal itu.
Begitu jarinya menyentuh permukaan hitam itu, dunia seperti terhenti.
"Kau... bukan pemilik kami," terdengar suara dalam kepalanya, berat dan dingin. "Tapi kau membawa Cahaya Asing... Maka satu dari kami akan mengikutimu... hingga waktumu habis."
Kristal itu tak pecah, tapi justru larut menjadi aliran energi yang masuk ke dada Surya, menyatu dengan inti jiwa bela dirinya. Dalam sekejap, Planet Mini di dalam proyeksinya mulai bergetar. Sebuah transformasi terjadi—dari yang sebelumnya sebesar rumah pribadi, kini tubuh planet itu diperbesar tiga kali lipat, lengkap dengan cincin energi yang mengelilinginya seperti planet gas raksasa.
Di saat bersamaan, sistem dalam ruang kendali terbuka. Kemampuan ke-6 pun muncul: Armor Tempur Tempur versi evolusi—sebuah sistem pelindung dan peningkat kekuatan berbasis proyeksi tempur jarak dekat dan jauh, terkoneksi langsung dengan pusat kendali jiwa bela diri.
Namun, transformasi itu tak luput dari perhatian musuh.
Salah satu penjaga mengerang, lalu memanggil Jiwa Bela Diri-nya. Seekor Macan bersayap dua, bermata merah dengan tubuh diselimuti nyala api ungu, muncul di belakangnya. "Itu Jiwa Bela Diri elemen dan binatang yang telah bersatu… sangat langka," bisik Surya.
Penjaga lainnya memanggil Jiwa berbentuk Tombak Emas Raksasa, memanjang sampai menyentuh langit. Getaran tajamnya bahkan membuat udara seolah terbelah. Ketiganya kini memandang Surya dengan campur aduk: marah, kagum, dan takut.
Namun saat Planet Mini milik Surya termanifestasi secara penuh di balik punggungnya, semua ekspresi mereka berubah menjadi terkejut. Mereka bisa merasakan… energi aneh dari proyeksi itu. Energi yang tidak sepenuhnya berasal dari dunia ini.
"Apa itu…" ucap salah satu dari mereka. "Energinya seperti… bukan dari dimensi ini…"
Surya tidak memberi waktu untuk berpikir. Pasukan dari planet mini meluncur, diikuti oleh dua pesawat tempur miniatur yang menembakkan jalur ledakan melingkar. Dalam waktu singkat, dua penjaga jatuh. Yang tersisa hanya si pemanggil tombak emas.
Mereka bertarung sengit. Tombak itu seperti hidup, menyerang dengan kecepatan dan ketepatan yang luar biasa. Tapi Surya tetap tenang. Ia menahan, menunggu… hingga celah terbuka.
Dengan satu gerakan, ia menggunakan Armor Tempur, mempercepat gerak dan meningkatkan serangan. Pukulan telak menghantam dada penjaga terakhir itu, menghancurkan perlindungan Qi-nya.
Sebelum tewas, lelaki itu sempat berkata, "Fragmen itu… bukan hanya kunci… tapi juga pintu…"
Lalu ia terdiam. Tubuhnya membeku dalam salju yang perlahan mencair.
Surya menarik napas dalam-dalam. Energi dari pertarungan itu telah cukup membawanya melangkah ke batas baru—ia duduk sejenak, lalu menstabilkan pernapasan. Suara dalam ruang kendali mengkonfirmasi:
"Tingkat Pembentukan Gua tahap 9 tercapai."
Langkah berikutnya adalah alam Gua Bumi, awal dari penyatuan jiwa dan bumi itu sendiri. Namun sebelum itu, Surya menatap jauh ke utara, ke arah pegunungan berkabut yang menyimpan jawaban dari semua pertanyaannya.
Fragmen. Pintu. Cahaya asing. Dan dunia yang belum siap menerimanya.
Petualangan Surya baru saja dimulai.