Bab 2: Bayangan dan Pilihan
---
Langit Noru masih kelabu saat Isal membuka matanya. Kota di wilayah timur itu tak pernah benar-benar terang, seolah cahaya pun ragu menyentuh tempat yang dipenuhi bekas luka perang dan revolusi.
Beberapa hari telah berlalu sejak Lumi membawanya ke markas Fraksi Freedom—dan hingga kini, Isal belum sepenuhnya mengerti… kenapa dia. Kenapa seseorang seperti dia direkrut oleh wanita seperti itu.
Hari ini, markas kecil yang tersembunyi di antara reruntuhan industri sepi dari suara ledakan pelatihan. Isal berjalan pelan ke lapangan belakang. Di sana, hanya ada satu hal yang tak pernah berhenti: keraguannya.
Ia memejamkan mata, mengingat kata-kata Lumi…
> "Kau punya sesuatu yang menarik. Sesuatu yang bahkan mereka di sini belum sadari. Tapi cepat atau lambat… itu akan muncul."
Tangan Isal mengepal.
Dan saat itu juga, terdengar suara dingin dari belakang.
"Kau lagi. Anak bawang yang dibawa wanita aneh itu."
Seorang anggota senior Fraksi Freedom berdiri di ujung lapangan. Namanya Seln. Matanya tajam, bibirnya selalu mengerut seakan semua orang di bawahnya adalah sampah.
"Apa kau pikir cuma karena dia yang membawamu, kau bisa dianggap bagian dari kami? Freedom bukan tempat main-main."
Isal menunduk. Bukan karena takut—tapi karena ia sedang berusaha meredam sesuatu dalam dirinya.
Namun…
"Kau bahkan belum tahu cara bertarung. Hanya tahu sembunyi di balik wanita itu."
Dor.
Kata-kata itu menusuk lebih dalam daripada peluru.
Dan di detik berikutnya… itu terjadi.
Percikan pertama.
Listrik kecil menyambar tanah di sekitar kaki Isal. Tubuhnya sedikit bergetar, dan matanya melebar dalam keterkejutan. Tangan kanannya mengeluarkan arus biru keunguan—tak terkendali, liar, seperti amarah yang selama ini terkubur.
Seln mundur satu langkah. “Apa—?!”
Namun sebelum siapa pun bisa bertindak, kekuatan itu meledak kecil—menciptakan gelombang kejut yang mendorong Isal ke belakang. Tubuhnya limbung, pandangannya kabur.
Darah mengalir dari mata kirinya.
"A-Aku… tidak bisa melihat…" gumam Isal, lututnya jatuh ke tanah.
---
Beberapa jam kemudian…
Isal terbangun di ruangan gelap. Ada satu cahaya—dan seseorang duduk di sisi ranjang.
“Kau akhirnya sadar.”
Itu Lumi.
Ia menyentuh kening Isal, seolah sedang mengecek suhunya. Namun lebih dari itu—sentuhannya terasa… nyata. Hangat. Meski tubuhnya dingin seperti bayangan.
“Kau membangkitkannya. Volt Anima.”
Isal menoleh pelan. Satu matanya masih buram.
“Aku hampir membunuh orang, Lumi…”
“Dan dia hampir membunuh jiwamu dengan kata-katanya.” jawab Lumi dengan nada datar namun menusuk. “Kekuatanmu bukan hadiah. Ini kutukan. Tapi bukan kutukan yang mematikan… kecuali kalau kau menyangkalnya.”
Diam.
“Kalau kau ingin bertahan di tempat ini, kau harus mengenali luka yang sudah kau miliki sebelum kekuatan itu muncul. Volt Anima tidak lahir dari kehendak… ia lahir dari rasa sakit.”
Isal menarik napas dalam. Luka di tubuhnya bisa sembuh. Tapi yang di dalam—yang membuat darah keluar dari matanya setiap kali ia menggunakan kekuatannya—itu akan terus tinggal.
---
Sore harinya, ia berjalan keluar. Beberapa anggota menatapnya dengan ketakutan. Tapi ada satu orang—seorang teknisi—yang memberinya catatan kecil.
> "Ada anomali saat kau menggunakan kekuatanmu. Gaia Core meresponsmu. Tapi… itu bukan seperti yang biasanya. Kau… berbeda."
Isal menggenggam catatan itu.
Di kejauhan, Lumi berdiri di bawah bayangan menara tua. Angin meniup rambutnya pelan.
“Sudah mulai terasa, kan?” bisiknya saat Isal mendekat. “Kau sedang berjalan menuju pilihan yang tidak bisa kembali.”
“Fraksi Freedom bukan jawaban. Tapi… bisa jadi awal.”
Isal menatap matanya. Untuk sesaat, dunia kembali diam. Rabun di matanya tak menghalanginya untuk melihat sesuatu dalam diri Lumi—bekas luka yang serupa.
---
Dan di situlah bab ini berakhir…
Isal berdiri di tengah jalan antara kepercayaan, kekuatan, dan rasa sakitnya sendiri—tak tahu ke mana harus melangkah… tapi tahu bahwa ia tak bisa kembali menjadi remaja biasa.
---