[BAB 1] Retakan Dalam Damai

Bab 1 – Retakan Dalam Damai

Mentari Kota kembali bersinar seperti biasa. Langitnya cerah, langit biru membentang dengan awan-awan tipis bergulung lembut. Tapi bagi Pelita Fellows, hari itu bukan hari biasa. Setelah konflik besar di Volume 2, mereka seakan diberi waktu bernapas, tapi keheningan ini terasa mencurigakan.

Bhima berdiri di depan papan strategi yang mereka pasang di markas kecil mereka. Tangannya menyentuh satu per satu foto dan catatan yang tertempel rapi.

"Ada yang nggak beres," gumamnya pelan.

"Lho? Bukannya semua musuh udah dipukul mundur?" tanya Ryan sambil memakan keripik dari bungkus besar. "Kita udah menang kan? Mungkin kita harus—uh… liburan?"

"Ini bukan waktunya liburan, Ry," kata Elara dingin dari pojok ruangan, membaca dokumen. "Ada sesuatu yang sedang disembunyikan. Dirgantara terlalu… sepi. Mereka bukan tipe yang menyerah begitu saja."

Amara menoleh, duduk di sebelah Solara. "Aku juga ngerasa begitu. Ada aura aneh di sekolah. Kayak… banyak mata yang ngelihatin kita."

Solara mengangguk pelan, "Dan tadi malam, aku nemu satu kode aneh di sistem pelacakan SubRosa. Sepertinya… ada penyusup."

Semua terdiam. Odo baru masuk ke ruangan, wajahnya datar. Tidak ada candaan khasnya, tidak ada tawa. Dia hanya melirik sekilas ke arah mereka, lalu berjalan ke sudut ruangan dan duduk. Bhima memperhatikannya dengan seksama.

"Kau kenapa, Do?" tanya Bhima.

Odo tidak menjawab. Hanya menatap ke luar jendela.

"Dia begitu sejak pagi," bisik Armand. "Sejak kita pulang dari penyerbuan terakhir. Dia… kayak bukan Odo."

"Dia mungkin butuh waktu," ucap Rere. "Kita semua kena dampaknya."

Namun di balik semua itu, satu hal yang tak mereka ketahui adalah: Odo telah terpapar sesuatu — semacam "kode mental" yang diam-diam ditanamkan oleh seseorang saat pertempuran terakhir. Sesuatu yang perlahan merusak kendali dirinya.

Suasana di markas semakin berat. Bahkan suara Ryan yang biasanya ramai pun mulai pelan. Odo masih belum berkata apa-apa, pandangannya kosong, tetapi sorot matanya tak bisa dibilang biasa. Bhima mendekatinya perlahan.

"Odo," panggil Bhima dengan nada rendah. "Kalau ada yang kau pendam, lebih baik bicara. Jangan bikin kami nebak-nebak."

Odo akhirnya menoleh. Senyum samar muncul di wajahnya, tapi bukan senyum biasanya. Bukan senyum Odo yang ceria atau konyol.

"Aku baik-baik saja, Bhim," katanya pelan. "Hanya lelah."

"Tapi biasanya kau tetap bisa ketawa walau habis dihajar dua jam," komentar Solara. "Sekarang kau bahkan nggak balas ledekanku."

Amara berdiri dan berjalan mendekat. "Odo… kita ini tim, tau? Kalau ada apa-apa, kita bisa bantu."

Namun saat ia menyentuh bahu Odo, seberkas kilatan biru muncul di mata Odo—sangat cepat, tapi cukup terlihat. Seketika tubuh Amara terpental pelan mundur seolah terdorong energi tak kasat mata. Semua langsung siaga.

"Odo!" seru Bhima, setengah berteriak. Tapi Odo terlihat bingung sendiri, menatap tangannya seolah tak percaya.

"A-aku… aku nggak tahu kenapa itu terjadi," ucapnya terbata.

Elara langsung bergerak, berdiri di antara Odo dan yang lain. "Kau terkena sesuatu," katanya tajam. "Apa yang terjadi padamu sejak pertarungan terakhir?"

Odo menggertakkan giginya. Ia mencoba mengingat. "Saat aku mengejar pria bertopeng itu… ada suara di kepalaku. Tapi aku pikir itu cuma ilusi. Lalu... segalanya jadi kabur."

Bhima menarik napas dalam. "Kita harus periksa kau."

"Kau mencurigai aku?" tanya Odo, nada suaranya mulai berubah. Sejenak, hawa di ruangan seperti bergetar.

"Kita mencurigai apa yang mungkin terjadi padamu," jawab Bhima tegas. "Bukan dirimu."

Rere akhirnya angkat bicara. "Kita harus cek ulang sistem SubRosa. Mungkin ada jejak dari apapun yang menyebabkan ini."

Solara mengangguk. "Aku dan Armand bisa urus itu. Kalian awasi Odo. Jangan sampai dia sendirian."

Bhima mengangguk dan menatap mata Odo dalam-dalam. "Kita nggak akan ninggalin kau. Tapi tolong, jangan sembunyikan apapun lagi dari kami."

Di luar ruangan, langit perlahan berubah mendung. Seolah memberi isyarat bahwa badai baru tengah terbentuk — dan kali ini, badai itu ada di dalam rumah mereka sendiri.

Di sisi lain kota, di sebuah ruangan gelap, seseorang duduk menatap layar.

"Proyek 'Ace yang Terkunci' telah aktif," kata suara itu. "Waktunya menumbangkan Pelita dari dalam."

Gambar Odo muncul di layar.