Hari itu, tengah kota lebih ramai dari biasanya. Pedagang-pedagang teriak antusias sambil menjajakan dagangan mereka. Wajar saja, semua orang baru saja terima gaji—sistem yang aneh, karena cuma terjadi empat tahun sekali. Tapi ya, mau gimana lagi? Toh, ini menguntungkan... terutama buatku. (senyum jahat)
Gelandangan sepertiku jelas nggak pernah dapet gaji. Tapi aku cukup cerdas buat tahu kapan harus bergerak. Waktu kayak gini, tinggal cari stan makanan paling ramai... dan sisanya tinggal pakai sedikit "keahlian."
Untungnya, yang ramai itu biasanya stan makanan. Perutku makin semangat.
“Krung-krunggg...” gumamku sambil memegangi perut. Sial, suara itu terlalu keras.
"Hei! Mana kembalianku?! Aku udah nunggu lama!" teriak seseorang.
Aku mendekat, pura-pura nggak tahu apa-apa.
“Maaf Pak, maksud anda... kembalian yang mana ya?”
Orang-orang mulai memperhatikan. Aku suka suasana seperti ini.
“Jangan ikut campur, Nak! Aku cuma nuntut kembalian dari uang belanjaku!”
“Kalau begitu, mana belanjaan Anda, Pak?”
“I-itu... istri saya... dia yang bawa...”
Suaranya mulai goyah. Aku mendekat, sedikit mengintimidasi.
“Nada bicara Anda berubah. Tadi yakin banget, sekarang malah ragu. Jangan-jangan... Anda nggak belanja sama sekali, ya?”
Dia langsung kabur. Sialan, aku bahkan belum pakai trik terbaikku.
“Terima kasih, Nak! Kau bantu banget,” kata si pedagang sambil membungkus sesuatu.
“Ah, bukan apa-apa, Pak. Saya cuma benci lihat orang curang.”
“Ambil ini, anggap saja sebagai ucapan terima kasih.”
“Wah... ya sudah, saya terima, Pak. Terima kasih.”
Yes! Aku berhasil!
Jantungku masih berdegup. Padahal kelihatannya aku tenang, sebenarnya aku deg-degan setengah mati. Biasanya aku lebih siap, tapi tadi itu dadakan banget. Tapi hei, justru itu yang bikin seru.
Baru saja aku melengos pergi, tiba-tiba... tap!
Seseorang menepuk pundakku. Refleks, aku menghindar.
“Hahaha! Refleksmu bagus juga!” katanya.
Dia... Cray. Kesatria terkenal sekaligus ketua party Rank-A paling top di guild barat.
Sial. Ini bukan orang yang ingin kuajak bicara.
“Oh... Anda Cray? Sebuah kehormatan bertemu. Ada yang bisa saya bantu?”
“Sudahlah, jangan basa-basi. Aku lihat semuanya. Gila! Cara kau manfaatin situasi itu... jenius!”
Dia tahu?! Aku harus segera mengalihkan ini.
“Saya nggak paham maksud Anda...”
“Aku tahu itu trik. Bahkan bisa dibilang... pencurian. Dan dengan posisiku, aku bisa menjebloskanmu ke penjara kapan saja.”
Tersenyum dia. Nyebelin banget.
Aku mendengus. “Lalu, apa yang Anda inginkan?”
“Simple. Masuk ke party-ku. Kita bakal kalahin Raja Iblis bareng.”
“Serius? Saya ini cuma gelandangan. Nggak punya skill tempur, sihir, atau apapun yang berguna.”
“Justru itu. Kamu punya skill yang lain. Jadi, kamu mau?”
Tawaran kayak gini harusnya punya dua jawaban. Tapi dalam kondisiku sekarang? Hanya satu:
“Saya setuju... tapi saya minta gaji tetap dan bagian dari loot tiap raid.”
Dia tertawa. “Kau berani juga ya!”
Aku cuma bisa pasang muka datar. Aku harap dia nolak, biar aku bisa pergi.
“Hmmm... Oke. Kau dapat gaji sesuai standar guild, tapi bagian loot cuma 1%.”
Sial. Aku lupa nyebut angkanya! Blunder banget!
“Sepakat... Tapi jangan harap banyak. Saya beneran nggak punya kemampuan spesial.”
Dia menjabat tanganku. “Hahaha! Kau akan jadi penasihat!”
“...Ha?”
“Mari kita pergi ke guild. Kau harus ketemu yang lainnya.”
Dan begitulah... aku yang cuma gelandangan, tiba-tiba jadi ‘penasihat’ party Rank-A.
Entah ini keberuntungan... atau awal dari petaka.