Bab 1 – Awal dari Retakan Dunia
Langit Noru tampak kelabu pagi itu. Awan menggantung rendah seolah ikut merasakan tekanan yang menyelimuti kota di wilayah Timur itu. Kota yang dulu damai kini telah berubah menjadi basis utama Fraksi Freedom, sebuah fraksi yang berdiri di atas semangat kebebasan dan keadilan bagi kaum tertindas. Di antara bangunan menjulang dan kendaraan udara yang melintas pelan, seorang remaja tampak berjalan menyusuri jalanan sempit. Bajunya kusut, matanya kosong, dan tubuhnya tampak kurus karena sering melewatkan makan.
Dia adalah Isal Moira, remaja berusia 17 tahun yang baru saja kehilangan segalanya. Dikeluarkan dari sekolah karena kasus perundungan yang tak pernah ditangani dengan adil, dan ditinggalkan oleh keluarga yang tak pernah benar-benar memahaminya. Dunia telah terlalu kejam padanya, namun ia tetap bertahan—meski dalam diam.
Isal menatap ke langit sejenak, lalu melanjutkan langkahnya menuju tempat ia biasa menghabiskan waktu: atap gedung tua yang nyaris rubuh. Dari sana, ia bisa melihat sebagian besar kota Noru. Gedung-gedung dengan antena energi Gaia Core bersinar biru lembut, menunjukkan bahwa energi itu masih mengalir kuat dari dalam bumi.
Namun hari itu berbeda.
Sebuah kendaraan hitam berhenti di bawah gedung. Dari dalamnya keluar seseorang. Wanita tinggi dengan rambut panjang hitam keunguan, mengenakan pakaian serba hitam dengan detail merah darah di ujung jubahnya. Matanya tajam—berbahaya dan misterius—namun dalam sorotnya tersimpan sesuatu yang... tak bisa dijelaskan.
Dia adalah Lumi, anggota senior dari Fraksi Zero. Fraksi yang menolak keberadaan Gaia Core dan berusaha menghancurkan semua bentuk kemajuan teknologi. Fraksi yang dipercaya sebagai ancaman terbesar oleh dua fraksi lainnya.
Lumi melangkah pelan menaiki tangga gedung tua itu. Setiap langkahnya terdengar lembut, namun mengandung tekanan yang membuat udara di sekitarnya terasa lebih berat. Saat ia mencapai puncak, ia menemukan Isal duduk di tepi bangunan, memandangi langit dengan tatapan kosong.
"Isal Moira," katanya, suaranya dalam namun menenangkan, seperti bisikan malam yang membawa mimpi buruk dan harapan sekaligus.
Isal menoleh perlahan. "Siapa kau...?"
"Seseorang yang tertarik padamu."
Isal menyipitkan mata, bingung. "Apa kau dari Freedom?"
Lumi tersenyum miring. "Tidak juga. Tapi aku mengenal mereka… dan aku mengenal potensi dalam dirimu."
"Aku bukan siapa-siapa," ujar Isal lirih. "Aku cuma pecundang yang tak berguna."
Lumi berjalan mendekat, lalu jongkok di hadapannya. "Kau tahu kenapa Gaia Core hanya memberi kekuatan pada orang tertentu? Karena tidak semua orang cukup hancur untuk mampu membentuk dunia baru dari reruntuhan. Kau… adalah salah satu dari mereka."
Isal menatap mata Lumi. Untuk sesaat, ia merasa seperti ditelan oleh malam. Ada kedalaman dalam tatapannya yang tak bisa diukur oleh logika.
"Kenapa aku?"
"Karena kau masih bertahan. Meski dunia mencoba menghancurkanmu. Dan itu adalah kekuatan sejati."
Lumi berdiri, mengulurkan tangannya. "Ikut denganku. Fraksi Zero bisa memberimu tempat. Atau… jika kau lebih memilih kebebasan dan perjuangan, aku juga bisa mengantarkanmu ke Fraksi Freedom."
Isal terdiam. "Kenapa kau menawarkan dua pilihan? Bukankah kau dari Fraksi Zero?"
"Aku tidak peduli pada fraksi," jawab Lumi datar. "Aku hanya peduli pada orang-orang seperti kita. Yang remuk… namun tidak mati."
Isal menatap tangan Lumi. Dunia di sekitarnya seakan membeku. Angin berhenti berhembus, dan untuk sesaat waktu seolah menanti keputusannya.
Di benaknya muncul bayangan—masa lalu kelam, rasa sakit, dan keinginan untuk berubah. Tapi juga kebingungan, karena baginya dunia kini abu-abu, tanpa jawaban pasti.
"Aku… butuh waktu."
Lumi menarik kembali tangannya dan tersenyum. "Baiklah. Tapi cepatlah. Dunia tak akan menunggumu. Dan jika kau lambat… maka dunia akan menghancurkanmu lebih dulu."
Kemudian, seperti bayangan malam, Lumi menghilang turun dari atap, meninggalkan aroma samar seperti embun bercampur api.
Isal menatap ke langit sekali lagi. Awan masih kelabu. Tapi entah kenapa, dalam hati kecilnya… mulai terasa percikan api kecil. Sebuah panggilan. Sebuah awal.
Dan perang... telah dimulai.