Bab 2 – Bisik dalam Diam:
Hening menyelimuti ruang bawah tanah tempat Bhima membawa Odo. Tidak ada siapa pun kecuali mereka berdua. Dindingnya dingin, remang, dan hanya diterangi lampu gantung kecil yang berayun pelan. Tempat ini dulunya digunakan untuk pelatihan simulasi. Sekarang, jadi ruang isolasi sementara—khusus untuk Odo.
Bhima berdiri di depan Odo yang duduk di kursi logam dengan borgol pelindung di tangannya. Walau tak diaktifkan sepenuhnya, perangkat itu cukup untuk menghentikan ledakan energi mendadak.
"Aku tahu ini bukan salahmu," kata Bhima, suaranya tenang. "Tapi aku juga tahu kita nggak bisa ambil risiko. Bahkan sama teman sendiri."
Odo menunduk. "Aku ngerti… cuma… ini aneh, Bhim. Aku ngerasa kayak aku bukan diriku sendiri."
"Kau denger suara-suara?" Bhima bertanya.
"Cuma satu suara," jawab Odo. "Dia nggak maksa, dia cuma… ngomong. Awalnya pelan, sekarang makin jelas. Kayak dia tinggal di kepalaku."
Bhima mengepalkan tangan. "Apa dia pernah nyuruhmu ngelakuin sesuatu?"
"Belum. Tapi aku ngerasa kayak dia nunggu sesuatu."
Bhima mengangguk pelan, lalu menyalakan perekam suara kecil di tangannya. "Aku harus catat semua ini. Kita bakal cari tau siapa atau apa itu."
Sementara itu, di sisi lain markas, Elara dan Rere sedang membuka sistem SubRosa lewat perangkat utama. Data pengunjung terakhir, riwayat energi, hingga log pertarungan terakhir Odo mereka telaah satu per satu.
"Ini aneh," gumam Elara. "Ada celah dalam sistem SubRosa saat Odo bertarung. Energi eksternal sempat masuk… tapi nggak lewat jalur biasa."
"Jadi itu semacam sinyal manipulasi?" tanya Rere.
"Bisa jadi. Tapi ini bukan sekadar manipulasi. Ini kayak ada yang menanamkan 'sesuatu' ke dalam tubuh Odo. Entah itu pikiran, atau…"
Rere menatap Elara. "Atau sesuatu yang lebih buruk?"
Elara tidak menjawab. Ia hanya mengetik lebih cepat, wajahnya mulai tegang.
Kembali ke ruang bawah tanah, Odo tiba-tiba menggigil. Seolah ada udara dingin menelusup tulangnya. Dan saat ia menatap pantulan dirinya di lantai logam…
…dia melihat matanya berubah menjadi biru pekat, lalu kembali ke semula.
Dan untuk pertama kalinya… suara di kepalanya menyapanya langsung.
"Sudah dekat, Odo. Kau akan mengerti segalanya… ketika waktunya tiba."